Sabtu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Agutus 2016 15:25 wib
4.725 views
KTT Asia-Eropa Berkutat Pada Krisis yang Diproduksi Kapitalisme
Oleh: Umar Syarifudin (Pengamat Politik Internasional)
Sebagaimana yang dilansir kemlu.go.id( 14/7) Pada tanggal 12-14 Juli 2016, Para Pejabat Senior Asia Europe Meeting (ASEM) telah melangsungkan pertemuan di Ulan Bator, Mongolia untuk mempersiapkan KTT Asia dan Eropa ke-11 tanggal 15-16 Juli 2016 dengan tema “20 years of ASEM: Partnership for the Future through Connectivity”. Delegasi RI pada pertemuan dipimpin oleh Direktur Kerja Sama Intra-kawasan Amerika dan Eropa Kemenlu, Dewi Gustina Tobing.
Pertemuan membahas dua draft dokumen hasil KTT, yaitu Ulaanbaatar Declaration dan Chair’s Statement, yang memuat kepentingan bersama negara-negara ASEM antara lain: penguatan konektivitas kawasan Asia dan Eropa; strategi peningkatan kerja sama negara ASEM; dorongan pada kerjasama yang kongkrit; berbagai inisiatif kerja sama ASEM; serta isu-isu regional dan global strategis.
Sesi retreat tersebut bertema "Meningkatkan Tiga Pilar ASEM", yakni pilar politik, ekonomi, dan sosial budaya. Sesi Retreat KTT ASEM membahas berbagai isu, antara lain mengenai keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), migrasi, terorisme serta isu-isu keamanan dan perdamaian di kawasan. Isu terorisme mendominasi pembahasan dalam sesi retreat tersebut.
Bicara Terorisme
Para pemimpin ASEM kembali menyampaikan keprihatinan dan mengutuk keras sejumlah serangan teroris yang terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di kawasan Asia dan Eropa, terutama untuk aksi teror yang baru saja terjadi di Nice, Prancis pada 15 Juli 2016.
Selain itu, para pemimpin negara ASEM sepakat lebih meningkatkan kerja sama internasional untuk menanggulangi terorisme dan penyelesaian hukum terhadap pelaku terorisme sesuai dengan piagam PBB dan hukum internasional. Pada kesempatan itu, JK menyampaikan pesan diperlukan upaya bersama untuk menangani aksi terorisme dari akar penyebab masalahnya (root causes).
Kita tentu mengutuk terhadap rangkaian aksi teror dan pemboman sepanjang 2016 sembari menaruh curiga bahwa Baratlah yang merekayasa teror tersebut. Tidak boleh diabaikan pula fakta penjajahan dan terorisme yang dilakukan Kapitalis Barat sebagai manifestasi politik luar negeri Barat terhadap dunia Islam. Selama negara-negara imperialis Barat terus melakukan kedzoliman terhadap dunia Islam, aksi-aksi perlawanan akan tetap tumbuh subur dan memiliki dasar legitimasinya.
Seharusnya siapapun yang menginginkan kekerasan global dihentikan, juga harus dengan tegas meminta AS negara-negara imperialis lainnya menghentikan kebijakan yang eksploitatif dan diskriminatif terhadap dunia Islam . Masyarakat Barat sendiri seharusnya meminta penguasa mereka agar menarik tentara negaranya dari Irak, Afghanistan, dan negeri Islam lainnya. Termasuk menghentikan dukungan membabi buta terhadap Israel.
Bagi umat Islam, ketidakadilan global ini harus dihentikan. Berharap pada negara-negara imperialis untuk menghentikan kejahatan mereka sangatlah sulit. Karena selama Barat mengadopsi ideologi Kapitalisme, penjajahan akan menjadi metode baku yang tidak berubah. Tidak ada pilihan lain, kecuali umat Islam bersatu membangun kekuatan global Khilafah Islam yang akan melindungi umat Islam dari bulan-bulanan negara imperialis.
Kapitalisme Akar Persoalan
Perlu dibaca, KTT ASEM masih dalam koridor kapitalisme global. Mandul dan tidak menghadirkan solusi solutif bagi rakyat dan Negara. Krisis yang melanda negara-negara yang dijuluki sebagai “keajaiban Asia Timur” karena keberhasilannya menjelma menjadi kawasan-kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, justru menghadapi resiko kepunahan rasnya sendiri sebagai sebuah bangsa. Ya, krisis demografi tengah menggerogoti mereka.
Hanya sekitar tiga dekade penerapan Kapitalisme di negeri-negeri mereka, kerusakan segera melanda kehidupan masyarakat di Asia Timur. Inilah yang disebut sebagai sindrom Chicago oleh seorang professor di Malaysia yakni sindrom negara kapitalis “mencapai kemajuan ekonomi namun mengalami kerusakan peradaban”. Pembangunan pesat senantiasa diiringi dengan krisis sosial, keruntuhan institusi keluarga, meluasnya kriminalitas, kekerasan terhadap perempuan dan anak, tingginya angka bunuh diri, hingga anjoknya angka kelahiran dan pernikahan akibat massifnya pelibatan perempuan sebagai angkatan kerja.
Kapitalisme adalah ideologi yang rusak, sistem ekonomi yang gagal, solusinya berbahaya dan hasilnya menyebabkan kerusakan, ia tidak mampu mengobati penyakit, yang dilakukannya hanya meredamnya, sehingga berbagai masalah akan tetap terjadi, dan penyakit akan menjadi kronis. Riba yang dijadikan dasar utama dalam transaksi dan utang piutang adalah perusak yang membebani debitur (penghutang). Selain itu, negara debitur yang menerbitkan obligasi Treasury (Treasury bond) untuk meminjam uang riba harus menjamin obligasi ini, sehingga ia membayar jumlah uang yang besar lainnya untuk asuransi.
Akibatnya, beban negara debitur semakin meningkatkan, dan itu tidak menyelamatkannya sama sekali, melainkan tetap menderita defisit dalam anggaran dan kemampuan untuk membayar utang, sehingga ia tetap berada dalam kendali negara kreditur. Sementara rakyatnya tetap hidup dalam kesempitan dan kesulitan sebagai akibat dari pemaksaan terhadapnya untuk menerapkan kebijakan penghematan.
Krisis saat ini dan pencarian solusi tidak hanya harus berakhir dengan ekonomi alternatif. Karena ekonomi adalah faktor yang paling penting dalam ideologi kapitalistik, krisis dan kekurangan bahkan harus mendorong orang-orang di barat untuk mempertimbangkan kembali seluruh dasar pandangan mereka pada kehidupan. Islam datang sebagai rahmat bagi umat manusia; bukan sebagai filsafat atau metafisika, tapi satu solusi praktis sebagai akibat dari aqidah dan sistem Islam, yang dapat diuji dan dirasakan oleh semua manusia. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!