Kamis, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 7 Februari 2013 20:30 wib
8.571 views
Kepala Kantor Kemenag Blitar: Ini NKRI Bukan Vatikan!
Kamis, 07 Februari 2013 | 11:57:10 WIB
Jakarta (SI ONLINE) - Enam sekolah Katolik di Kota Blitar ternacam sanksi dari Wali Kota. Keenam sekolah itu adalah SMA Katolik Diponegoro, SMK Katolik Diponegoro, SMP Yohanes Gabriel, SMP Yos Soedarso, SD Yos Soedarso dan SD Santa Maria.
Menurut Kepala Kantor Kemenag Kota Blitar, Imam Muchlis, hingga batas waktu akhir yang diberikan, pada 19 Januari 2013, keenam sekolah tersebut menyatakan tidak bersedia melaksanakan pendidikan agama secara utuh dan konsisten sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Hal itu memaksa Kemenag Kota Blitar untuk menyampaikan surat kepada Wali Kota pada 22 Januari 2013 lalu supaya mengambil tindakan tegas berupa sanksi administratif. Sebab peringatan pertama hingga ketiga juga tidak mereka indahkan.
"Alasan mereka mengikuti petunjuk yayasan di atasnya. Yayasan di atasnya ikut Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK)", kata Muchlis saat berbicang dengan Suara Islam Online, Rabu sore (6/2/2013).
Alasan lainnya, kata Muchlis, mereka mengatakan keenam sekolah itu adalah sekolah khusus. Padahal menurut UU, yang dimaksud sekolah khusus itu seperti pesantren dan seminari. "Kalau namanya SD, SMP, SMK itu sekolah umum, ketika sekolah umum harus patuh pada UU itu (Sisdiknas, red)," lanjutnya.
Muchlis juga keberatan jika ada yang berdalih penolakan itu atas perintah Vatikan sebagai pusat Katolik dunia. "Loh Ini NKRI, bukan Vatikan. (Kemerdekaan) ini kita peroleh dengan darah bukan pemberian orang. Jangan sampai UU negara dikalahkan oleh beberapa orang. UU ini dibuat juga dari berbagai agama. Karena itu sudah jadi, jangan salahkan kami yang melaksanakan," ungkapnya.
Mengenai tuduhan sejumlah kalangan liberal bahwa Pemkot Blitar telah melakukan tindak diskriminasi melalui SK No 8 Tahun 2012, Muchlis tegas membantah. Dia meminta kalangan yang menuding itu supaya tidak melihat persoalan ini secara spotong-potong.
"Peraturan Wali Kota itu jalan duluan, masyarakat Blitar tidak mempermasalakan. Kami ini pemula, kami ini memulai duluan sehingga paling besar tantangannya," tandasnya.
Perwali itu sendiri, lanjut Muchlis, sebenarnya berisi tentang peningkatan kompetensi agama, keimanan, ketaqwaan dan akhlak yg mulia. Siswa sekolah yang diuji, juga diuji menurut agama masing-masing.
"Yang Kristen diuji Kristen, Hindu juga begitu, Budha juga begitu. Nah, yang Islam harus bisa baca Al-Quran. Ini yang sering dibentur-benturkan, banyak yang mlintir-mlintir, bahkan menyalahkan," ungkap Muchlis.
Padahal sosialisasi aturan berkaitan dengan pendidikan agama ini di kota Blitar telah berlangsung lama, sejak November 2011 lalu.
red: shodiq ramadhan
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!