Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 29 Juni 2010 11:45 wib
2.164 views
Gara-Gara AS Indonesia Berpotensi Kehilangan USD6 Juta Lebih
JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Pemberlakuan larangan impor rokok kretek di Amerika Serikat (AS) berpotensi mengikis pendapatan ekspor rokok kretek Indonesia ke AS lebih dari USD6 juta.
Berdasarkan data Laporan Bulanan Realisasi Ekspor Hasil Tembakau dengan fasilitas tidak dipungut cukai, berdasarkan dokumen CK- 8 yang diterima dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Jakarta, pada 2008 lalu ekspor hasil tembakau berupa SKM (Sigaret Kretek Mesin) ke Amerika, tercatat 298.932.400 batang atau senilai USD6,662 juta, sedangkan pada tahun 2009 tercatat 267.308.800 batang atau senilai USD6,451 juta.
"Sementara itu di 2010, nihil!," ujar Kepala Biro Humas Ditjen Bea dan Cukai Evy Suhartantyo, dalam pesan singkatnya di Jakarta.
Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, bahwa semenjak larangan tersebut diberlakukan di AS pada September 2009 maka automatis ekspor kretek ke AS terhenti.
Berdasarkan urutan tujuan ekspor hasil tembakau dari Indonesia berupa SKM, selain Amerika, di urutan kedua ditempati Belanda, disusul oleh Belgia, Ceko, Hungaria, Inggris, Italia, Jerman, Prancis, Polandia, Rumania, Rusia, Spanyol, dan Swiss.
Data ekspor hasil tembakau berupa SKM ke Belanda, tahun 2008 tercatat 1.772.000 batang atau senilai USD40.436, sedangkan pada 2009 meningkat menjadi 2.448.000 batang atau senilai USD52.124, dan pada 2010 hingga saat ini tercatat sebesar 312 ribu batang atau USD6.814.
Sedangkan ekspor ke Inggris pada tahun 2008 tercatat 216 ribu batang atau senilai USD4.631), 2009 meningkat sebesar 714 ribu batang atau USD15.780, dan pada 2010 sampai saat ini sudah mencapai 80 ribu batang atau USD1.739. "Arab tidak potensial," tandasnya.
Sebelumnya Direktur Pemeriksaan dan Penegahan, Ditjen Bea dan Cukai Frans Rupang menyatakan, yang lebih dikhawatirkan terkait imbas dari larangan impor kretek ini juga akan diterapkan oleh negara lain. Jika hal tersebut terjadi, maka penerimaan negara dari ekspor rokok kretek akan semakin menipis.
Menurutnya, alasan kesehatan yang dipakai Pemerintah Amerika Serikat masih terasa janggal. Untuk itu, para pengusaha pun telah bersepakat untuk melawan kebijakan tersebut.
"Kita tidak tahu dasarnya apa, Assosiasi (rokok kretek) sudah sepakat untuk berjuang sampai ke WTO," tandas Frans.
Ekspor rokok kretek ke AS, menurut Direktur Penindakan dan Penegahan Ditjen Bea Cukai Frans Rupang, juga memberikan kontribusi terbesar dalam ekspor rokok kretek Indonesia ke seluruh dunia sehingga dengan pelarangan itu maka nilai ekspor rokok kretek akan menurun jauh.
"Porsi terbesar yang ke AS itu, dan itu meresahkan eksportir pabrik rokok yang besar-besar itu dan ditakutkan nanti negara lain ikut-ikutan. Rokok kretek ini satu-satunya yang memproduksi adalah Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia pada pekan lalu meminta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk memutuskan sengketa atas larangan penjualan rokok kretek Indonesia ke Amerika Serikat.
Washington telah melarang produksi dan penjualan rokok kretek berdasarkan undang-undang kesehatan yang juga menghalangi penjualan rokok beraroma lain seperti anggur, kopi atau stroberi, dalam upaya untuk mencegah kaum muda dari terjebak pada merokok.
Tapi Indonesia berpendapat bahwa tindakan itu tidak diterapkan secara seragam karena tidak mencakup rokok menthol.
"Indonesia tidak bisa mengerti kenapa rokok mentol dapat terus dijual sementara rokok kretek dilarang," kata seorang utusan Indonesia pada pertemuan Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Menggarisbawahi pentingnya industri rokok kretek terhadap negara, Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa mata pencaharian lebih dari enam juta penduduk Indonesia bergantung langsung maupun tidak langsung pada produksi rokok tersebut.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia dengan hormat meminta agar Badan Penyelesaian Sengketa membentuk panel untuk memeriksa masalah ini.
Permintaan itu ditolak oleh Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa prematur bagi Indonesia untuk mencari arbitrase, mengingat bahwa Washington mempersiapkan sebuah laporan ilmiah yang berkaitan dengan masalah ini.
Berdasarkan prosedur WTO, responden negara dapat menghalangi permintaan pertama untuk panel. Tetapi jika permintaan itu harus diulang, WTO akan membentuk panel untuk memutuskan kasus ini. (fn/ok/ant) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!