Rabu, 16 Jumadil Akhir 1446 H / 13 Oktober 2010 15:35 wib
11.731 views
Donor ASI Melalui Bank ASI akan Merancukan Hubungan Mahram (3)
Hukum Mendirikan Bank ASI
Setelah memperhatikan pembahasan yang lalu, bahwa pendapat yang lebih kuat yaitu pendapat yang tidak membolehkan menjual ASI manusia, maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa mendirikan bank yang mengumpulkan ASI wanita ke dalam satu wadah yang dicampur antara satu dengan lainnya adalah haram. Ini dikarenakan ASI tersebut berasal dari anggota tubuh manusia dan manusia beserta seluruh tubuhnya dimuliakan, maka tidak boleh menjadikan bagian tubuhnya itu sebagai barang jual beli.
Selain itu terlihat efek yang buruk dari pendirian bank ASI ini, karena akan membawa bahaya kepada umat manusia, mulai dari bahaya fisik sampai rusaknya hubungan darah antara manusia dikarenakan bank susu tersebut tidak bisa mengontrol sejauh mana pembelian dan penjualan ASI tersebut.
Karlany berkata bahwa di dalam pembolehan menjual susu manusia itu ada kemunkaran karena bisa menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual di bank ASI tersebut. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya, yaitu terjadinya percampuran nasab. Sementara Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa jika berseberangan antara kemudharatan dan kemaslahatan maka diutamakan menolak kemudharatan. Seorang manusia dibenarkan untuk mengerjakan ibadah yang berat sesuai dengan apa yang mudah bagi dia, namun syariat Islam tidak pernah membenarkan seseorang mendahulukan kemunkaran apalagi yang merupakan dosa besar.
Jalaluddin As-Suyuthi (911 H/1505 M) di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah “dharaarun la yuzaal bidh dharaari” kemudaratan itu tidak dapat tertolak dengan kemudharatan pula bahkan akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudharatan, maka memberi ASI bayi dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudharatan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudharatan kecuali kemudharatan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika di mana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat dengan perkataan Ibn Kataany yang mengatakan bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.
Sebagian Ulama Kontemporer yang Membolehkan Bank ASI
Kami akui bahwasannya sebagian ulama kontemporer membolehkan bank ASI ini. Mereka beralasan:
- Bahwa kata radha’ (menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum asinya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap payudara bukanlah disebut menyusui maka efek dari penyusuan model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
- Yaitu alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab di mana mereka memberi ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyususi kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.
Jawaban dari dua pendapat di atas
Kedua pendapat di atas dapat dijawab sebagai berikut:
- Bahwa makna ridhaa’ lebih luas dari apa yang telah disebutkan tadi, makna menyusui adalah meminum air ASI bagaimanapun caranya. Kasaany berkata, bahwa kata kata ridhaa’ tidak terbatas pada menyusui melalui payudara saja, bahkan orang Arab berkata, “yatiimun radhii’un” seorang anak yatim meminum susu. Walaupun yang diminum itu adalah susu sapi atau kambing.
Alawis di dalam Badaai’i Shanaai’i mengatakan bahwa seorang perempuan dikatakan menyusui jika ia memiliki anak susuan. Menyusui menurut bahasa ialah menghisap payudara. Sedangkan menurut syariat ialah seorang bayi menyampaikan ASI dari payudara wanita kemulutnya atau kehidungnya (melalui selang). Jadi yang dikehendaki oleh syariat ialah bukan pada cara meminumnya tetapi hasil dari minuman tersebut.
- Hukum syariat ditetapkan oleh syariat, bukan melalui makna bahasa. Maka tidak ada bedanya antara cara bayi meminum susu tersebut, yang perlu diketahui adalah susu tersebut akan masuk ke wadah penyimpanan makanan pada tubuh bayi dan akan menjadi gizi bagi bayi tersebut dan kemudian akan menghasilkan pertumbuhan pada bayi.
Maka dari keterangan di atas kita mempertanyakan kembali hukumnya menyusui dengan cara seperti dituangkan obat kedalam hidung atau ke dalam mulut baik melalui infuse atau lainnya. Ulama ada dua pandangan di dalamhal ini.
Hukum ini dikembalikan, apakah haramnya menyusui itu hanya dengan menghisap payudara saja? Maka ada dua pendapat ulama:
- Tetap akan mengharamkan pernikahan dengan ibu susu atau saudara sesusuan. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama seperti Hanafi, pendapat kuat di dalam madzhab Maliki, Syafi’i dan pendapat yang kuat pada Hanbali serta sependapat juga imam Tsaury.
- Penyusuan model ini tidak mengharamkan pernikahan, dan ini pendapat sebagian penganut Madzhab Maliki dan juga salah satu pendapat lemah pada Madzhab Hanbali dan juga Madzhab Dzahiri. Ibn Rusyd berkata bahwa pangkal permasalahnnya adalah pada keadaan ASI jika disalurkan melalui model infuse atau suntik apakah ia akan sampai ke kerongkongan bayi atau tidak.
Dalil Kedua Pendapat Diatas
Dalil pendapat pertama:
Pemegang pendapat pertama berdalil dengan sunnah dan logika.
- Dalil Sunnah: Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthni dari Ibnu Mas’ud bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak disebut menyusui kecuali apa yang dapat menumbuhkan tulang dan daging dikarenakan penyusuan tersebut”.
Hadits diatas menunjukkan kepada kita bahwa penyusuan yang dapat mengharamkan pernikahan adalah apa yang dengan susuan tersebut dapat menumbuhkan daging atau tulang. Jadi pada masalah infuse atau suntik tadi tentu hal ini terjadi. Namun hadits di atas menurut para ulama adalah hadits yang lemah karena ada perawinya yang tidak dikenal.
Pada riwayat lain, oleh bukhari dan Muslim dan lainnya dari Aisyah bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam masuk ke rumah Aisyah dan di situ ada lelaki lain sedang berada di dekat Aisyah, maka berubahlah rona wajah Rasul karena tidak senang melihat kejadian tersebut. Lalu Aisyah berkata bahwa dia (baca: lelaki tersebut) adalah saudaraku. Maka Rasul bersabda, ”lihatlah apa hubungan persaudaraan kalian karena penyusuan itu dibolehkan karena kelaparan.”
Dari hadits di atas sangat jelas bahwa menyusui yang dapat mengharamkan pernikahan adalah susuan yang dapat menghasilkan pertumbuhan dengan cara apapun dia.
- Adapun dali secara logika yaitu walaupun menggunakan metode penyuntikan dan infus, ASI tersebut akan tetap berefek seperti jika menghisap langsung maka keadaan seperti itu adalah haram.
Dalil Pendapat Kedua
Kelompok pendapat kedua yang mengatakan bahwa metode melalui penyuntikan atau infuse tidak menyebabkan haramnya pernikahan adalah dalil Al-Quran, Sunnah, Atsar dan logika.
- Dalil Al-Quran (QS. Al-Nisa: 23) Ibn Hazm berkata mengenai ayat tersebut, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul tidak mengharamkan pernikahan kecuali karena adanya penyusuan dan penyusan itu hanya terjadi bila bayi menghisap langsung dari payudara perempuan.
Pendapat Ibn Hazm dapat dibantah, bahwa yang dikehendaki oleh syariat bukanlah cara meminumnya namun hasilnya maka proses demikian tetap akan mengharamkan pernikahan.
- Dalil dari Atsar adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdur Razaq dari Ibnu Juraij berkata: “Atha ditanyai tentang jika ASI disuntikkan atau melalui infuse apakah diharamkan menikahinya? Atha menjawab, ”Aku tidak pernah mendengar itu diharamkan.”
- Dalil logikanya ialah ASI yang disuntikkan itu seumpama ASI yang masuk melalui luka maka tidak diharamkan pernikahan karenanya.
Pendapat ini dapat kita bantah, jika ASI yang masuk melalui infuse atau suntik itu bisa menjadi gizi bagi bayi dan dapat menjadi pembantu pertumbuhannya, namun jika melalui luka masuknya itu tidak dapat terjadi. Maka menyamakan ASI masuk melalui luka dan melalui suntik tadi adalah qiyas yang tidak tepat.
Pemberian ASI melalui infuse itu dapat mengharamkan perkawinan dan itu adlah madzhab jumhur.
Pendapat yang kuat
Setelah kita melihat dalil yang diajukan kedua madzhab di atas maka kita bisa menimbang pendapat mana yang lebih kuat argumentnya, maka menurut kami pendapat yang pertama yang mengatakan bahwa pemberian ASI melalui infuse itu dapat mengharamkan perkawinan dan itu adlah madzhab jumhur. Karena menyusui itu sendiri tidak diteliti melalui bahasa namun melalui syariat dan syariat menjelaskan bahwa yang menjadi sebab ASI itu haram bukan pada cara menyusuinya namun pada hasil dari menyusui tersebut yaitu pertumbuhan pada bayi. Adapun hukum melalui alat yang disambungkan melalui infuse yang disambungkan ke mulut sama saja dengan apa yang disambungkan ke hidung dan hukumnya juga sebagimana telah kami sebutkan di atas.
Sedangkan bagi mereka yang berpendapat bahwa susuan itu dilihat kadarnya maka ini terbantahkan karena sangatlah sulit untuk meneliti hal tersebut. Karena di dalam konteks bank ASI ini ASI telah bercampur dan kita tidak mengetahui berapa persentase ASI seseorang di dalam ASI yang dibeli tersebut. Maka tidak ada pembatasan susuan pada masalah ini.
Kemudaratan Yang Disebabkan Pendirian Bank Asi
Pendirian bank ASI sebagaimana penulis sebutkan akan membawa akibat yang tidak baik dan berbahaya bagi kita dan juga umat Islam. Di bawah ini penulis akan menyebut beberapa kemudaratan yang sangat menonjol dari proses bank ASI:
1. Pendirian bank ASI merupakan pintu dosa, baik itu kepada penjual atau pembeli.
2. Bank ASI mengumpulkan ASI dari berbagai jenis golongan sehingga sangat mungkin berakibat fatal terhadap bayi yang meminum ASI tersebut, karena pertumbuhan bayi juga ditentukan oleh kualitas ASI yang dikonsumsi maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menganjurkan agar manusia tidak menyusui pada orang yang lemah pemikirannya (idiot) karena akan membawa pengaruh pada dirinya. Selain itu bank ASI juga mencampur antara ASI dari orang Islam ataupun kafir, dari orang yang baik atau buruk akhlaknya sehingga mengakibatkan terjadinya pewarisan mental yang tidak baik pada bayi.
Di dalam masalah ini Ibnu Qudamah di dalam kitab al-Mughni: 11/346 menyebutkan, Abu Abdullah memakruhkan seorang bayi menyusui ASI wanita musyrik atau wanita yang bermaksiat. Umar Ibn Khattab dan Umar Bin Abdul Aziz berkata bahwa penyusuan itu akan membawa pengaruh, maka janganlah menyusui dari orang Yahudi, Nasrani dan penzina dan juga tidak dari golongan dzimmy karena ASI dari pelaku maksiat dapat saja mendorong bayi tersebut untuk melakukan maksiat di kemudian hari. Dan menyusui dari orang musyrik bisa saja membawa kita cenderung kepada agamanya.
3. Timbulnya penyakit. Merupakan hal yang sangat masuk akal jika wanita yang diambil asinya oleh bank ASI merupakan wanita yang tidak sehat dan mengidap penyakit tertentu bahkan bisa saja penyakit yang kronis. Hal ini akan mengakibatkan bayi yang meminum asinya akan tertular juga penyakit tersebut. Bahkan kadang kala penyakit tersebut tidak dapat diobati dengan kecanggihan ilmu kedokteran sekarang. Seperti penyakit HIV-AIDS misalnya dan pakar kedokteran juga telah mengingatkan bahwa penyakit ini bisa menular melalui konsumsi ASI yang tidak baik atau terlebih dahulu tertular.
4. Bercampurnya keturunan yang mengakibatkan rusaknya perkawinan dan lahirnya generasi yang lemah melalui perkawinan tersebut. Karena ditakutkan nanti seorang lelaki akan mengawini wanita yang merupakan saudara sesusuannya namun mereka tidak menyadarinya karena bank susu ini.
Bahaya munculnya Bank ASI: Bercampurnya keturunan yang mengakibatkan rusaknya perkawinan dan lahirnya generasi yang lemah melalui perkawinan tersebut.
5. Menguji kemulian perempuan. Otoritas gender yang saat ini kita dengar sangat keras bergaung akan semakin terhina jika proses bank ASI ini berjalan. Betapa tidak, di dalam proses pembelian ASI oleh bank ASI, pekerja akan memerah ASI dari wanita seperti mereka memerah susu binatang. Apakah ini suatu kehormatan?
6. Menjual aurat tanpa dharurat. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam proses pembelian ASI para pekerja akan melihat aurat perempuan yang menjual asinya dan pekerja ini biasanya lelaki. Apakah ini tidak memalukan? Bagaimana bisa perempuan tidak bisa menjaga mahkotanya?
7. Menyia-nyiakan karunia ASI yang telah diberikan oleh Allah.
8. Mengambil ASI melalui alat-alat tertentu adalah membahayakan bagi seorang wanita dan ini dapat menghilangkan hormon ASI tersebut sehingga ASI itu nantinya tidak bisa dimanfaatkan lagi. Wallahu a’lam
Bijaklah Bersikap Demi Anak
Akan jauh lebih indah bila donor ASI ini didapatkan dari ibu susu langsung, sebagaimana dahulu Halimatus Sa’diyah menyusui bayi kecil bernama Muhammad Bin Abdillah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Ada kedekatan emosi di sana plus kualitas pendonor bisa diketahui langsung, bukan hanya nama pada tabung botol susu saja. Dengan menyusui langsung, seorang ibu susu dengan jelas mengetahui siapa saja bayi-bayi yang pernah disusuinya. Bilapun hal ini sulit untuk dilakukan dan terpaksa menggunakan bank ASI, seyogyanya seorang ibu teliti dan tersambung dengan pendonor sehingga tersambung silaturahim di antara mereka.
Ingat, kualitas ASI seorang ibu tidak hanya diukur makanan sehat apa saja yang dikonsumsinya, merokok atau tidak, dan minum alkohol atau tidak. Tapi dari mana ibu tersebut mendapatkan sumber makanan yang dikonsumsinya juga seharusnya menjadi perhatian seorang muslim ketika ia memutuskan membeli ASI dari bank ASI. Karena tidak sama sayur yang dimakan dari uang halal dengan sayur yang didapat dari uang haram. Jangan sampai bayi yang masih suci tersebut terkontaminasi oleh kecerobohan orang tua yang memberinya ASI dari seorang ibu pendonor yang ternyata membeli bahan makanan dari uang hasil korupsi.
Seorang ibu yang air susunya tidak keluar bisa mengambil teladan dari pengalaman Rasulullah Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam. Anaknya yang masih bayi dan butuh ASI bisa dititipkan pada seorang ibu yang sudah dikenal baik kualitas diri dan dien-nya. Upah diberikan karena begitulah Islam mengatur untuk seseorang yang menyusui bayi yang bukan bayinya sendiri. Bila si ibu kandung tidak tega berjauhan dengan si anak, bisa juga perempuan yang menyusui itu dipanggil ke rumah dan menyusui di dalam rumah tersebut. Seluruh kebutuhannya dipenuhi plus juga upah bersih untuk si ibu susu tersebut.
Timbangan syariat adalah hal yang membedakan seorang muslim dengan non muslim. Begitu juga dalam hal donor ASI melalui bank ASI. Seorang ibu yang bijak adalah sosok ibu yang akan sangat berhati-hati terhadap apa pun yang masuk ke dalam perut anaknya. Tidak sembarangan ASI bisa dan boleh dikonsumsi si bayi berbekal sebuah nama tertera dalam botol tanpa tahu dengan jelas identitas lanjutan dari pendonor dan siapa saja bayi lain yang telah mengkonsumsinya. Akhir kata, ayo para ibu dan bapak, gerakan peduli ASI ini kita barengi dengan peduli syariat agar generasi mendatang tumbuh bukan hanya sehat badannya tapi juga jiwa dan imannya. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwami Sabiil.
Demikianlah tulisan singkat ini penulis paparkan, moga dicatat sebagi amal bagi penulis dan dapat bermamfaat bagi kita semua baik di dunia dan di akhirat. Hanya kepada Allah penulis memohon petunjuk dan ampunannya atas kesalahan yang mungkin saja penulis lakukan di dalam menyelesaikan risalah ini. Kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan agar tercipta ukhwah dan saling nasehat menasehati diantara kita. (PurWD/voa-islam.com)
Tulisan Terkait:
1. Donor ASI Melalui Bank ASI akan Merancukan Hubungan Mahram (1)
2. Donor ASI Melalui Bank ASI akan Merancukan Hubungan Mahram (2)
3. Donor ASI Melalui Bank ASI akan Merancukan Hubungan Mahram (3)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!