Ahad, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Juni 2010 17:40 wib
2.210 views
Hasil Otopsi Jenazah, Bukti Kebengisan Militer Israel
ANKARA (Berita SuaraMedia) – Sembilan pria asal Turki yang dihabisi di atas kapal bantuan kemanusiaan Mavi Marmara ditembak 30 kali dari jarak dekat, hal itu dipastikan dari hasil autopsi jenazah.
Pengungkapan tersebut membalikkan klaim palsu Israel yang menyebutkan bahwa pasukan mereka terlebih dahulu "diserang," oleh karena itu "terpaksa" membalas. Menurut laporan harian Guardian, Israel kini berada di bawah tekanan agar memperbolehkan dilakukannya penyelidikan independen terhadap pembantaian armada bantuan Gaza.
Guardian mengutip hasil autopsi tersebut dan mengatakan para korban tewas diberondong dengan peluru 9mm dari jarak dekat. Lima orang di antaranya meninggal karena tembakan di kepala, kata wakil ketua dewan pengobatan forensik Turki yang melakukan autopsi atas perintah Kementerian Kehakiman Turki.
Haluk Ince, ketua dewan pengobatan forensik di Istanbul mengatakan semua peluru berjenis 9mm, kecuali satu. Mengenai peluru tunggal tersebut, Ince berkata: "Baru kali ini kami melihat materi semacam ini digunakan dalam persenjataan."
"(Peluru) itu hanya sebuah wadah yang berisi banyak butiran peluru kecil yang biasanya dipakai untuk shotgun. Peluru itu menembus kepala pada bagian pelipis dan kami menemukannya menancap di otak."
Hasilnya mengungkapkan bahwa Ibrahim Bilgen, 60, ditembak empat kali di pelipis, dada, pinggul, dan punggung. Seorang pemuda 19 tahun bernama Fulkan Dogan, yang juga berkewarganegaraan AS, ditembak lima kali dari jarak kurang dari 45 sentimeter, masing masing di muka, belakang kepala, dua kali di kaki, dan satu tembakan di punggung. Dua pria lainnya ditembak empat kali, dan lima korban ditembak di pungung atau belakang kepala, kata Yalcin Buyuk, wakil kepala dewan pengobatan forensik.
Selain yang tewas, ada 48 orang yang mengalami luka tembak dan ada enam aktivis yang masih menghilang, tambahnya.
Penemuan tersebut muncul saat semakin banyak korban selamat memberikan kesaksian terkait serangan Israel.
Ismail Patel, ketua kelompok pro-Palestina yang berbasis di Leicester, Friends of Al-Aqsa dan baru kembali ke Inggris, mengisahkan bagaimana dirinya menyaksikan sendiri penembakan fatal tersebut. Ia menyatakan Israel menerapkan kebijakan tembak mati.
Ia menghitung-hitung bahwa dalam bagian paling berdarah dalam serangan tersebut, komando Marinir Israel menembak satu orang setiap menitnya.
Israel mengatakan jumlah peluru yang ditemukan di jenazah para korban tidak memengaruhi fakta bahwa prajurit mereka "membela diri".
"Satu-satunya situasi ketika seorang prajurit menembak adalah ketika dia berada dalam situasi yang mengancam nyawa," kata seorang juru bicara kedutaan Israel di London kepada Guardian.
"Menarik pelatuk dengan cepat bisa mengakibatkan beberapa peluru melesak dalam tubuh yang sama, tapi itu tidak mengubah fakta bahwa mereka (para prajurit) berada dalam situasi yang mengancam nyawa," tambahnya.
Sebelumnya, seorang jurnalis Press TV yang tergabung dalam rombongan armada kapal Freedom Flotilla dan ditahan Israel membeberkan mengenai penganiayaan terhadap para aktivis yang tergabung dalam konvoi bantuan kemanusiaan tersebut dan penyiksaan yang dia alami selama ditahan Israel.
"Kami berjarak 90 mil dari lepas pantai Israel, dan kami sama sekali tidak berada dalam zona militer mereka, yang aslinya berjarak 20 mil, tapi kemudian diperpanjang sendiri menjadi 68 mil," kata Ghani kepada agensi berita Press TV pada hari Kamis.
Dia membeberkan langkah-langkah yang diambil oleh para aktivis di atas kapal untuk menghalau para penyerang, ia mengatakan para aktivis menggunakan selang air untuk menghalau pasukan Israel.
Sementara itu, helikopter-helikopter militer Israel mendarat di atas dek kapal, sejumlah kapal perang kecil mendekati kapal dari kedua sisi.
Ghani menambahkan pasukan Marinir Israel, yang masing-masing setidaknya dipersenjatai dengan dua senjata, akhirnya mendarat di atas kapal tersebut.
"Mereka turun dan kami mendengar letusan senjata. Pada tahapan ini kami tidak tahu apakah yang mereka tembakkan adalah peluru karet atau amunisi betulan, tapi kami mendengar letusan senjata," katanya, ia menambahkan bahwa para aktivis menggunakan benda apa pun yang ada di tangan, sebagian besar menggunakan tangan kosong untuk membela diri. (dn/ni/hz/sm) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!