Rabu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Juni 2010 10:58 wib
2.095 views
Wartawan Australia Ungkap Kebohongan Video Israel
SYDNEY (Berita SuaraMedia) – Wartawan Sydney Morning Herald, Paul McGeough mengatakan rekaman video yang banyak ditayangkan terkait serangan brutal mematikan Israel terhadap armada kapal bantuan kemanusiaan Gaza telah diedit demi kepentingan Israel.
McGeough ada di atas kapal bantuan bersama dengan seorang jurnalis Fairfax lainnya ketika kapal tersebut diserang awal bulan ini, menewaskan sembilan orang aktivis pro-Palestina.
Kepada program Hack dari triple j, ia mengatakan perlengkapan dan rekaman videonya disita Israel sebelum ia dideportasi.
"Gambar yang ada di berbagai kamera sekarang telah diedit dan dihapus oleh tentara Israel dan dijadikan rekaman peristiwa versi mereka," katanya.
McGeough mengatakan bahwa Fairfax dan aparat Australia mengupayakan agar properti tersebut dikembalikan.
Paul McGeough dan fotografer Kate Geraghty dideportasi dari Israel setelah ditangkap kala Israel menyerang armada bantuan kemanusiaan.
ABC mengetahui bahwa ada satu warga Australia lainnya yang juga tergabung dalam penerbangan yang meninggalkan bandara Ben Gurion, Tel Aviv.
Warga Australia lainnya, Ahmad Luqman, ditembak kakinya dalam penggerebekan tersebut dan dinyatakan tidak cukup sehat untuk bepergian. Dia mendapat perawatan di sebuah rumah sakit. Istrinya, Jerry Campbell, tetap ada dalam tahanan Israel.
Geraghty mengatakan lengannya dipukul dengan alat kejut listrik di lengan dalam penyerangan Israel.
Kepada Sydney Morning Herald dari atas pesawat di bandara Ben Gurion beberapa waktu lalu, McGeough mengatakan: "Kami meninggalkan Israel atas nasihat hukum bahwa kami akan bisa mengajukan banding secara in absentia. Kate sehat-sehat saja, dia dalam tahap pemulihan.
Geraghty mengatakan kepada surat kabar yang sama bahwa Israel melakukan serangan penuh, ia mengungkapkan bahwa tiga prajurit di atas kapal adalah warga berdarah Australia - Israel.
Seorang jurnalis Press TV yang tergabung dalam rombongan armada kapal Freedom Flotilla dan ditahan Israel beberapa waktu lalu juga membeberkan mengenai penganiayaan terhadap para aktivis yang tergabung dalam konvoi bantuan kemanusiaan tersebut dan penyiksaan yang dia alami selama ditahan Israel.
"Kami berjarak 90 mil dari lepas pantai Israel, dan kami sama sekali tidak berada dalam zona militer mereka, yang aslinya berjarak 20 mil, tapi kemudian diperpanjang sendiri menjadi 68 mil," kata Ghani kepada agensi berita Press TV.
Dia membeberkan langkah-langkah yang diambil oleh para aktivis di atas kapal untuk menghalau para penyerang, ia mengatakan para aktivis menggunakan selang air untuk menghalau pasukan Israel.
Sementara itu, helikopter-helikopter militer Israel mendarat di atas dek kapal, sejumlah kapal perang kecil mendekati kapal dari kedua sisi.
Ghani menambahkan pasukan Marinir Israel, yang masing-masing setidaknya dipersenjatai dengan dua senjata, akhirnya mendarat di atas kapal tersebut.
"Mereka turun dan kami mendengar letusan senjata. Pada tahapan ini kami tidak tahu apakah yang mereka tembakkan adalah peluru karet atau amunisi betulan, tapi kami mendengar letusan senjata," katanya, ia menambahkan bahwa para aktivis menggunakan benda apa pun yang ada di tangan, sebagian besar menggunakan tangan kosong untuk membela diri.
Para prajurit Zionis mulai memuntahkan isi senjata mesin mereka ketika menghadapi perlawanan dari para aktivis yang mampu mencegah para prajurit mendekati kamera yang menyiarkan kejadian tersebut secara langsung dari dek utama.
"Ada seorang pria yang ditembak tepat di kepala," kata Ghani. Ia menambahkan bahwa pembantaian tersebut jelas menunjukkan bahwa para prajurit Israel punya cukup waktu untuk membidik sasaran dan keputusan menembak tidak dilakukan atas dorongan atau rasa takut, seperti dilontarkan dalam klaim palsu Zionis.
Menurut Ghani, tembakan tersebut terus berlanjut hingga beberapa saat, bahkan setelah para aktivis menaikkan bendera putih. (dn/ab/sm) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!