Senin, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Januari 2017 15:19 wib
10.156 views
Selamatkan Indonesia dari Penjajahan China
Oleh: Sri Nurhayati, S.Pd.I
(Pengisi Keputrian SMAT Krida Nusantara)
Awal tahun baru 2017 sudah kita masuki. Banyak yang masih menjadi PR besar bagi semua, terutama terkait masalah negeri kita tercinta ini. Banyak peristiwa penting yang terjadi pada tahun 2016 lalu, harus menjadi perhatian kita yang ingin menjadikan negeri ini menuju kebangkitan hakiki. Peristiwa tersebut salah satunya perjuangan umat Islam dalam menuntut keadilan terkait penghinaan terhadap Al-Quran oleh Ahok.
Bahkan yang tak kalah penting juga adalah membludaknya warga China yang masuk ke negeri kita. Banyaknya tenaga kerja asing ilegal, termasuk dari China ke Indonesia jumlahnya sangat banyak dan tidak terdeteksi oleh negara bisa menyebabkan kerugian besar bagi Indonesia. Kerugian tersebut di antaranya hilangnya kesempatan masyarakat dalam memasuki lapangan kerja di berbagai sektor, baik informal maupun formal.
Tidak hanya itu, kerugian lainnya, yakni menurunnya pendapatan para pemilik usaha di sektor niaga karena bersaing dengan WNA ilegal yang melakukan aktivitas perniagaan di pasar-pasar dan pertokoan. ( SINDOnews, Rabu (22/12/2016).
Jerat Gurita Penjajahan Cina Atas Indonesia
Banyaknya warga Negara China yang masuk ke Indonesia tidak bisa dianggap sepele, karena hal ini menunjukan sebuah kegagalan pemerintah dalam melindungi kepentingan warga negaranya. Tercatat dari 10 negara yang warganya masuk ke Indonesia, China menempati peringkat pertama. (kompas.tv).
Tak hanya serbuan warga Negara China saja yang menghebohkan rakyat negeri ini. Di tahun 2016 kemarin masyarakat pun dihebohkan dengan cangkul yang diimpor dari China. Alat pertanian yang sejatinya jadi alat perkakas turun temurun leluhur negeri ini tak luput telah kalah oleh persaingan produk negeri Tirai Bambu itu. Hal ini mesti menjadi suatu yang patut kita waspadai. Selain itu, pengaruh China sangat terasa juga dalam kerjasama-kerjasama yang dilakukan pemerintah dan China harus menjadi perhatian khusus bagi kita. Seperti kerjasama dalam Proyek besar Pembangkit Listrik 35.000 Mega Watt dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Kerjasama ini tentu bukan suatu yang bisa dianggap sepele. Karena kerjasama ini adalah bagian dari gelombang penjajahan ekonomi China. Penjajahan yang sama seperti Amerika Serikat, dengan cara yang sama, dengan utang. Seperti yang dinyatakan oleh Michael Backman dalam bukunya yang berjudul Asia Future Shock: 2005, bahwa bantuan dan pinjaman lunak telah menjadi bagian dari strategi Cina. Namun cara China tidak hanya memberikan utang, tapi lebih dari itu Cina mensyaratkan bahan, teknologi dan segalanya dari China, termasuk tenaga kerjanya.
Kerjasama ekonomi China ini merupakan bagian dari kerjasama Indonesia-China yang ditandangani tahun 2015 lalu. Melalui China Development Bank (CBC) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Pemerintah China berkomitmen memberikan utang US$ 50 miliar atau setara RP.700 triliun. Utang tersebut untuk pembangunan infrastruktur nasional seperti pembangkit tenaga listrik, bandara, pelabuhan, kereta cepat dan kerta api ringan (LRT-Ligh Rail Transit).
Investasi China di negeri ini tak lepas dari strategi global China, yakni Silk Road Economi Belt (SERB) in Asia ( Sabuk Ekonomi Jalur Sutra di Asia) dan Maritime Silk Road Point (MSRP) atau Titik Jalur Sutra Maritim. Hal ini ditujukan untuk menguasai jalur perdangan laut yang salah satunya melalui Selat Malaka. Oleh karena itu China berusaha menguasai pendanaan pembangunan infrastruktur di negeri ini.
Geliat Cina Sebagai Negara Adidaya Baru
Lonjakan ekonomi Cina tidak terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi hal itu adalah hasil dari strategi yang dierncanakan dengan baik. Dimulai pada masa Deng Xiaoping yang dikenal dengan istilah “Politik Pintu Terbuka”. Yang dilanjut dengan penggantinya menggunakan istilah “Kebangkitan Damai Cina”. Kedua strategi tersebut -Politik Pintu Terbuka dan Kebangkinan Damai China- pada substansinya berbicara tentang tranformasi Cina menjadi kekuatan ekonomi dan menerjemahkan kekuatan ekonomi itu menjadi kekuatan militer yang bisa mempertahankan kepentingan-kepentingan ekonomi dan perdagangan Cina.
Perkembangan Cina dalam kancah perekonomian dunia tidak bisa diragukan lagi. Daya tarik investasi yang tinggi dan keunggulan dalam perdagangan luar negeri, menjadikan Negara ini meraup surplus devisa yang besar tiap tahunnya. Hingga September 2015, cadangan devisanya mencapai US$ 3,5 Triliun. Cadangan devisa ini, menjadi modal yang cukup besar untuk Cina dalam membangun kekuatan politik dan ekonomi. Salah satu strategi yang dilakukan oleh negeri Tirai Bambu ini adalah melakukan ekspansi intervensi di berbagai Negara. Cina secara aktif melakukan investasi dan melakukan pinjaman terutama ke Negara berkembang yang kaya Sumber Daya Alam (SDA), seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia.
Pada konteks ekonomi tampak bagi seluruh dunia bahwa perekonomian China telah melewati badai finansial dengan lebih baik dari Amerika dan Eropa. Oleh karena itu, para pemimpin politik dan ekonomi Amerika menyerang kebijakan Beijing secara agresiv terkait masalah penjagaan nilai kurs Renminbi (Yuan) yang rendah. Mereka percaya hal itu akan menyakiti prospek ekonomi Amerika untuk bangkit dari sakit dan membahayakan kemampuan Amerika untuk bersaing di pasar global.
Berkembangnya kondisi ekonomi China berbanding terbalik dengan kondisi Amerika Serikat (AS) yang selama ini menjadi Negara Adidaya, mengalami bencana yang dalam di Irak dan Afganistan disamping sedang dilanda krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang memperuncing hubungan Amerika-China. Amerika tidak lagi dinilai sebagai kekuatan besar seperti dahulu. Dunia berubah dari satu kutub (uni polar) pada tahun 1991 menjadi multi kutub (multi polar) setelah invasi Irak pada tahun 2003. Ketika itu, kekuatan-kekuatan besar bersaing dengan Amerika untuk mengontrol kawasan. China adalah salah satu diantara negara-negara yang muncul ke permukaan. Ada sebagian intelektual di Barat yang meyakini bahwa neraca kekuatan global sedang mengalami perubahan pasti untuk kepentingan China.
Tampak disini bahwa China memanfaatkan kemunduran Amerika. China sekarang jauh lebih tegas dalam masalah laut China Selatan dan masalah perbatasan yang diperselisihkan dengan Jepang dan Vietnam. China jauh lebih berani dan konfrontatif seputar permasalahan internasional. Dimana Beijing belakangan bersikap melawan Amerika Serikat dan Barat di PBB dan memveto resolusi Dewan Keamanan terkait Suria. Pada saat yang sama, kekuatan militer China belum sanggup menghadapi Amerika Serikat. Namun kekuatan militer China tetap siap untuk menghalangi sampainya kapal perang Amerika ke sebagian jalur perairan dan pelabuhan -awal dari semacam doktrin Monroe untuk China-.
Selamat Indonesia dari Gurita Penjajahan Cina
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki SDA yang berlimpah, menjadi daya pikat bagi para imperialis seperti AS dan Cina. Keduanya berusaha untuk dapat menancapkan kekuasaannya di negeri ini.
Pengaruh Cina di Indonesia mendominasi dalam dua bidang, yaitu infrastruktur dan perdagangan. Dalam pembangunan infrastruktur, Indonesia memang didominasi oleh Investasi Cina, sebut saja proyek-proyek besar seperti proyek pembangkit tenaga listrik 35.000 mega watt dan kereta cepat Bandung-Jakarta, pembangunannya dilakukan oleh perusahaan Cina.
Penerapan kapitalisme di negeri ini telah menjadikan apa yang menjadi milik umat tidak bisa dinikmati oleh umat, karena semuanya telah dikuasai swasta bahkan asing-aseng. Hal ini yang membuka masuknya para imperialis seperti China dalam menguasai dan mengeruk kekayaan negeri ini.
Berbeda halnya dengan Islam, dalam mengola apa yang menjadi milik umat, Islam memiliki aturan yang sangat jelas. Hal ini ditegaskan dalam hadits yang disabdakan Rasulullah SAW: “ Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, api dan air” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dari sini, Islam menuntut untuk negara mengelola kekayaan alamnya dan memiliki kemandirian ekonomi, sehingga negara tidak bergantung kepada negara lain, yang hal ini akan membuka kesempatan asing untuk menguasai perekonomian kita. Ketika pun ada kerjasama ekonomi, Islam akan melihat apakan negara itu adalah yang memusuhi Islam atau tidak. Kalau dia memusuhi maka secara mutlak, Islam mengharamkannya. Lalu seperti apa pengelolaan Islam dalam bingkai Khilafah untuk mewujudkan kekuatan ekonomi Negara yang tidak bergantung pada Negara lain?
Kekuatan ekonomi suatu negara, bisa kita lihat dari kemandirian ekonomi suatu Negara dalam mengelola dan mengatasi berbagai permasalahan ekonomi yang ada. Lalu seperti apa Khilafah dalam membangun kemandirian ekonominya?
Khilafah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi akan menetapkan hukum-hukum syariah Islam, diantaranya yang terpenting adalah:
- Mengatur kepemilikan dan pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan syariah. Hanya Negara yang berhak mengelola sumber daya alam yang menjadi milik umum dan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing.
- Menghentikan utang luar negeri, baik dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia atau IMF, CBC maupun utang dari negara lain, seperti China.
- Menghentikan investasi asing-aseng yang bertentangan dengan syariah.
- Menghentikan segala bentuk hubungan dengan negara-negara kafir yang sedang memerangi umat Islam.
- Menghentikan keanggotaan dalam PBB, termasuk lembaga-lembaga internasional di bawah PBB seperti IMF dan Bank Dunia.
- Menghentikan keanggotan dalam blok-blok perdagangan kapitalis, seperti NAFTA, AFTA, MEA dan sebagainya.
- Membangun ketahanan pangan, yaitu memenuhi kebutuhan pangan bagi negeri sendiri melalui peningkatkan produksi pangan dan impor bahan pangan.
- Mencetak mata uang emas dan perak.
- Menghapus seluruh lembaga-lembag keuangan kapitalis seperti asuransi, pasr modal, perseroan terbatas (PT), dan sebagainya. (Al-waie edisi no.182-2015)
Islam sebagai rahmat bagi semesta alam memiliki konsep yang sempurna dalam mengatur kehidupan kita, termasuk permasalahan ekonomi. Seperti yang sedikit dijelaskan di atas. Namun konsep yang ada tentunya harus diterapkan dalam kehidupan, agar dapat dirasakan oleh semua umat. Karena sesungguhnya Islam menuntut untuk diterapkan dalam seluruh kehidupan dalam bingkai Khilafah. Wallahu’alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!