Selasa, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Januari 2015 15:00 wib
21.995 views
Uni Eropa: Orang Sakit dari Barat
Penulis: Mas Azzam
Sahabat VOA-Islam...
Diakhir masa kesultanan Turki Utsmani, dunia barat menjuluki Turki sebagai “The sickman of Europe”, orang sakit dari Eropa. Kemunduran Turki Usmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, di antaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri.
Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Usmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak berjalan semestinya.
Selaim faktor di atas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani mengalami kemunduran, di antaranya.
Pertama, wilayah kekuasaan yang sangat Luas. Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada Kerajaan Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman.
Sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki Usmani hanya mengadakan ekspansi, dan mengabaikan penataan sistem pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
Kedua, heterogenitas penduduk. Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus ditambah lagi dengan pemimpin-pemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
Ketiga, kelemahan para penguasa. Setelah Sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
Keempat, budaya pungli. Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama di kalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
Kelima, pemberontakan tentara Jenissari. Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
Keenam, merosotnya ekonomi. Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian Kerajaan Turki pun merosot.
Ketujuh, terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi. Ilmu dan teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan Usmani kurang berhasil dalam pengembagan Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya. Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan Utsmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju. (Badri Yatim, 2008, 150-158)
Uni Eropa: Orang Sakit dari Barat
Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu, mengatakan bahwa istilah “Orang sakit” yang disematkan kepada Kekaisaran Ottoman pada masa akhir pemerintahannya kini dapat diberikan kepada Eropa.
Pernyataan ini dikatakan PM Ahmet Davutoglu dalam pembukaan Regiounal Hub, Global Actor Forum, yang diselenggarakan oleh diselenggarakan oleh Bursa Efek Istanbul dan Uni Eksportir Turki yang bekerja sama dengan pusat keuangan Istanbul Forum.
Dalam pembukaan di ibukota London pada hari Selasa (21/01) kemarin, Davutoglu dengan bangga mengungkapkan bahwa Turki berhasil melewati semua ujian baik di bidang politik maupun bidang ekonomi.
PM Ahmet Davutoglu mengatakan “1,3 juta lapangan kerja baru berhasil di buka Turki pada tahun 2013 lalu, dimana di saat yang sama Eropa mengalami PHK besar-besaran. Ini akan menjadi keuntungan bagi Uni Eropa jika mereka mau menerima Turki.”
Sebaliknya Uni Eropa saat ini memasuki masa suram. Zona Euro yang terdiri dari 18 negara tumbuh hanya 0,8 persen tahun 2014. Ini turun dari prakiraan sebelumnya, yakni 1,2 persen.
Prakiraan pertumbuhan untuk tahun 2015 juga diturunkan menjadi 1,1 persen.
Para pejabat mengatakan, Perancis dan Italia tetap menjadi masalah dalam pemulihan ekonomi Eropa. Seperti diketahui Perancis dan Italia sedang mengalami resesi sehingga mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif. Padahal kedua negara tersebut adalah negara dengan ekonomi terbesar di Eropa setelah Jerman.
Selain Perancis dan Italia, Irlandia, Yunani dan Spanyol juga belum mampu keluar dari krisis ekonomi. Irlandia sedang terbelit imbal hasil (yield) surat utang (obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah. Serta keadaan anggaran Negara yang mengalami defisit hingga sebesar 32 persen terhadap produk domestik bruto tercatat sebagai defisit anggaran terbesar di kawasan Eropa. Melihat fakta tersebut, sangat wajar kalau krisis Irlandia mulai menebar kekhawatiran global. Sebab posisi keuangan Irlandia yang tidak stabil tersebut berisiko tinggi terhadap gagal bayar obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Keadaan Yunani lebih buruk lagi, Adanya ketidak jujuran pemerintah Yunani yang mengutak-atik nilai pertumbuhan ekonomi makro-nya pun merupakan awal jatuhnya perekonomian Yunani di mana pemerintah Yunani berusaha menutup-nutupi angka defisit negara yang disebabkan oleh banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun.
Dan pada awal tahun 2000-an, tidak ada yang memperhatikan fakta bahwa utang Yunani sudah terlalu besar. Malah dari tahun 2000 hingga 2007, Yunani mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4.2% per tahun, yang merupakan angka tertinggi di zona Eropa, hasil dari membanjirnya modal asing ke negara tersebut.
Keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata dan perkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Orang-orang pun mulai sadar bahwa mungkin ada yang salah dengan perekonomian Yunani. Memasuki 2010, perekonomian Yunani ambruk.
Adapun keadaan Portugal tidak jauh berbeda dengan keadaan Yunani yang terbelit hutang, mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi yang berefek terhadap kehidupan politik dan sosial di Portugal. Di langsir, akibat krisis hutang tersebut 90% pekerja gabungan dari pekerja kantor pos, rumah sakit, dan pengajar, melakukan pemogokan guna menentang perluasan langkah penghematan pemerintah di dalam anggaran ketat 2012 dengan tujuan membantu negeri itu membayar utangnya. Hingga akhir 2014 ekonomi Portugal mengalami kontraksi minus 1,8%.
Berbagai langkah telah dilakukan Uni Eropa untuk mengembalikan perekonomian mereka seperti sebelum krisis 2008, tetapi setiap satu langkah selalu saja diikuti persoalan baru yang muncul. Jerman sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Uni Eropa bahkan mulai bosan dan mengeluhkan keadaan ini. Selama ini Jerman lah yang menopang perekonomian Uni Eropa. Bukan tidak mungkin jika krisis tersebut berimbas juga ke Jerman, Eropa benar-benar akan menjadi ‘orang sakit dari barat’, untuk kemudian mati perlahan. [Azzam/sharia/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!