Ahad, 24 Syawwal 1446 H / 22 Agutus 2010 11:30 wib
2.026 views
Fitnah Panjang Selimuti Perjalanan Imam New York

NEW YORK (Berita SuaraMedia) - Kehebohan soal rencana pendirian Masjid dan pusat Islam dekat Ground Zero membuat Imam Faisal Abdul Rauf berada dalam situasi sulit: Pada saat ia difitnah di Amerika Serikat karena mempelopori proyek tersebut, saat itu ia sedang bepergian ke Timur Tengah dalam misi Departemen Dalam Negeri sebagai simbol kebebasan beragama di Amerika.
Beberapa pengkritik imam Amerika tersebut mengatakan mereka takut ia menggunakan perjalanan yang didanai oleh para pembayar pajak untuk mengumpulkan uang dan mencari dukungan dari dunia Muslim untuk Masjid tersebut.
"Saya pikir tidak ada tempat untuk hal ini," ujar Franklin Graham, anak penginjil Billy Graham dan termasuk orang yang menentang pusat Islam dan Masjid tersebut. "Bisakah Anda bayangkan jika Departemen Dalam Negeri membayar untuk mengirim saya dalam perjalanan kemanapun?" Pemisahan antara gereja dan negara bagian - kritikan akan bertebaran di mana-mana."
Dalam acara pertamanya hari Jumat lalu di Bahrain, Teluk Persia, Rauf menolak untuk membahas kehebohan seputar rencara pembangunan pusat komunitas yang berada dua blok dari situs World Trade Center. Juru bicara Departemen Luar Negeri P.J. Crowley mengatakan Rauf mengerti bahwa ia tidak dapat mengumpulkan dana untuk proyeknya dalam perjalanannya selama 15 hari tersebut.
Proyek 13 cerita bernilai 100 juta dolar tersebut mencontoh YMCA dan Pusat Komunitas Yahudi. Rauf dan istrinya, Daisy Khan, wakil pimpinan proyek tersebut, memiliki catatan panjang pencapaian antar agama dan bersikukuh bahwa pusat tersebut akan menawarkan perdamaian.
Pihak lawan telah mengutuk rencana tersebut sebagai penghinaan terhadap keluarga yang kehilangan anggota keluarganya tercinta dalam peristiwa 9 September 2001, dan sensitibilitas sebuah bangsa masih terkait dengan luka atas serangan tersebut. Beberapa kritikus menuduh Rauf diam-diam menyimpan pandangan ekstrimis. Perselisihan ini telah memunculkan debat nasional tentang kebebasan beragama dan nilai-nilai Amerika dan menjadi topik dalam jejak kampanye pemilihan tahap pertengahan mendatang.
Di New York, Khan mengatakan pihak penyelenggara tetap sesuai dengan rencana mereka dan tidak mempertimbangkan untuk membatalkan ataupun mengubah lokasi.
"Membatalkan rencana itu sungguh bukan pilihan sama sekali," ia mengatakan pada kantor berita Associated Press dalam wawancara lewat telepon.
Rauf belum memberikan komentar atas kontroversi tersebut sejak mencuat awal musim panas ini.
Selama kunjungannya ke Bahrain, ia memimpin sholat Jumat di Masjid tetangga dekat ibukota Manama, kemudian mengatakan bahwa pandangan agama radikal menampakkan ancaman keamanan baik di Barat maupun di dunia Muslim.
"Topik ekstrimisme ini adalah sesuatu yang telah menjadi masalah keamanan nasional - bukan hanya bagi Amerika Serikat tapi juga bagi banyak negara di dunia Muslim," ujar Rauf. "Itulah kenapa perjalanan khusus ini sangat penting."
Ia juga mengatakan ia sedang berusaha untuk "mengislamkan Amerika." Ia tidak memberikan rincian atas perkataan tersebut tapi ia mencatat bahwa interpretasi yang berbeda atas agama sudah ada dalam keberadaan agama itu selama 1.400 tahun.
"Prinsip dan ritual yang sama ada dimana-mana, tapi apa yang terjadi di wilayah yang berbeda adalah adanya perbedaan interpretasi," ujarnya. "Jadi kami menyadari bahwa warisan kami memungkinkan untuk mengekspresikan kembali prinsip internal agama kami dalam jaman budaya dan tempat yang berbeda."
Ini merupakan perjalanan keempat Rauf ke wilayah tersebut, yang didanai oleh Amerika, menurut Departemen Dalam Negeri. Ia bepergian dua kali ke Timur Tengah di tahun 2007 selama masa pemerintahan Presiden George W. Bush dan sekali pada awal tahun ini. Sebagai bagian dari perjalanan terbarunya, Rauf juga akan mengunjungi Qatar dan Uni Emirat Arab selama Ramadhan untuk membicarakan tentang kehidupan Muslim di Amerika.
Perjalanan tersebut diperkirakan menghabiskan biaya sekitar 16.000 dolar dan didanai oleh Biro Program Informasi Internasional milik Departemen Dalam Negeri, yang sudah ada dalam suatu bentuk atau yang lain selama beberapa dekade. Tujuannya adalah untuk menjalin pertemanan untuk Amerika di luar negeri lewat pertukaran budaya dan pendidikan yang melibatkan semua orang mulai dari penari hingga ilmuwan, hingga ke pemimpin berbagai agama.
Beberapa pemimpin Muslim Amerika yang pernah bepergian ke luar negeri untuk Departemen Dalam Negeri mengatakan mereka seringkali ditanyai tentang diskriminasi atas Muslim di Amerika Serikat. Mereka mengatakan mereka mengakui bahwa prasangka semacam itu memang ada, tapi mereka juga menekankan bahwa banyak pemimpin agama-agama lain, termasuk Yahudi dan penginjil Kristen, melindungi hak Muslim untuk menjalankan kepercayaan mereka.
"Ada saatnya ketika kelompok divisi agama menegakkan kepala mereka, tapi inti yang saya maksud adalah ketika orang bertanya pada saya hal itu adalah bahwa kebebasan beragama menang," ujar Eboo Patel, seorang Muslim Ameirka yang diminta berpartisipasi dalam program penceramah selama pemerintahan Bush.
Patel mengatakan tidak ada pelatihan dari Departemen Luar Negeri dan tidak seorangpun mengajarinya apa yang harus dikatakan.
Rauf akan mendapat honorarium harian sebesar 200 dolar untuk tur tersebut. biaya penerbangan juga termasuk, seperti juga pengeluaran standar pemerintah untuk pengeluaran dan penginapan di tiap kota yang akan ia kunjungi, ujar Crowley. Pengeluaran harian itu berkisar antara 400 hingga sekitar 500 dolar. (raz/msn) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!