Kamis, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 22 April 2010 08:47 wib
1.671 views
Al-Nahyan: Penjajahan Iran Sama Saja Dengan Israel
ABU DHABI (SuaraMedia News) – Abdullah Bin Zayed Al-Nahyan, Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, pada hari Selasa mengatakan bahwa Iran tidak berbeda dari Israel yang menjajah tanah Arab.
Menteri luar negeri Uni Emirat Arab tersebut mengatakan bahwa tiga pulau Uni Emirat Arab, Tunb Besar, Tunb Kecil dan Abu Musa, yang dijajah Iran merupakan faktor negatif dalam hubungan kedua negara. Ia juga mengatakan bahwa penjajahan itu adalah hal yang menyakitkan bagi warga negara Uni Emirat Arab.
Hal itu diungkapkan sang menteri ketika menjawab pertanyaan dari anggota Dewan Federal Nasional, atau FNC, dalam sebuah sesi untuk membahas kebijakan-kebijakan Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab.
“Penjajahan tanah Arab adalah penjajahan, dan itu bukan kesalahpahaman. Apa yang dilakukan Israel di Dataran Tinggi Golan, Libanon Selatan, Tepi Barat atau Gaza disebut penjajahan, dan tidak ada tanah Arab yang lebih disayangi dibanding lainnya,” kata Sheikh Abdullah.
“Bagi warga emirat, termasuk saya, berpura-pura bahwa penjajahan Uni Emirat Arab tidak lebih sensitif dibanding tanah Arab terjajah lainnya sama saja membohongi diri sendiri,” kata Sheikh Abdullah. Ia menambahkan, dirinya bukan berupaya membandingkan Israel dan Iran. “Tapi, penjajahan tetaplah penjajahan, dan hal itu melanggar hukum, baik berdasarkan tradisi Arab, Islam atau komunitas internasional.”
“Iran tetap tidak mau mengalah dalam isu tiga pulau tersebut, mereka menolak semua inisiatif yang diajukan Uni Emirat Arab untuk mencari jalan keluar, entah melalui dialog langsung atau ditengahi oleh negara asing,” tambah Sheikh Abdullah.
Ia meminta segenap warga negara Uni Emirat Arab berpikir secara berbeda dan membantu saudara-saudara mereka yang tinggal di pulau-pulau tersebut, khususnya Pulau Abu Musa “karena hampir mustahil tetap menjalin kontak dengan mereka di bawah penjajahan Iran yang memperbolehkan bantuan yang tidak diperbolehkan Israel, seperti bahan bangunan dan layanan lainnya ke pulau-pulau tersebut.”
Ia kemudian menyalahkan media lokal karena tidak menyoroti kondisi warga Uni Emirat Arab yang ada di tiga pulau tersebut.
Perseteruan terkait tiga pulau tersebut adalah masalah yang lama terpendam. Bahkan, persaingan antara Persia (kini Iran) dan Kekaisaran Ottoman serta para sheikh penguasa setempat terjadi pada abad ke-16 dan 17. Pada tahun 1935, Persia diberi nama Iran oleh Reza Shah, yang berkuasa di negara tersebut dari 1921 hingga 1941, saat ia dipaksa turun tahta oleh Inggris untuk memberikan kekuasaan pada putranya, Mohammed Reza Pahlavi (1941-1979), karena Inggris menduga Reza Shah bersimpati terhadap Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Dalam masa kekuasaannya, Reza Shah membangkitkan klaim Persia atas sejumlah pulau di Teluk, khususnya Abu Musa, Tunb Besar dan Tunb Kecil, , yang menjadi milik dua penguasa sheikh kecil di Teluk.
Dengan kekuatan lautnya, Reza Shah menjajah pulau Hinjam pada Mei 1928, dan mulai mengusik para penghuni pulau-pulau lainnya.
Dari 1929 hingga 1939, Iran dan Inggris melakukan negosiasi yang tidak berhasil terkait Abu Musa, Tunb Besar dan Tunb Kecil. Dengan pecahnya Perang Dunia II, pembicaraan tersebut tertunda, dan status quo tetap tidak berubah. Namun, pada 1968 Inggris mengumumkan bahwa pihaknya akan menarik militernya dari kawasan Arab/Persia pada akhir 1971, hal itu membangkitkan ambisi Iran.
Kekuasaan sheikh kecil, dan juga Arab Saudi, mewaspadai keputusan Inggris tersebut, karena adanya kemungkinan ancaman Uni Soviet, revolusi Irak, dan kekuatan militer Iran. Kewaspadaan tersebut ditambah dengan upaya Shah Mohammed Reza Pahlavi untuk mendapatkan pengakuan Barat terkait pengaruh regional Iran, ia juga mengupayakan deklarasi AS bahwa Iran adalah satu-satunya kekuatan regional yang mampu mengisi kekosongan akibat penarikan Inggris dari Teluk pada 1971.
Tahun 1969, Presiden Richard Nixon mengumumkan kebijakan pengurangan kehadiran militer AS di luar negeri dengan memberi bantuan ekonomi dan militer pada negara-negara yang lebih kecul untuk mempertahankan diri. Mengenai pengakuan kepentingan strategis ladang minyak Teluk, “Doktrin Nixon” menyerukan pentingnya menjalin hubungan dengan negara-negara Teluk, khususnya Arab Saudi dan Iran.
Shah tidak membuang waktu dalam membangun kemampuan militer Iran untuk memainkan peranan sebagai “polisi” Teluk. Shah juga mengklaim sejumlah wilayah dalam periode tersebut, termasuk atas Bahrain, sebuah isu yang meresahkan kawasan Teluk. (dn/im/bb/wr) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!