Selasa, 21 Syawwal 1446 H / 2 November 2010 02:56 wib
2.460 views
Lawan Obama, Israel Lahirkan Tea Party Sendiri

Aktivis sayap kanan Israel membawa papan-papan berisi tulisan penentangan terhadap Presiden AS, Barack Obama selama aksi unjuk rasa yang digelar di depan Kedutaan AS di tel Aviv pada 11 Oktober 2010. (Foto: Reuters)
TEL AVIV (Berita SuaraMedia) – Tak hanya di Amerika Serikat, di Israel pun kini muncul gerakan Tea Party yang menentang Presiden AS Barack Obama dalam pemilihan paruh masa pemerintahan, Selasa mendatang. Tapi, agaknya Tea Party versi Israel tersebut tidak terlalu populer . Pasalnya, dalam sebuah ajang bertajuk "Katakan Tidak pada Obama" di Israel, yang hadir hanya 100 orang pendukung.
Tidak tampak ada polisi yang berjaga di luar bangunan, parkir kendaraan pun mudah dilakukan di pusat Kota Tel Aviv yang terkenal padat saat mantan deputi Knesset, Michael Kleiner, seorang mantan deputi Knesset, anggota dari blok Likud yang dipimpin Benjamin Netanyahu, meresmikan gerakan itu.
"Ini adalah sebuah pesan kepada presiden Amerika Serikat. Dalam hubungan antardemokrasi, Anda tidak bisa memaksa orang melakukan hal-hal yang tidak mereka pilih," kata Kleiner kepada para wartawan.
Peluncuran gerakan Tea Party versi Israel tersebut bukan merupakan pertanda pecahnya partai sayap kanan, katanya. Gerakan itu hanya dimaksudkan untuk membantu Netanyahu menolak tekanan Obama agar tunduk pada persyaratan yang ditetapkan Palestina agar pembicaraan damai bisa dilanjutkan kembali.
"Obama akan menggunakan dua atau tiga bulan ke depan untuk mematahkan lengan Netanyahu, bukan cuma membengkokkannya," kata Kleiner memperingatkan.
Seperti para anggota Partai Likud lainnya, para pendukungnya mendukung pengembangan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat terjajah dan menolak seruan AS agar melanjutkan pembekuan sebagian yang diperintahkan bulan November tahun lalu untuk membuka pintu pembicaraan langsung yang diakhiri sebulan lalu.
Untuk sesaat, Tea Party Israel hanya sebuah pergerakan akar rumput yang bertujuan mendukung Netanyahu, kata Kleiner. Tapi, gerakan tersebut juga siap "bercerai" dari Netanyahu jika sang perdana menteri tunduk pada tekanan dari Amerika.
Obama memang tidak populer di mata banyak warga Israel yang yakin sang presiden AS bersimpati terhadap Palestina, hal itu tampak dari hasil sejumlah jajak pendapat.
Saat peluncuran di sebuah auditorium sederhana yang dihiasi balon-balon merah dan hitam dan 130 kursi, pihak penyelenggara memang tidak mengharapkan banyak yang hadir dalam ajang menentang Obama itu.
Tapi, itu baru awalnya, kata Boaz Arad, seorang anggota Tea Party dari Jerusalem Institute for Market Studies (JIMS).
Dorongan Obama untuk meneruskan kesepakatan damai di Timur Tengah yang akan menciptakan negara Palestina merdeka yang berdampingan dengan Israel merupakan target awal peluncuran gerakan, katanya. Tapi, ia menambahkan bahwa ada tujuan-tujuan lebih lanjut.
"Sudut pandang kami jauh lebih luas. Israel butuh pergerakan kapitalis untuk membebaskan perekonomian dari beban pajak yang tinggi, pengeluaran pemerintah yang tinggi dan pemerintahan yang tergolong gemuk," katanya dalam sebuah pesan yang pasti akan dikenali oleh anggota Tea Party AS.
Sebuah indeks yang dihitung institut itu menunjukkan bahwa setelah pajak tahunan dibayarkan, rakyat Israel "mulai bekerja juntuk diri mereka sendiri baru setelah 22 Juni tahun ini," kata Arad, seorang peneliti di JIMS.
"Kami membutuhkan gerakan ini untuk mengingatkan pemerintah bahwa mereka ada di sini untuk melayani rakyat, bukan sebaliknya," tambahnya.
Hasil jajak pendapat di Amerika Serikat mengindikasikan bahwa sentimen serupa di antara warga AS bisa memunculkan akibat buruk bagi Partai Demokrat Barack Obama dalam pemilihan paruh masa jabatan, Selasa, untuk Dewan Perwakilan Rakyat dan sepertiga dari Senat AS.
Pada hari Minggu, Netanyahu menegaskan akan menemui Wakil Presiden AS Joe Biden, setelah hasil akhir pemilihan diketahui pekan depan, dalam acara Majelis Umum Federasi Yahudi Amerika Utara. Ia mengatakan akan membahas bagaimana cara menghidupkan kembali negosiasi perdamaian yang terhenti.
Rangkaian pembicaraan langsung baru antara Israel dan Palestina berlangsung di Washington pada 2 September, namun pembicaraan itu hanya berumur beberapa minggu setelah pemerintahan Israel menolak memperpanjang pembatasan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat yang diterapkan selama 10 bulan, meski sejatinya pembekuan itu tidak digubris oleh para pemukim ekstremis.
Pemimpin Fatah, Mahmoud Abbas menginginkan pembekuan pembangunan jika Israel ingin melanjutkan pembicaraan. [suaramedia.com/dn/reu]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!