Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Januari 2020 14:45 wib
21.278 views
Istri Minta, Suami Menolak, Suami Dilaknat Malaikat?
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Apabila seorang suami mengajak istrinya berjima’, lalu ia menolak, maka para malaikat akan melaknat istri tersebut hingga pagi. Sebagian riwayat, hingga si suami ridha kepadanya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, RH Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya (untuk berjima'), lalu ia menolak sehingga suaminya di malam itu murka kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam redaksi lain, “sehingga suaminya ridha kepadanya”.
Hadits ini menerangkan ancaman keras atas wanita yang enggan menuruti ajakan suami untuk melayaninya. Perbuatan ini mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla. Kecuali jika dikarenakan udzur syar’i seperti sedang haid, sakit jika berjima’, dan udzur serupa. Dalam kondisi semacam ini, ia tidak termasuk yang dimaksud dalam hadits ini.
Termasuk udzur bagi wanita untuk tidak memenuhi ajakan jima’ suami adalah suami menzaliminya sehingga tidak memenuhi nafkahnya dan meninggalkannya begitu saja. Lalu ia datang dan meminta pelayanan dari istrinya, maka istri boleh menolak ajakan suaminya itu.
Ibnul Hajar dalam Fathul Baari (9/294), “adapun seandainya suami yang memulai menzaliminya maka celaan yang disebutkan tidak berlaku padanya (istri). Ini konsekuensi keadilan yang dengannya tegak langit dan bumi.”
Beliau berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.” (QS. Al-Nahl: 126)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS. Al-Syura: 40)
Juga sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا يَجْلِدْ أَحَدُكُمْ اِمْرَأَتَهُ جِلْدَ الْعَبْدِ ثُمَّ يُجَامِعُهَا فِي آخِرِ الْيَوْمِ
“Janganlah salah seorang kalian mencambuk istrinya seperti mencambuk budak lalu menggaulinya di ujung hari.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini menunjukkan buruknya menggabungkan dua perkara ini: kezaliman dan minta dilayani jima’. Karena aniaya dan menyakiti menyebabkan sifat benci. Adapun jima’ dan bersenang-senang dengan pasangan terjadi dengan kecenderungan rasa dan keinginan untuk melayani.
[Baca: Istri Sakit, Berdosakah Menolak Ajakan Jima' Suaminya?]
Suami Enggan Penuhi Ajakan Istri
Adapun suami yang enggan memenuhi keinginan syahwat istrinya saat istri berhasrat dan memintanya juga tidak boleh; jika suami mampu memenuhinya. Padahal istrinya sangat berhasrat kepada layanan suaminya. Hal ini karena suami menyalahi perintah Allah kepadanya untuk menggauli istrinya dengan baik,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. Al-Nisa’: 19)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Ayat ini menunjukkan bahwa istri juga memiliki hak sebanding dengan kewajibannya kecuali apa yang dikhususkan dalil terhadap masing-masing.
Dalil lain yang menunjukkan hal ini adalah penutup ayat Ila’, yaitu suami yang bersumpah tidak akan menggauli istrinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 226)
Penutup ayat berisikan ampunan ini menunjukkan bahwa perkara itu didahului dengan dosa. Yaitu menyakiti istri dengan tidak menggaulinya.
Dalil lain yang menguatkan adalah suami tidak menjaga kehormatan istrinya. Tidak terpenuhinya hasrat syahwatnya salah satu sebab utama istri terjerumus kepada fitnah sehingga ia mencarinya dari jalan yang tidak halal. Lebih-lebih wasilah kerusakan dan kemungkaran di zaman ini sangat banyak.
Membawa ancaman dalam hadits pertama di atas kepada laki-laki yang enggan penuhi istrinya menjadi bahan diskusi. Karena nash sangat jelas menghususkan kepada wanita yang enggan memenuhi ajakan suaminya. Adapun qiyas dalam masalah ini tidak diperkenankan. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!