Selasa, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 12 April 2016 09:42 wib
10.640 views
Tiga Peristiwa Penting di Bulan Rajab, Dua Diantaranya Masih Banyak Umat Islam yang Belum Tahu
Oleh: Adi Victoria
Apa yang terbesit di kepala kita saat memasuki bulan Rajab? Ya benar! Isra Mi'raj Nabi besar Muhammad SAW. Karena setiap bulan Rajab, sebagian besar Umat Islam melakukan acara Isra Mi'raj dalam rangka menghayati dan mengambil hikmah terkait kegiatan Isra dan Mi'raj tersebut.
Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini Beliau mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Peristiwa ini terjadi di bulan Rajab, tepatnya pada malam 27 Rajab. Jadi, bulan Rajab memang diidentikan dengan peristia Isra Mi'raj, yang memang salah satu peristiwa penting dalam perjalanan penyebaran agama Islam oleh Rasulullah saw.
Namun, di bulan Rajab juga, sesungguhnya masih terdapat 2 (dua) peristiwa penting yang kira belum banyak diketahui oleh umat Islam secara keseluruhan, padahal 2 peristiwa penting lainnya itu, juga merupakan hal yang banyak mempengaruhi kehidupan umat Islam berikutnya.
Peristiwa kedua adalah pembebasan Masjid Al Aqsa oleh Shalahudin al Ayyubi. Pada tanggal 27 Rajab 583 H, Shalahudin al Ayyubi bersama pasukannya umat Islam bergerak mengepung dan membebaskan tanah Palestina yang setelah sekian abad lamanya dikuasai oleh pasukan salibis. Pembebasan itu sendiri tidak mendapatkan perlawanan yang berarti dari pasukan salibis.
Peristiwa ketiga adalah terjadinya penghapusan sistem Khilafah. Setelah kurun waktu kurang lebih 13 abad lamanya Islam memimpin peradaban di lebih dari 2/3 dunia, yang menebarkan rahmat bagi seluruh 'alam (dimana tercatat dalam sejarah selama 4 abad masa pemerintahan Khilafah Turki Utsmani, hanya ada 200 kasus kriminal yang diajukan di pengadilan, badningkan dengan sekarang) Pada tanggal 28 Rajab 1342 H atau tepatnya pada 03 Maret 1924, seorang pengkhianat yang bernama Mustafa Kemal at-Tarturk, seorang yang berketurunan Yahudi dari suku Dunamah, seorang agen barat (Inggris), telah menghapuskan system pemerintahan Islam yakni istem Khilafah, yang kemudian diganti dengan system pemerintahan Republik, yang merupakan bagian dari sistem Kapitalis-Sekuler.
Dalam sistem ini, syariat Islam tidak pernah secara sengaja digunakan. Islam hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sebagai gantinya, di tengah-tengah sistem sekularistik itu lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama: tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta sistem pendidikan yang materialistik.
Pasca runtuhnya khilafah Turki Utsmaniy tersebut, wilayah Islam yang dulu terbentang sangat luas—mencakup seluruh jazirah Arab, Afrika bagian Utara, sebagian Eropa, Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Selatan—kini terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil.
Akibatnya, Umat Islam yang dulunya kuat karena bersatu dalam satu kepemimpinan yakni kepemimpinan Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah, menjadi lemah karena tercerai berai, sehingga menjadi santapan empuk para imperialis kafir barat.
Lihatlah bagaimana sekarang umat Islam di berbagai belahan dunia di tindas oleh musuh-musuh Allah. Palestina misalnya sejak tahun 1948 (24 tahun pasca runtuhnya khilafah), tanahnya di rampas oleh Israel atas restu Amerika dan PBB, sehingga menyebabkan pengusiran dan pembunuhan terjadi pada umat Islam di Palestina, bahkan masjid al Aqsa pun yang dulunya merupakan kiblat pertama umat Islam, dihinakan oleh Israel.
Bukan hanya di Palestina, penderitaan juga dialami oleh umat Islam di berbagai belahan dunia lain seperti di Chechnya, Dagestan, Jammu Khasmir, Pattani Thailand, Moro Philipina, di Afrika Tengah. Penderitaan juga dialami oleh umat Islam di Afganistan dan Irak. Dengan dalih memerangi terorisme dan menghancurkan senjata pemusnah massal, AS dan sekutunya menggempur habis kedua negara itu dan tidak kurang dari 1 juta nyawa umat Islam di Irak dilenyapkan oleh Amerika.
Dan yang terbaru adalah bagaimana kita melihat umat Islam di Suriah, bagaimana sekarang kita dipertontonkan, ratusan ribu lebih umat Islam di Suriah sudah meregang nyawa, dengan dalil menyerang ISIS, pasukan koalisi beberapa negara yang di pimpin Amerika Serikat menyerang Suriah, siapa yang meninggal? lagi-lagi umat Islam.
95 Tahun Tanpa Khilafah
Bulan Rajab 1437 H, menandakan sudah lebih dari 95 tahun Umat Islam hidup tanpa seorang khalifah. padahal ijma' sahabat menyebutkan haram hukumnya Umat Islam hidup lebih dari tiga hari tiga malam tanpa seorang khalifah.
Sebagaimana pesan Umar saat sedang sekarat, beliau berkata sebagaimana yang disampaikan At-Thabari dalam Taariikh-nya bahwa umar berkata: “Jika aku mati, maka bermusyawarahlah kalian selama tiga hari, dan hendaknya Shuhaib yang mengimami shalat kaum muslimin.” (Ath-Thabari, TaariikhAth-Thabari, Syamilah)
Para sahabat tidak ada yang mengingkari atau menentang perintah tersebut. Sehingga dipahami bahwa tidak ada sahabat yang mengingkari perintah Umat tersebut berarti adalah Ijma' dikalangan sahabat -Ijma' sahabat merupakan salah satu dalil syara'-. Artinya secara ijma' sahabat, bahwa pengangkatan khalifah boleh ditunda dengan sengaja selama 3 hari dan tidak boleh lebih dari batas jumlahj hari tersbeut, di mana jika di sela-sela 3 hari itu belum juga terangkat seorang khalifah maka kaum muslimin baik yang mengusahakannya maupun yang tidak belum ada yang berdosa.
Dengan adanya Khalifah, maka umat Islam bisa menunaikan kewajibannya untuk berbaiat, sebaliknya akibat ketiadaan Khilafah Islam, umat Islam tidak bisa untuk berbaiat. padahal Rasulullah saw dalam hadist nya disebutkan :
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang berlepas tangan dari ketaatan (terhadap Khalifah) maka dia akan menjumpai Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah,dan barangsiapa yang mati sementara di atas pundaknya tidak ada bai’at maka dia mati sebagaimana kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)
Ibn Hajar Al-Asqalani menjelaskan:
“Maksud dari “kematian jahiliyah” –yaitu dengan mim dibaca kasrah (Al-Miitah)– adalah kondisi kematian sebagaimana matinya orang jahiliyah dalam kesesatan dan tidak memiliki Imam yang ditaati, karena mereka tidak mengetahui hal itu. Yang dimaksudkan bukan mati dalam keadaan kafir, melainkan mati dalam keadaan bermaksiat.” (Ibn Hajar, Fathul Baarii, Syamilah)
Syariah Islam & Khilafah Islam mewujudkan Rahmat
Al-Imam al-'Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab Asy Syakhsiyah al Islamiyah jilid III (halaman 365), menjelaskan seluruh syariat Islam yang datang merupakan rahmat bagi hamba-Nya. Lebih lanjut beliau menjelaskan rahmat tersebut merupakan natiijah (hasil) dari penerapan syariah Islam. Karena itu, rahmatan lil alamin bukanlah illat yang menjadi perkara yang memunculkan hukum.
Para ulama mu’tabar pun menjelaskan ar-rahmat dalam ayat tersebut berkaitan dengan penerapan syariah Islam kâffah dalam kehidupan sebagai tuntutan akidah Islam yang diemban oleh Rasulullah saw.
Di antaranya adalah ulama Nusantara yang mendunia, Syaikh Nawawi al-Bantani(w. 1316 H). Ia menyatakan:
“Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai sebaik-baiknya makhluk, dengan membawa ajaran-ajaran syariah-Nya, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni agar menjadi rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya; bagi agama ini dan kehidupan dunia.”[Muhammad bin ‘Umar Nawawi, Marâh Labîd li Kasyf Ma’nâ al-Qur’ân al-Majîd, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. I, 1417 H, (II/62)]
Fakta sejarah peradaban Islam juga menjadi bukti nyata kemampuan Islam untuk memberikan kerahmatan itu, yakni tatkala Syariah Islam diterapkan secara kaffah dibawah institusi Daulah Khilafah Islam.
Sejarahwan terkemuka, Will Durant, dalam The Story of Civilization (vol. XIII), mengakui hal itu:
“Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas sehingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa; menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.”
Oleh karenanya keberadaan Khilafah akan menjamin perwujudan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Sebab, Khilafah akan menerapkan syariah Islam secara kaffah, menyatukan umat Islam sedunia dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Sehingga perjuangan sebagian Umat Islam untuk menegakan kembali system Khilafah Islam, adalah dalam rangka untuk mewujudkan apa yang disebut dengan kerahmatan. Dimana kerahmatan tersebut merupakan hasil atau natiijah dari penerapan syariah Islam.
Dan penerapan syariah Islam tidak mungkin bisa diterapkan secara kaffah, tanpa adanya Khilafah. Khalifahlah dengan system Khilafahnya akan menegakan seluruh hukum-hukum Islam. Serta mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru alam, sehingga kemudian Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu A’lambishowab. #IslamrahmatanLilAlamin. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!