Ahad, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 29 Januari 2017 10:27 wib
17.241 views
'Bubarnya' Kembali Jabhat Fateh Al-Sham dan Terbentuknya Entitas Baru Bernama Hay'at Tahrir Al-Sham
IDLIB, SURIAH (voa-islam.com) - Lima kelompok pejuang oposisi di Suriah, termasuk bekas cabang Al-Qaidah yang telah berganti nama, telah mengumumkan pembentukan sebuah "kelompok tempur baru" untuk melawan rezim teroris pimpinan Bashar Al-Assad. Lima organisasi yang telah bergabung tersebut adalah: Jabhat Fateh Al-Sham (sebelumnya dikenal sebagai Jabhat Al-Nusrah), Harakat Nuruddin Al-Zinki, Liwa Al Haqq, Jabhat Ansaruddin dan Jaish Al-Sunnah.
Dalam pernyataan yang dirilis secara online, kelimanya mengatakan mereka telah bergabung untuk membentuk Hay'at Tahrir al Sham, atau "Majelis untuk Pembebasan Suriah." Entitas baru itu dipimpin oleh jihadis yang dikenal sebagai Abu Jaber (juga dikenal sebagai Hashem al Sheikh), mantan pemimpin Ahrar Al-Sham, yang terus beroperasi di bawah nama sendiri di Suriah.
Berbagai kelompok telah berusaha untuk bersatu di belakang kepimpinanan Abu Jaber di Aleppo awal tahun lalu, termasuk kelompok tempur terbesar di Suriah, Ahrar Al-Sham, tapi tampaknya upaya itu tidak pernah berhasil. Bagaimanapun, inisiatif persatuan di Aleppo menunjukkan bahwa para jihadis telah mendorong Abu Jaber untuk bertugas sebagai pemimpin kemungkinan untuk beberapa waktu. Beberapa laporan telah mengidentifikasi Abu Jaber sebagai mantan anggota Al-Qaidah di Irak.
Abu Jaber dengan cepat mengumumkan di Twitter bahwa ia telah mengundurkan diri dari Ahrar al Sham. Dia juga mengatakan bahwa badan yang baru dibuat itu akan masuk ke dalam gencatan senjata dengan kelompok lain di Suriah utara diantaranya Jabhat Fateh Al-Sham, yang telah terlibat bentrok dengan kelompok pejuang oposisi yang ikut serta dalam perjanjian Astana yang menurut JFS nantinya akan menikam mereka dari belakang berdasarkan klausul rahasia di perjanjian, dalam beberapa pekan terakhir.
Sebuah logo baru untuk Tahrir Al-Sham telah dibuat dan disebarluaskan secara online.
Lima organisasi itu mengatakan mereka memutuskan untuk bersatu "karena apa yang revolusi Suriah sedang alami hari ini [dengan] plot yang mengganggu dan konflik internal yang mengancam kehadirannya," menurut terjemahan dari pernyataan mereka yang diterbitkan oleh Bilad al Sham Media, sebuah sayap media pro-JFS. Kelompok-kelompok itu mengatakan diperlukan "upaya besar dari kami untuk menyatukan kata dan jajaran."
"Dan kami menyerukan faksi-faksi di arena untuk memenuhi perjanjian ini dan bergabung dengan entitas baru ini dalam rangka untuk menyatukan bendera kita dan untuk melindungi buah-buah jihad dari revolusi ini, sehingga ini mungkin menjadi benih mempersatukan kapasitas dan kekuatan revolusi ini," pernyataan mereka meneruskan. Penyatuan ini dimaksudkan untuk "melestarikan" "perjalanan" dari revolusi, sehingga "tujuannya yang diinginkan" dapat "tercapai," termasuk "terutama penggulingan rezim pidana [Assad]."
JFS kembali "bubar"
cabang resmi Al-Qaidah di Suriah awalnya dikenal sebagai Jabhat Al-Nusrah. Pemimpin kelompok itu, Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani, mengumumkan bahwa ia mengubah namanya menjadi Jabhat Fateh Al-Sham (JFS) dan memutuskan hubungan dengan organisasi jihad internasional itu pada bulan Juli 2016. Pengumuman ini dilakukan sebagaimana permintaan dari faksi-faksi lain yang sebelumnya ingin melakukan merger membentuk satu entitas baru dengan JFS, termasuk Ahrar Al-Sham dan beberapa lainya yang kini telah bergabung dengannya. Bagaimanapun, hal itu justru "dikhianati" sendiri oleh mereka dengan membatalkan perjanjian merger yang telah ada sebelumnya.
Laporan-laporan menyebutkan bahwa dengan pengumuman baru ini maka JFS kembali "bubar" dan melebur ke dalam entitas baru bersama beberapa kelompok lainnya dengan nama Hay'at Tahrir Al-Sham.
Tidak jelas posisi apa yang akan dipegang Syaikh Al-Jaulani di Tahrir Al-Sham. Awal tahun ini, para pejabat AS mengatakan kepada The Long War Journal bahwa Al-Jaulani dapat ditunjuk sebagai komandan militer dari sebuah entitas baru. Dia juga diprediksi kemungkian memegang beberapa pos lainnya.
Mitra lama Al-Qaidah di Suriah
Empat organisasi yang setuju untuk bergabung dengan JFS telah lama bekerja sama dengan satu sama lain di medan perang Suriah.
Harakat Nuruddin Al-Zinki, Liwa Al Haqq, dan Jaish Al-Sunnah semua bagian dari aliansi Jaisyul Fath. Jaisyul Fath menyerbu provinsi Idlib pada awal tahun 2015 dan kemudian meluncurkan operasi di tempat lain, termasuk di Aleppo pada tahun 2016.
Nuruddin Al-Zinki, yang pernah dianggap sebagai kelompok yang "diperiksa" CIA dan menerima rudal anti-tank TOW buatan Amerika, memiliki kehadiran yang kuat di Aleppo. Zinki bergabung Jaisul Fath tahun lalu. Liwa Al Haqq dan Jaish Al-Sunnah keduanya berjuang di bawah bendera Jaisyul Fath. Jabhat Ansaruddin, kelompok lain Al-Qaidah, juga telah menjadi mitra terpercaya bagi JFS.
Beberapa pejuang Nuruddin Al-Zinki dikabarkan memutuskan untuk bergabung masih kelompok lain, Faylaq Al-Sham, bukan bergabung ke Tahrir Al-Sham. Namun, Faylaq al Sham, yang juga berasal dari faksi Islam, juga telah berjuang bersama Jaisyul Fath dan merupakan anggota penyusunnya.
Selain keempat faksi tersebut, beberapa lainnya seperti Partai Islam Turkistan (TIP), sebuah kelompok tempur yang berisikan para pejuang Uighur asal Xinjiang Cina, dan Ajnad Al-Sham dikabarkan juga menyatakan akan bergabung dengan Tahrir Al-Sham.
Pertikaian sesama pejuang oposisi di Suriah utara
Pembentukan Tahrir Al-Sham datang setelah laporan beberapa pekan bentrokan dan perselisihan sengit antara faksi-faksi jihad yang berbeda dan pejuang oposisi sekuler lainnya di Suriah utara. Bentrokan ini terjadi menyusul terbongkarnya sebuah klausul rahasia yang termasuk dalam kesepakatan Astana dimana itu menyerukan untuk memperkuat posisi yang dikendalikan oleh rezim dan pasukan oposisi Suriah selama gencatan senjata, tetapi mengizinkan gerak maju dengan mengorbankan Islamic State (IS) dan Jabhat Fatah Al-Sham.
Sumber informasi Suriah mengatakan kepada Asharq Al-Awsat bahwa klausul itu "memperkuat gencatan senjata tercapai di Suriah dan memperkuat posisi pihak yang terlibat dalam konflik, termasuk rezim Suriah dan sekutu mereka dari satu pihak dan pasukan oposisi di bagian lain."
Namun, klausul itu membuat pengecualian dengan mengizinkan gerak maju dengan mengorbankan Jabhat Fatah Al-Sham dan IS, dua faksi yang tidak termasuk dalam kesepakatan gencatan senjata.
"Oleh karena itu, merebut posisi yang dikendalikan oleh gerakan dua ekstrimis tersebut akan dianggap sah," kata sumber itu.
Sumber tersebut menambahkan bahwa klausul mendadak yang dicapai dalam perjanjian Astana ini telah memicu perlombaan antara faksi-faksi oposisi dan pasukan rezim utnuk merebut wilayah-wilayah yang dikuasai Jabhat Fatah al-Sham.
"Klausul ini mengubah posisi yang dipegang oleh Jabhat Al-Nusrah menjadi kue yang pasukan rezim dan faksi oposisi berusaha untuk caplok dengan upaya untuk meningkatkan kekuatan geografis mereka," kata sumber Asharq Al-Awsat.
Oleh karena itu, pembicaraan antara faksi-faksi oposisi dan rezim Suriah di ibukota Kazakhstan, Astana, menyetujui munculnya gerakan militer Suriah dengan misi menghantam Jabhat Fateh al-Sham di Suriah.
Seorang pakar politik Abdelrahman al-Hajj mengatakan kepada Asharq Al-Awsat pada hari Selasa bahwa pertemuan Astana telah meluncurkan pertempuran antara faksi-faksi oposisi dan Jabhat Fateh Al-Sham.
"Apa yang terjadi hari ini adalah langkah pertama untuk mengakhiri Jabhat Fatah al-Sham atau menghancurkan gerakan itu," kata al-Hajj.
Tidak ingin mengulang kembali sejarah di Irak dimana mujahidin "dihancurkan" oleh bekas kawan sendiri yang kemudian berbalik menghantam para jihadis menyusul kucuran dolar yang diberikan oleh AS kepada mereka, beberapa waktu lalu Jabhat Fateh Al-Sham memulai kampanye baru terhadap sejumlah faksi sekuler di utara Suriah, dimana langkah ini mendorong kekuatan-kekuatan oposisi yang berkhianat dengan ikut serta dalam perjanjian Astana untuk bergabung melawan mujahidin.
Itu memungkinkan kelompok Ahrar al-Sham, Suqour al-Sham, Jaysh al-Islam dan Fastaqim Union untuk maju menuju pedesaan utara Idlib dan barat provinsi Aleppo untuk menghentikan serangan diluncurkan oleh Jabhat Fatah al-Sham terhadap Jaysh al-Mujahidin, beberapa jaringan oposisi melaporkan.
Enam kelompok oposisi, Jaisyul Islam cabang Idlib, Jaisyul Mujahidin, Saqour Al-Sham, Fastaqim Union, Jabhat Shamiya dan Thuwar Al-Sham, dimana beberapa diantanya ikut serta dalam perjanjian Astana, untuk kemudian bergabung dengan Ahrar Al-Sham demi untuk menghindari "dilenyapkan" oleh JFS seperti yang terjadi dengan Jaisyul Mujahidin.
Ahrar Al-Sham, yang telah menerima 6 kelompok tersebut bergabung dalam barisannya, telah memperingatkan Jabhat Fateh Al-Sham akan melakukan perang besar-besaran jika JFS tetap melanjutkan upaya untuk "melenyapkan" kelompok-kelompok sekuler yang kini telah bergabung dengan mereka.
Meski demikian, hingga kini tidak ada pertempuran besar-besaran terjadi antara antara JFS dan Ahrar Al-Sham karena keduanya menyadari kerugian yang sangat besar berupa kehancuran bagi revolusi Suriah seandainya itu sampai terjadi. Disamping itu, pemimpin Tahrir Al-Sham Abu Jaber dalam ciutan pertamanya di Twitter sebagai komandan kelompok tersebut menyatakan diadakannya gencatan senjata antara JFS, yang telah melebur ke dalamnya, dengan faksi-faksi lain di utara yang sebelumnya terlibat sengketa dengan mereka. (st)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!