Jum'at, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 19 Maret 2010 08:32 wib
1.871 views
Hamas Abadikan Martir Wanita Lewat Nama Alun-Alun jalur Gaza
JALUR GAZA (SuaraMedia News) - Pemerintahan Hamas pada hari Rabu (18/03) mengumumkan bahwa mereka akan menamakan dua alun-alun di Jalur Gaza dengan nama dua martir perempuan Palestina.
Menteri Perhubungan Hamas, Osama Al-Aisawi mengatakan dalam sebuah pernyataan pers bahwa pemerintah memutuskan untuk menamai alun-alun tersebut dari nama Dalal Al-Moghrabi, wanita Fatah yang memimpin misi pantai tahun 1978 di mana 37 warga Israel dan seorang fotografer Amerika tewas, dan Reem Al-Riyashi, wanita Hamas yang melakukan serangan pada Januari 2004 di persimpangan Erez di Gaza yang menewaskan empat tentara Israel.
Aisawi mengatakan bahwa kabinet mengambil keputusan untuk memastikan bahwa nama-nama mereka dimasukan ke dalam sejarah Palestina dan untuk membuktikan kemerdekaannya dari Fatah.
Menteri itu merujuk pada pengumuman pada hari Kamis dari Otoritas Palestina (PA), yang telah menunda pelantikan alun-alun yang diberi nama Al-Moghrabi di lingkungan Um Al-Sharayit Ramallah.
Hamas mengatakan bahwa keputusan PA adalah hasil dari tekanan Israel dan Amerika.
Kementerian Informasi PA mengutuk Israel karena berusaha untuk mencegah pelantikan.
Seorang pejabat Hamas yang berbasis di Tepi Barat mengatakan kepada Arab News bahwa gagasan untuk membangun alun-alun Al-Moghrabi dan pembiayaannya berada di bawah kontrol kotamadya Al-Biereh, yang dipimpin oleh gerakan tersebut.
"Sayangnya, gerakan Fatah menolak pendekatan kami, yang bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Palestina merasa bangga dengan sejarah dan warisannya," kata pejabat.
"Mengapa PA menunda peresmian alun-alun sementara perdana menteri Israel menghormati beberapa pembunuh dan teroris (sayap kanan Israel)?"
Pejabat itu menyerang Fatah karena melupakan para martir, mengklaim bahwa Hamas berkomitmen untuk menghormati mereka.
Juru bicara pasukan keamanan PA Adnan Al-Damiri mengatakan bahwa upacara resmi untuk penamaan alun-alun dari nama Al-Moghrabi ditunda karena "alasan teknis" dan tidak terkait dengan tekanan dari Israel dan Amerika Serikat.
"Tidak seorang pun di dunia dapat mencegah Palestina yang bangga dengan sejarah dan warisan mereka. Sejarah dan warisan ini adalah bagian dari kehidupan kita," katanya.
Hamas telah bertentangan dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemerintah Fayyad sejak kelompok politik itu memaksa pasukan pro-Abbas keluar dari Gaza dalam bentrokan mematikan pada bulan Juni 2007.
Hamas juga acapkali mengatakan bahwa Fatah terlibat dalam penangkapan beberapa tokoh utama Hamas, termasuk komandan Sheikh Maher Ode.
Hamas menyatakan bahwa penangkapan Ode, yang memakan waktu panjang dan pengejaran yang berliku, hanya mungkin terjadi karena campur tangan milisi Mahmoud Abbas.
Dalam sebuah pernyataan pers, Hamas mengatakan bahwa keberhasilan pasukan penjajah Israel dalam menangkap Ode memperlihatkan adanya kepengecutan dan pengkhianatan.
“Perlawanan adalah pilihan strategis kami, dan hal itu akan terus bangkit di Tepi Barat meski luka terus ditimbulkan, penangkapan atau pembunuhan pemimpin adalah harga sebuah kehormatan yang kami bayar dengan kebanggaan.”
Blok perubahan dan reformasi, blok parlemen Hamas, menggemakan tudingan yang serupa. Mereka menyebut penahanan Ode merupakan buah kerja sama keamanan antara pemerintah Palestina di Ramallah dengan IOF.
Blok tersebut mendesak Fatah, yang memegang kendali aparat keamanan di Tepi Barat, untuk memperlihatkan perlawanan dan menghentikan upaya koordinasi keamanan dengan musuh Zionis.
Ketika tiba gilirannya berbicara, Ihab Al-Ghussain, juru bicara kementerian dalam negeri Palestina di Gaza, mengatakan bahwa penangkapan Ode merupakan hal yang memalukan bagi otoritas Fatah dan aparat keamanannya di wilayah Tepi Barat.
Dia mengatakan bahwa IOF tidak mampu menangkap Ode dalam kurun waktu sepuluh tahun, dan baru berhasil dengan bantuan petugas keamanan Fatah.
Militer Israel mengatakan bahwa mereka menangkap seorang tokoh senior Hamas pada hari Minggu setelah menggerebek kota Ramallah, yang menjadi jantung pemerintahan Palestina di Tepi Barat. (iw/an/sm) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!