Rabu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 29 September 2010 10:04 wib
4.394 views
FAKTA JANGGAL SEPUTAR SOFYAN TSAURI
Pengantar Redaksi:
Disertir Polri yang kini menjadi terdakwa kasus terorisme Aceh, Sofyan Tsauri, kini tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Depok. Forum Umat Islam (FUI) sejak awal telah mengetahui bahwa Tsauri adalah intel yang disusupkan. Berikut adalah kejanggalan fakta seputar Tsauri yang ditulis oleh seorang Produser Eksekutif ANTV, Hanibal W Y Wijayanta, yang memperkuat dugaan FUI. Naskah yang dibuat untuk ANTV dalam versi naskah televisi telah dimuat oleh Hanibal dalam catatan facebooknya. Selamat membaca!.
Di tengah riuh rendah isu penyergapan teroris di Medan, Sofyan Tsauri, bekas polisi yang disebut-sebut sebagai perekrut dan pelatih kelompok teroris Aceh, disidangkan di pengadilan negeri Depok, kamis lalu. Anehnya, tidak ada seorang anggota Densus 88 pun, bahkan polisi biasa, yang mengawal persidangan itu. Padahal, biasanya polisi terutama tim densus 88, selalu mengawal tersangka teroris. Apalagi, Sofyan selalu digambarkan sebagai gembong teroris paling berbahaya di kelompok Aceh, setelah Dulmatin tewas. Sementara itu, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pun menyebut perampokan Bank CIMB Medan sebulan lalu terkait dengan jaringan teroris Aceh. Lalu mengapa pengawalan begitu longgar?. Siapakah sebenarnya Sofyan Tsauri?. Benarkah lelaki itu agen intelijen yang disusupkan ke jaringan teroris? Bagaimana penyusupan itu terjadi? Tim liputan ANTV menemukan berbagai kejanggalan di lapangan.
Pengadilan Negeri Depok, Kamis, 23 september 2010. Tak ada yang luar biasa di sana, siang itu. Suasana sepi, penjagaan pun tidak istimewa. Padahal, hari itu Sofyan Tsauri, seorang lelaki yang disebut-sebut sebagai gembong teroris Aceh, untuk pertama kalinya disidangkan. Dialah satu-satunya tersangka teroris Aceh yang disidangkan di pengadilan negeri Depok.
Wartawan ANTV, Ahmad Sumardjoko pun terperangah, ketika melangkah ke bagian belakang gedung pengadilan negeri Depok. Sebab, di depan sel tersangka, seorang lelaki bergamis dan bertubuh gempal, langsung menyapa, di balik jeruji besi. Apalagi lelaki yang mengaku bernama Sofyan Tsauri itu, lalu meminta diwawancarai.
Maka begitu kamera terarah ke sosok bertubuh gempal itu, meluncurlah pengakuan Sofyan tentang dirinya, tanpa tedeng aling-aling. Setelah mengaku sebagai anggota kelompok Al Qaidah Asia Tenggara, Sofyan mengaku memang sengaja memakai jalur kekerasan dalam mencapai tujuan, yakni kemenangan Islam. Dengan blak-blakan, Sofyan mencaci maki Amerika Serikat dan para pemimpin Indonesia yang mengekor amerika. Namun tak lupa, Sofyan juga menyanyi, tentang faksi-faksi yang tergabung dalam kelompok mereka, yang berlatih militer di Aceh.
“Seperti yang anda ketahui, sebagai anggota Al Qaidah Asia Tenggara, kami senantiasa menyiapkan langkah untuk menyerang ….”
Anehnya, pengakuan gamblang Sofyan di dalam sel itu, seolah sengaja dibiarkan. Tidak ada polisi, petugas kejaksaan, atau petugas keamanan lain yang mencoba menghentikan ocehan Sofyan.
Padahal selama ini, setiap kali sidang teroris digelar, puluhan polisi dan anggota densus 88, senantiasa mengawal mereka. terlebih lagi jika yang disidang adalah orang yang telah dinobatkan sebagai tersangka teroris kelas kakap, sebagaimana Sofyan Tsauri.
Maka, selama sekitar setengah jam, wartawan ANTV mewawancarai Sofyan Tsauri, dengan leluasa. Sofyan yang mengaku telah dipecat dari dinas kepolisian itu, bercerita penuh percaya diri, tentang sepak terjangnya sebagai perekrut, pelatih, serta penyedia senjata dan amunisi untuk para tersangka teroris Aceh.
Namun, berbeda dengan para tersangka teroris lainnya, yang biasanya sangat takzim saat menyebut nama Usamah bin Laden, dengan sebutan Syaikh atau Al Mujahid, Sofyan justru terkesan biasa-biasa saja, saat menyebut pimpinan tertinggi Al Qaidah itu. Padahal Sofyan mengaku anggota Al Qaidah Asia Tenggara.
“Usamah bin Laden dan Dr. Ayman al Zawahiri memimpin kami…”
Uniknya, saat kelonggaran pengawalan Sofyan Tsauri ditanyakan kepada kepala divisi humas mabes polri inspektur jenderal Iskandar Hasan, Iskandar justru menyalahkan pihak kejaksaan.
“…ini tanggung jawab pihak kejaksaan dan pengadilan. seharusnya mereka meminta kami dari pihak kepolisian untuk mengawal tersangka….”
Tanggapan Iskandar ini agak aneh. Sebab, selama ini, secara otomatis pihak polisi, terutama densus 88 justru yang pro-aktif mengawal dan mengamankan persidangan para tersangka teroris. Apalagi, menurut keterangan isteri Sofyan, suaminya pun dalam status tahanan titip kejaksaan di Polda Metro Jaya.
Tentu saja sepenggal kisah di pengadilan negeri depok, kamis siang lalu itu, semakin menambah daftar pertanyaan tentang siapa sebenarnya Sofyan Tsauri.
Nama Sofyan Tsauri mulai muncul di permukaan, ketika polisi menyerbu gerombolan bersenjata di hutan kawasan jantho, Aceh Besar, Nangroe Aceh Darussalam, awal Maret 2010. Saat itu, Sofyan, bekas anggota sabhara kepolisian resort Depok, Jawa Barat, berpangkat Brigadir Kepala ini, sudah disebut-sebut sebagai pelatih para anggota gerombolan itu.
“di antara para tersangka teroris yang tertangkap ada seseorang yang diduga sebagai pelatih mereka…”
Nama Sofyan Tsauri semakin tenar, ketika pada 9 maret 2010, polisi menembak mati Dulmatin, di warung internet multiplus, Pamulang, Banten. Dulmatin adalah buronan polisi yang sempat kabur ke Filipina. polisi menduga Dulmatin terlibat kasus bom bali satu, dan berbagai kasus bom lainnya. Selain sebagai pelatih, Sofyan ditengarai polisi sebagai kolaborator Dulmatin, yang bertugas menyediakan senjata dan amunisi.
Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mengatakan “dialah yang menyediakan senjata, amunisi dan melatih para nggota teroris itu…”
Berdasarkan keterangan polisi, Sofyan telah dinobatkan sebagai tokoh sentral dalam pelatihan kelompok teroris Aceh di Jantho. Sofyan-lah yang menyediakan 28 pucuk senjata laras panjang, berikut amunisinya. Sofyan pula yang merekrut, melatih menembak, dan membekali para pemuda, yang berhasil direkrutnya, dengan kemampuan militer. Iming-iming yang diberikan, para pemuda itu konon akan dikirim untuk berjihad ke Gaza, Palestina.
Semula, Sofyan ditugaskan ke Aceh, untuk mengikuti operasi keamanan dan ketertiban masyarakat pasca bencana tsunami 2004. Namun di bumi serambi mekah itu, entah mengapa, kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang, Sofyan berubah menjadi radikal.
“awalnya dia memang ditugaskan di Aceh, namun kemudian terpengaruh dengan ide terorisme… ia tak pernah muncul lagi di kesatuan….”
Namun, Ketua Divisi Advokasi Front Pembela Islam (FPI), Munarman, menemukan banyak kejanggalan sepak terjang Sofyan. Misalnya, Munarman menemukan fakta bahwa Sofyan mulai merekrut para pemuda muslim untuk menjadi mujahidin, sejak masih berdinas sebagai polisi.
Seorang anggota FPI yang sempat direkrut mengungkapkan, bahwa mereka baru tahu Sofyan bekas polisi yang telah dipecat, saat menginap di rumah Sofyan. Saat itu, Sofyan seolah sengaja meninggalkan surat pemecatannya di meja agar dibaca para pemuda yang direkrutnya.
“Sofyan Tsauri ini mulai dari Maret 2009 sampai dengan Januari 2010 itu keliling, bukan saja ke Aceh, tetapi juga ke beberapa pulau Jawa. kita waktu itu, sempat ke Solo, ke Jawa Tengah dan beberapa daerah lain. Sofyan Tsauri ini rupanya sudah masuk kemana-mana. Yang aneh adalah, yg dilakukan oleh Sofyan Tsauri ini, dia menawarkan uang untuk setiap pembukaan latihan 500 juta rupiah kepada ustad-ustad setempat. Kalo ustad ini, mau membuka pelatihan militer, dia mau membiayai 500 juta. Untung saja, ustad-ustad di Solo, di Jawa Tengah sekitarnya, menolak. Tetapi rupanya, ada beberapa orang berhasil dia rekrut, untuk dibawa ke pelatihan di Aceh.“
Namun fakta yang paling janggal adalah, kenyataan bahwa Sofyan melatih para pemuda itu, di lapangan tembak markas komando brigade, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, selama sebulan penuh. Kebetulan rumah Sofyan tak jauh dari kompleks Mako Brimob , Kelapa Dua.
Bekerja sama dengan dua petugas gudang senjata brimob, Sofyan mendapat puluhan pucuk senapan laras panjang jenis AK-47 dan SS-1. Senjata-senjata itulah yang dipakai untuk latihan menembak. Sementara Sofyan pun selalu memberikan 50 butir peluru per orang, setiap kali sesi latihan berlangsung.
Tak hanya itu, Sofyan pun membekali masing-masing pemuda itu dengan sejumlah uang selama sebulan tinggal di Jakarta.
“nah pelatihan di Aceh yg punya peran sentral soal uang, segala macam, senjata, yang pasok itu penuh seluruhnya oleh Soffyan Tsauri. Tapi, sampai hari ini, soal Sofyan Tsauri, gelap…” Ujar Munarman.
Yang juga menarik, saat beberapa pemuda rekrutannya ditangkap di Aceh, secara tak sengaja ketua FPI Aceh, Yusuf Qardhawi, melihat Sofyan melenggang bebas di luar tahanan polda Aceh. Sofyan bahkan sempat menyapa yusuf, sebelum naik mobil vitara bersama beberapa polisi lainnya, menuju pusat kota.
Menurut Munarman, Sofyan sengaja disusupkan intelijen polri untuk meradikalisasi kelompok-kelompok Islam. Apalagi beberapa pemuda yang direkrut itu anggota jamaah Ansharut Tauhid maupun Front Pembela Islam. Anehnya, para pemuda itu sebagian lalu dilepas, setelah dipaksa mengakui keterlibatan Ba’asyir, dalam pelatihan teroris di Aceh.
“Dugaan kuat kita, Ustad Abu ditangkap, karena ada teman-teman kita yang ditangkap, dipaksa untuk memberikan pengakuan dalam BAP bahwa Ustad Abu Bakar yg membiayai ini semua. Karena saya tahu, Ustad Abu beberapa kali ke kantor saya sebelum ini, dia bilang, dia tidak setuju dengan gerakan-gerakan seperti itu dalam tanda petik, itu tidak ada konsep Islam seperti itu. Konsep jihad itu satu komando, terorganisir, bukan yang main main seperti ini..”
Tentu saja teori radikalisasi ala Munarman itu, ditolak mentah-mentah pihak kepolisian. Menurut mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang, dugaan kesengajaan menyusupkan Sofyan agar ada alasan polisi untuk menangkap Baasyir dan aktifis muslim lainnya, adalah tidak benar.
“itu tidak benar… Sofyan memang deserter dan terlibat terorisme… sementara itu kami punya bukti yang kuat keterlibatan Abu Bakar Baasyir…”
Maka, hingga kini, dugaan bahwa Sofyan Tsauri adalah agen yang sengaja disusupkan polisi masih menjadi pro dan kontra di masyarakat.
Kisah tentang sepak terjang Sofyan Tsauri, tersangka teroris Aceh, yang dituding Front Pembela Islam sebagai intel susupan untuk merekayasa gerakan teroris Aceh, menjadi isu hangat di sejumlah media. Apalagi setelah pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir, ditangkap detasemen khusus 88 polri, di Banjar, 9 Agustus 2010 lalu.
Maka, berbekal informasi dari narasumber yang mengaku kenal Sofyan Tsauri, kami melangkah menuju kawasan Kelapa Dua Depok, Jawa Barat. Dengan niat mengungkap berbagai kejanggalan kasus Sofyan Tsauri, tim topik ANTV mencoba menelusuri, jejak disertir polisi itu.
Narasumber yang kami temui di rumahnya itu, bernama Suyono. Suyono mengaku kenal Sofyan sebagai seorang disertir polisi. Maklumlah, Suyono adalah karyawan Sofyan dalam bisnis yang telah lebih dua tahun mereka jalankan.
Yang menarik, bisnis mereka adalah jual beli Air Soft Gun, alias senjata mainan yang mirip ukuran sebenarnya. Langganan mereka pun kebanyakan polisi dan tentara. Apalagi toko mereka berada di dekat kawasan militer Cijantung.
Menurut Suyono, bosnya tinggal berpindah-pindah rumah, namun masih berkisar di sekitar Markas Komando Brimob Kepala Dua. Dalam pandangan Suyono, Sofyan adalah seorang polisi yang punya pemahaman Islam kental.
Kepada karyawannya, Sofyan bahkan mengaku kerap ditegur atasan karena tak mau menghormat bendera. Karena itu, Suyono ragu jika Sofyan adalah intel polisi yang disusupkan ke gerakan Islam. Suyono sendiri mengaku sempat ditangkap polisi, atas tuduhan terlibat terorisme. Namun, entah mengapa lelaki itu kemudian dilepaskan lagi, dan menjalankan bisnis bosnya.
“saya rasa tidak benar, ya…”
Percakapan kami hingga malam hari dengan Suyono, akhirnya membuahkan hasil. Suyono pun bersedia menghubungkan kami, dengan istri Sofyan Tsauri.
Berbekal informasi Suyono, keesokan harinya, kami menelusuri rumah Sofyan, di kawasan sekitar Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok.
Penelusuran kami terhenti di sebuah rumah yang asri, di belakang kampus Gunadarma, Depok, tak jauh dari Mako Brimob. Di rumah itu, tinggal istri pertama Sofyan, bernama Astri. Rumah megah itu sangat jauh berbeda dengan model rumah kontrakan yang biasa dihuni para tersangka teroris. Rumah itu tampak tertata rapi dan asri.
Seperti Suyono, Astri pun membantah jika suaminya agen intelejen yang disusupkan ke gerakan Islam, untuk merekayasa kasus teroris Aceh, dan menyeret nama Abu Bakar Ba'asyir.
Meskipun demikian, dalam perbincangan dengan tim liputan ANTV Tofik M Tohir dan Nugroho Dendy, Astri mengakui, bahwa rumahnya pernah diinapi kawan-kawan Sofyan dari Aceh. Dengan polos, Astri pun mengakui bahwa suaminya pernah melatih kawan kawannya menembak di Mako Brimob.
Tapi Astri membantah, jika latihan menembak itu terkait dengan kasus terorisme. Menurut Astri, latihan menembak itu adalah bagian dari bisnis hobi senjata Airsoft Gun, yang dijalankan suaminya hingga kini.
Astri bahkan menantang balik tudingan FPI, dengan melihat fakta keberadaan suaminya yang masih ditahan di sel Polda Metro Jaya.
“tidak benar itu…”
Namun, berbagai fakta dan keterangan dari rumah Sofyan, justru semakin menerbitkan kecurigaan kami, tentang sepak terjang Sofyan. Sebab, sikap Sofyan maupun istrinya terasa terlalu terbuka, dan jauh berbeda dengan karakter tersangka teroris selama ini, yang cenderung tertutup, dan tak mudah percaya untuk diwawancarai wartawan.
Kejanggalan juga semakin jelas, karena ternyata bisnis Air Soft Gun Sofyan hingga kini terus berlangsung. Padahal, selama ini mata pencaharian tersangka teroris pasti langsung terputus, ketika mereka ditangkap. Apalagi, senjata mainan Air Soft Gun itu adalah barang yang peka dan rawan penyalahgunaan.
Fakta bahwa Sofyan hingga kini masih ditahan di Polda Metro Jaya, juga menggugurkan alasan kegeraman Kadiv humas Polri Irjen Iskandar Hasan, yang menuding aparat kejaksaan dan kehakiman tidak berkoordinasi dengan polisi untuk mengawal persidangan Sofyan.
Kawan, betapa janggalnya semua fakta ini....
(shodiq ramadhan/suara-islam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!