Selasa, 17 Jumadil Akhir 1446 H / 5 Oktober 2010 12:14 wib
27.729 views
Carilah Ilmu Agama, Karena Ilmu Agama Adalah Cahaya
Oleh: Badrul Tamam
Di tengah-tengah zaman materialisme, standar kemuliaan masyarakat beralih kepada materi. Siapa yang memiliki dunia lebih banyak dia terlihat lebih mulia. Itulah anggapan dan standar yang kini diterapkan. Akibatnya masyarakat akan melakukan apa saja dan apa saja yang dilakukannya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, sehingga mereka terlihat mulia.
Salah satu dampak yang nyata adalah semangat dalam belajar dan menuntut ilmu terarah kepada materi duniawi. Artinya ketika memilih tempat pendidikan yang menjadi orientasi adalah bagaimana bisa mendapatkan kemakmuran duniawi. Seperti mendapatkan pekerjaan yang mapan, memiliki jabatan yang tinggi, atau bisa membuka usaha yang prospektif, atau bisa melanjutkan bisnis keluarga. Sehingga untuk mendalami ajaran Islam dikesampingkan karena tidak menjanjikan progress materialis. Akibatnya banyak umat Islam yang tidak lagi memahami ajaran agamanya, tidak memahami perintah dan larangan Allah bagi dirinya, dan jika beribadah kepada Allah maka ibadahnya tidak di atas ilmu.
Wahai kaum muslimin, bertakwalah kepada Allah dan perdalamilah agama Allah 'Azza wa Jalla agar kalian bisa beribadah kepada Allah di atas ilmu dan petunjuk-Nya. Sesungguhnya tidak sama antara orang yang memiliki ilmu dan yang tidak. Siapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan dan menjadi baik maka Allah akan menjadikannya paham terhadap aturan Islam.
Sesungguhnya memahami agama Allah adalah cahaya yang akan menerangi jalan hamba untuk menuju kepada-Nya dalam beraqidah, beribadah, berakhlak, dan bermu’amalah. Dengan ilmu, seorang hamba mengetahui apa yang harus diyakininya tentang Tuhannya. Dengan ilmu, dia akan tahu bagaimana menyembah kepada-Nya. Dengan ilmu, dia tahu bagaimana berwudlu, mandi, shalat dan berzakat. Dengan ilmu, dia tahu bagaimana cara berpuasa, haji, dan umrah. Dengan ilmu, dia akan mampu membedakan yang hak dan yang batil, halal dan haram, wajib dan sunnah, juga antara yang baik dan buruk.
Dengan ilmu, seorang muslim akan tahu bagaimana bergaul dengan manusia, bagaimana berbakti kepada orang tua, dan menyambung kekerabatan. Dengan ilmu juga dia akan tahu bagaimana memperlakukan temannya dan bagaimana menyikapi musuhnya.
Dengan ilmu dia akan tahu bagaimana berinteraksi dengan manusia dalam jual beli, sewa, gadai, memberi jaminan, membayar dan menagih hutang. Sesunggunya Allah merahmati orang yang mudah (pemurah dan toleran) apabila dia menjual, membeli, membayar hutang dan menagihnya.
Dengan ilmu, dia akan memahami kewajibanya sehingga akan menunaikan kepada pemiliknya. Dengan ilmu juga, dia akan tahu hak-haknya sehingga dia bisa menuntut atau melepaskannya.
Dengan ilmu dia akan tahu bagaimana berwasiat setelah meninggal, bagaimana mendermakan hartanya, bagaimana menikah dan bagaimana bercerai. Dengan ilmu dia akan tahu tentang pembagian warisan yang telah Allah tetapkan bagi ahli waris setelah seninggalnya. Dengan ilmu, seseorang akan berjalan dengan benar sesuai petunjuk ketika marak kejahilan, fitnah, dan kerusakan.
Dengan ilmu seorang ‘alim (yang berilmu) bisa menunjuki manusia kepada shiratal mustaqim (jalan yang lurus) dan menjelaskan manhaj yang benar. Tidaklah harta, pangkat, dan kedudukan yang dicari orang lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu agama. Bacalah firman Allah Ta’ala:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Dan bacalah sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah, no. 4867)
Wahai saudaraku, siapa di antara kita yang diberi kesempatan untuk mendalami ilmu agama dan memahaminya maka itu yang lebih baik. Dan itu merupakan nikmat yang besar dan pandapatan yang tak ternilai. Dan mengisi waktu untuk menuntut ilmu berarti mengisi waktu untuk berjihad di jalan Allah. Terlebih pada zaman sekarang ini, -di mana para alim sudah sedikit, orang yang paham dien sudah jarang, sementara pencari dunia sangat banyak dan mayoritas orang berorientasi ke sana- maka perintah untuk mendalami ilmu lebih ditekankan. Sehingga dia bisa menyebarkan ilmunya di tengah-tengah yang berkubang dalam kejahilan, mengeluarkan mereka dari syirik, bid’ah dan maksiat menuju tauhid, sunnah, dan ketaatan.
Wahai saudaraku, namun siapa di antara kita yang tidak bisa fokus mendalami ilmu-ilmu agama, hendaknya dia ikut mendengarkan kajian ilmu dan duduk di majlis-majlis ilmu sehingga dia mendapatkan manfaat dan bisa memberikannya kepada yang lain. Bagi ahli ilmu, hendaknya mereka menyempatkan diri untuk bermajlis dengan manusia, mengajarkan ilmu kepada mereka, dan membuka forum tanya jawab dan diskusi sehingga umat mendapatkan banyak faidah dan manfaat darinya.
Kemudian bagi siapa yang tidak sempat untuk menghadiri majelis ilmu dan mendengarkan kajian, maka bertanyalah kepada ulama tentang perkara-perkara pokok dalam Islam yang tidak boleh jahil terhadapnya. Lalu jika dia meminta fatwa dalam satu masalah kepada seorang alim yang lurus dan terpercara, lalu dia memberikan fatwanya, hendaknya diambil fatwa tersebut dan tidak boleh menuruti hawa nafsunya dalam masalah ini, walaupun dia tidak cocok. Karena ada sebagian orang yang meminta fatwa kepada orang alim, lalu sang alim memberikan fatwanya yang tidak sesuai dengan selera orang tersebut, maka dia pergi kepada orang alim kedua, ketiga, dan seterusnya sampai dia mendapatkan yang cocok dengan seleranya. Orang seperti ini telah mempermainkan agama Allah, mengikuti hawa nafsunya, bukan petunjuk.
Namun, jika dia meminta fatwa kepada seorang alim lalu dia mengeluarkan fatwanya, kemudian setelah dia belajar dan mendengarkan kajian para ulama lain bahwa fatwa orang alim yang pertama menyalahi Al-Qur’an dan sunnah maka dia boleh meninggalkan fatwa tersebut. Bahkan, wajib baginya meninggalkannya dan mengambil pendapat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah.
Wahai saudaraku, perhatikan ilmu dan berusahalah mendapatkannya. Semangatlah untuk mencarinya dengan segenap kemampuanmu, karena ilmu menjadi kunci kebahagiaan di dunia dan akhriat.
Allah Ta’ala berfirman,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ () خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ () اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمُ () الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ () عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
الرَّحْمَنُ () عَلَّمَ الْقُرْآنَ () خَلَقَ الإِنْسَانَ () عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
“(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur'an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara.” (QS. Al-Rahmaan: 1-4) semua ayat ini dan semisalnya menjelaskan tentang keutamaan ilmu.
Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu agar Engkau menganugrahkan kepada kami ilmu yang bermanfaat, menjadikan manfaat dari setiap yang Engkau ajarkan kepada kami, dan menambah untuk kami karunia dan ilmu. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. (PurWD/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!