Kamis, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 18 Maret 2010 09:34 wib
2.378 views
Kontroversi Tentara Yahudi Nazi Hiasi Peringatan Riga
RIGA (SuaraMedia News) – Sekitar 1.000 orang warga turut ambil bagian dalam upacara peletakan karangan bunga di Riga pada hari Selasa waktu setempat di Riga, untuk mengenang para prajurit yang tewas dalam hari terkelam di sejarah politik Baltik, pada saat ratusan orang polisi mengawasi unjuk rasa warga Rusia di teluk.
Para peserta upacara tersebut, termasuk 200 orang veteran SS (schutzstaffel, polisi rahasia Nazi), yang dikenal dengan sebutan Legionnaires, menyanyikan lagu-lagu patriotik di bawah kibaran bendera nasional Latvia. Sementara itu, 20 meter dari lokasi tersebut, puluhan orang demonstran dari etnis Rusia, yang sanak keluarganya dahulu memerangi Nazi Jerman, meneriakkan kata-kata hinaan dan melambaikan poster yang menggambarkan peristiwa Holocaust.
Juru bicara polisi, Aigars Berzins, mengatakan bahwa segalanya berlangsung dengan damai, meski ada sejumlah orang yang ditahan. Namun ia tidak menjelaskan ada berapa banyak orang yang ditahan.
Upacara kenangan yang dilangsungkan di Monumen Kebebasan Riga dan katedral Lutheran tersebut cenderung terbelah, karena upacara tersebut memperingati orang-orang yang bertempur bersama Nazi untuk menghalau upaya Tentara Merah kembali menaklukkan Baltik pada tahun 1944.
Meski Rusia menuding Latvia berupaya membangkitkan Nazi, dan para pemimpin Yahudi memprotes upaya “menulis ulang sejarah” serta memandang rendah Holocaust, para veteran perang dan kaum nasionalis Latvia tetap bersikeras bahwa mereka berhak mengenang pertempuran bersejarah tahun 1944, dimana pasukan Latvia yang terdiri dari dua divisi, dipaksa menjadi bagian dari satuan bersenjata SS Hitler dalam perang untuk mencoba menghalang-halangi Stalin.
Peringatan pada tanggal 16 Maret tersebut, yang dinyatakan sebagai hari libur nasional pada tahun 1990-an oleh pemerintahan nasionalis, dilarang oleh dewan kota Riga atas dasar keamanan, namun pengadilan mencabut larangan tersebut pada hari Senin, menimbulkan kekhawatiran pecahnya kerusuhan, dan bentrokan diprediksi akan terjadi antara para pemuda Latvia dan Rusia yang memang acapkali “membajak” ajang tersebut.
Tahun ini, kontroversi semakin meluas dan sampai ke Inggris Raya, karena David Cameron menghubungkan kubu Konservatif dalam parlemen Eropa dengan partai tanah kelahiran dan kebebasan di Latvia, yang mendukung perayaan tersebut. David Miliband, Menteri Luar Negeri Inggris berdarah Yahudi yang kehilangan sanak keluarga dalam Holocaust Nazi, menyebut peringatan itu sebagai sebuah hal yang memuakkan.
Pihak penyelenggara menginginkan penghormatan yang tenang dan khidmat terhadap puluhan ribu orang yang telah tewas. Edgard Darznieks, seorang warga Latvia berusia 24 tahun, mengatakan bahwa dirinya berharap dapat mengenang dua saudara laki-laki kakeknya yang dipaksa masuk Waffen-SS. “Dari pihak keluarga nenek saya, ada beberapa orang yang bertempur untuk Jerman, dan sebagian lagi bertempur untuk Uni Soviet,” katanya. “Sejarah memang rumit.”
Namun para aktivis Yahudi menuntut agar larangan tersebut ditegakkan. “Larang arak-arakan, dan jelaskan kepada orang-orang karena mungkin mereka mengira mereka bertempur untuk Latvia, namun yang mendapatkan keuntungan sesungguhnya atas pengabdian dan keberanian mereka adalah Nazi Jerman,” kata Ephraim Zuroff, “pemburu Nazi” dan kepala Simon Wiesenthal Centre, yang berada di Riga karena parade tersebut.
Nils Usakovs, politisi dari etnis Rusia yang menjabat sebagai walikota Riga dan mengupayakan pembatalan ajang tersebut, mengatakan bahwa peristiwa tahunan tersebut merusak reputasi Latvia di mata internasional.
“Itu tidak ada hubungannya dengan mengenang orang-orang yang dipaksa untuk berperang, peringatan itu dibajak oleh sejumlah kelompok dan politisi kecil,” katanya. “Tidak mudah menjadi seorang pahlawan jika Anda bertempur untuk Nazi Jerman.”
Aivars Ozols dengan marah menolak argumen yang menyebutkan bahwa dirinya bertempur untuk Jerman. Veteran perang berusia 85 tahun tersebut dipaksa masuk legiun tersebut pada tahun 1944 dan dipaksa mengenakan seragam SS. Dia ditangkap oleh Rusia pada tahun 1945 dan dikirim ke Siberia, dimana dia menghabiskan waktu sembilan tahun di gulag (penjara Rusia).
“Tidak ada yang melakukanya dengan suka rela. Kami tidak punya pilihan lain. Pilihan yang ada hanyalah bergabung dengan legiun atau dibunuh di hutan.” (dn/gd) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!