Kamis, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Maret 2010 14:41 wib
2.187 views
Lawan Taliban, AS Luncurkan Strategi Perang Seluler
KABUL (SuaraMedia News) – Suatu pagi pada musim panas yang lalu, para pejabat AS mengadakan pertemuan di Afghanistan, di atap rumah Duta Besar Karl Eikenberry di Kabul. Pagi itu, terlintas gagasan di benak mereka.
Laksamana Muda Greg Smith membagikan dua buah peta. Salah satunya menandai kantong-kantong wilayah yang dikendalikan gerilyawan, sementara yang lainnya menandai lokasi-lokasi menara pemancar sinyal seluler. Di tempat Taliban paling banyak berkumpul, jangkauan sinyal teleponnya paling lemah, karena sabotase Taliban terhadap menara-menara tersebut. Laksamana Smith dan utusan khusus AS untuk kawasan tersebut, Richard C. Holbrooke, mengingat wawancara terpisah mengenai pertemuan tanggal 27 Juli.
“Kami menemukan bahwa wilayah yang paling berbahaya di Afghanistan, yang dikendalikan oleh Taliban, telah didominasi oleh propaganda militan,” kata Holbrooke. “Kita membalas serangan dengan perubahan strategi, menempatkan orang-orang dan kemampuan komunikasi di garis depan upaya kita.”
AS mempertaruhkan dana $263 juta pada tahun 2010 untuk memenangkan kampanye tersebut dan berusaha meraih kemenangan di medan tempur. Upaya tersebut bertujuan untuk membalikkan opini publik terhadap Taliban serta mengembangkan jaringan yang memungkinkan pejabat pemerintah dan aparat Afghanistan saling berkomunikasi, kata Brigadir Jenderal John Nicholson, yang memimpin unit koordinasi gabungan Pakistan - Afghanistan di Pentagon.
“Jika penduduk desa dan aparat keamanan tidak dapat saling berkomunikasi, hal itu akan memungkinkan lokasi persembunyian mereka (Taliban) tumbuh subur,” kata Vikram Singh, seorang penasihat pertahanan dan komunikasi untuk Holbrooke di Washington.
Telepon seluler juga berpotensi untuk mendorong perkembangan ekonomi dengan membantu masyarakat Afghanistan menerima pembayaran secara elektonik dan menggunakan layanan perbankan. Telecom Development Co. di Afghanistan, yang beroperasi di bawah bendera Roshan, tengah menguji sebuah program di provinsi Parwan yang mengirimkan harga komoditas melalui pesan teks, kata kepala operator Roshan, Altaf Ladak, dalam sebuah wawancara.
Perusahaan yang berbasis di Kabul tersebut memikat investor papan atas, termasuk Monaco Telecom International, sebuah perusahaan yang 49 persen sahamnya dimiliki oleh Cable and Wireless Communications, jaringan telepon nomor dua Inggris, dan TeliaSonera, perusahaan telepon terbesar Swedia.
Laksamana Smith, kepala strategi komunikasi publik untuk pasukan militer AS dan internasional di Afghanistan, memiliki anggaran yang besarnya hampir mencapai $150 juta untuk tahun 2010. Departemen Luar Negeri AS menganggarkan $113 juta untuk dibelanjakan dalam bidang komunikasi sipil. Dana tersebut akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan menara-menara baru dan proyek-proyek seperti pengembangan outlet media komunitas serta mendukung radio pendidikan.
Afghanistan, yang berpenduduk 29 jua orang, memiliki 12 juta pelanggan layanan seluler pada bulan Desember, demikian berdasarkan data pemerintah Afghanistan. 52 persen dari populasi Afghanistan memiliki telepon genggam di rumah, 65 persen pengguna telepon seluler mengirimkan pesan teks, dan lebih dari setengahnya mendengarkan radio FM lewat telepon seluler mereka, data tersebut menurut survei tahun 2009 oleh Asia Foundation, yang berbasis di San Francisco.
Jangkauan sinyal seluler tumbuh di berbagai tempat, namun upaya yang dilakukan Taliban sejak bulan Februari 2008 dengan meledakkan atau memutus aliran listrik ke menara mempengaruhi lebih dari 200 dari 6.000 menara yang ada dalam pengawasan militer AS, kat Letnan Kolonel Angkatan Darat Todd Breasseale, juru bicara pasukan pimpinan NATO di Kabul. “Hal ini mengisolasi masyarakat di wilayah yang diduduki para ekstremis, khususnya di sebelah selatan dan timur,” katanya.
“Taliban menggunakan menara seluler sebagai sistem persenjataan,” kata Mayor Eric Johnson, psikolog militer yang bekerja bersama dengan Laksamana Smith di Kabul. “Jika Anda bisa mengendalikan arus telekomunikasi masyarakat, Anda bisa mengendalikan arah pemikiran mereka.”
“Keamanan semakin meningkat sejak terjadi serangan yang dipimpin AS di kawasan selatan tahun lalu, jadi menara-menara yang tidak aktif kembali mendapatkan pasokan listrik. Setidaknya 24 buah menara yang kembali aktif di provinsi Kandahar dan Helmand,” kata Ashley Bommer, seorang ajudan Holbrooke di Washington.
“Militer AS berencana mendirikan 50 buah menara di pangkalan-pangkalan internasional dan Afghanistan, serta membangun 20 menara yang dapat dipindahkan di wilayah-wilayah terpencil,” kata Mayor Johnson.
“Taliban akan melawan upaya itu,” kata seorang juru bicara, Zabihullah Mujahid. “Pasukan asing telah menyalahgunakan menara-menara seluler untuk operasi intelijen, dan jika menara-menara itu kembali aktif, kami bisa dengan mudah mematikannya kembali saat malam menjelang,” kata Mujahid dalam sebuah wawancara telepon.
Roshan, penyedia layanan seluler terdepan di Afghanistan, mencoba bekerja sama dengan masyarakat untuk melindungi struktur bangunan mereka, kata Ladak. Roshan juga memperkenalkan layanan kesehatan mobile di Kabul dan provinsi Bamian, memungkinkan para praktisi medis mentransfer laporan kesehatan dan hasil pemindaian x-ray ke telepon genggam.
Gaji aparat kepolisian dibayar via telepon di dua provinsi selatan Afghanistan. Hal itu merupakan bagian dari proyek percontohan yang didukung NATO dan Departemen Keuangan AS. Jumlah personel yang absen kerja menurun karena polisi tidak lagi harus pulang untuk memberikan uang kepada keluarga, dan pembayaran juga meningkat sekitar 30 persen karena para penyelia tidak dapat menyunat bayaran para personel kepolisian, kata Singh. (dm/nt) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!