Rabu, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 4 Agutus 2010 11:29 wib
3.379 views
HARIMAU DI BELAKANG SUDI
Wawancara Suara Islam (SI) dengan Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Hukum dan HAM)
Lembaga pemeringkat korupsi dari Hongkong, PERC, menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia. Sungguh sangat memalukan. Apalagi bila diingat Presiden SBY sejak berkampanye sebagai calon presiden di tahun 2004, menempatkan pemberantasan korupsi sebagai isu utama.
SBY mengumumkan tekadnya waktu itu untuk memimpin sendiri pemberantasan korupsi.
Sekarang sudah 6 tahun SBY jadi presiden, ternyata korupsi tambah merajalela. Kenapa demikian? Jawabannya sederhana: SBY tak bersungguh-sungguh memberantas korupsi. Malah belakangan ada indikasi isu korupsi dijadikan alat politik. Sejumlah orang yang berlindung di partai penguasa diselamatkan dari tangan ‘’Kejaksaan’’ atau KPK.
Contoh konkret: Jhonny Alen Marbun yang tersangkut kasus Abdul Hadi Djamal, mantan anggota DPR dari PAN yang dihukum penjara karena menerima uang untuk proyek Departemen Perhubungan. Ternyata KPK tak berdaya menyeret Alen ke pengadilan, dan tokoh bertubuh bongsor itu malah menjadi Wakil Ketua Umum Partai Demokrat.
Marzuki Alie, Ketua DPR dan mantan Sekjen Partai Demokrat, adalah tersangka kasus korupsi Proyek OPT II PT Semen Baturaja, Sumatera Selatan, senilai Rp 600 milyar. Tapi mantan Direktur Komersil PT Semen Baturaja itu selamat dari bui karena perkaranya di-SP3 alias dihentikan oleh Kejaksaan.
Gejala seperti di atas terjadi di berbagai daerah menyangkut para bupati atau gubernur. Salah satu di antaranya, Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin, politisi lokal yang loncat menjadi Ketua Partai Demokrat Bengkulu setelah terpilih menjadi gubernur. Rupanya Agusrin merasa aman sebagai gubernur di bawah lindungan Partai Demokrat. Perhitungannya ternyata tepat.
Sejak 28 Agustus 2008, Agusrin telah dinyatakan kejaksaan sebagai tersangka korupsi penyalah-gunaan dana hasil pajak yang merugikan negara Rp 21 milyar lebih. Stafnya telah divonis pengadilan untuk perkara ini. Tapi Agusrin tetap aman dan bebas berkeliaran. Perkaranya tak pernah sampai pengadilan. Malah dalam Pilkada awal Juli lalu, Agusrin meraih suara terbanyak sebagai calon gubernur daerah itu.
Kasus mirip Agusrin terjadi di berbagai daerah, sehingga menimbulkan isu cukup keras di kalangan kepala daerah: kalau mau masuk penjara sebagai koruptor bertahanlah di PDIP (oposisi) atau Golkar. Kalau mau aman masuklah Partai Demokrat.
Maka ketika beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra sebagai tersangka kasus Sisminbakum (Sistem Administrasi Badan Hukum), orang pun bertanya-tanya: apa salah Yusril pada SBY? Kenapa mereka pecah kongsi? Berbagai dugaan atau spekulasi muncul.
Soalnya, selama ini orang tahu SBY dan Yusril punya hubungan dekat. Adalah mereka berdua yang merencanakan pencalonan SBY sebagai Presiden. Keduanya dikabarkan akrab sejak sama-sama menjadi anggota tim penyelesaian kasus bank-bank yang menerima BLBI bernilai ratusan trilyun rupiah. Ketika itu Yusril menjadi Menteri Hukum sementara SBY sebagai Menko Polkam di bawah Presiden Megawati.
Apa sebenarnya yang terjadi?. Kenapa Yusril dijadikan tersangka? Jumat, 23 Juli lalu, sejumlah wartawan Suara Islam mewawancarai Yusril di kantor biro hukumnya, Ihza and Ihza, di sebuah gedung perkantoran bertingkat di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Berikut petikannya:
Pertanyaannya sekarang, kenapa Yusril?
Saya agak susah ngomongnya. Tetapi waktu saya menjadi Menteri Kehakiman belum ada apa-apa. Saya kerja dengan bagus. Polling Kompas menyebutkan saya dan Kwik kerja bagus. Sampai saatnya saya masuk Sekneg. Saya tak mengerti Sudi Silalahi (kini Mensesneg). Apakah memang semula dia ingin menjadi Mensesneg? Saya tahunya koalisi dengan SBY bertiga: SBY, Jusuf Kalla, dan saya. Waktu itu JK dipecat dari Golkar, SBY dengan Partai Demokrat suaranya 7 persen, dan PBB 3 persen, sehingga semua 10 persen. Waktu itu JK tanya saya: ingin maju apa tidak? Saya jawab: partai saya hanya dapat sedikit, duit juga tak punya. Kalau Pak JK punya duit.
Setelah kami bertiga diskusi akhirnya diputuskan Pak SBY dengan Pak JK maju. Pak SBY Presiden, Pak JK Wapres dan saya Mensesneg. Waktu itu tak ada orang percaya SBY akan menang.
Setelah menang Pemilu, Sudi Silalahi sebagai Sekab masuk Kabinet Indonesia Bersatu. Padahal Sekab bukan anggota kabinet?
Sebenarnya SBY tak ingin dia masuk kabinet karena sudah banyak Jenderal di kabinet. Tapi SBY bilang: Saya perlu Sudi, orang yang bisa saya suruh-suruh 24 jam. Akhirnya Sudi jadi Sekab. Tapi saya bilang sejak dulu Sesneg dan Sekab sering bentrok. Jadi kalau Sudi diangkat menjadi Sekab dia tak usah jadi Menteri. Waktu itu Pak JK setuju. Jadi ada Keppres 17 tentang pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu dan ada Keppres 18 tentang pengangkatan Sekab. Keppresnya dua. Sekab itu di luar kabinet.
Tapi besoknya ketika sidang kabinet pertama, saya terkejut ketika papan nama Sudi Silalahi sebagai Sekab berada di samping nama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Saya tanya, katanya itu atas perintah Pak Sudi. Kemudian saya tanya SBY, katanya itu tak benar. Ketika saya jalan bersama SBY menuju ruang siang kabinet, Sudi datang dan sudah pakai pin Menteri. Saya tambah bingung. Akhirnya Pak SBY bisik-bisik pada saya. Katanya, daripada ribut-ribut ya sudahlah. SBY minta nama Sudi digeser sebelah saya sehingga jadinya SBY, JK, saya dan Sudi. Padahal seharusnya Sudi berada di luar ruangan sidang kabinet sesuai aturan protokoler.
Sejak peristiwa itu saya selalu diganggu dan beredar berbagai isu yang memojokkan saya dan saya jadi pusing.
Gangguan apa saja?
Saya terima warisan Ibu Mega menjadi ketua Konferensi Asia Afrika (AA) di Bandung, akan dilaksanakan April 2005. Tapi baru akhir Februari, SBY dan Pak JK memanggil saya dan memerintahkan agar Konferensi AA tetap dilaksanakan awal April. Bayangkan, persiapan hanya 5 minggu untuk konferensi sebesar itu yang dihadiri 114 kepala negara. Sampai botak kepala saya.
Hasilnya sukses besar. Nama bangsa terangkat dan nama SBY melambung di dunia. Tapi baru dua minggu, panitia belum bubar, laporan belum selesai, tiba-tiba muncul berita di koran bahwa Ketua Timtas Tipikor Hendarman Supanji akan memeriksa Sekneg sebab ada dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Konferensi AA.
Waktu itu saya bilang Hendarman sebagai Ketua Timtas Tipikor, supaya tahan dulu karena laporan pembukuan belum selesai apalagi belum diaudit. Tapi diberitakan di koran Yusril membangkang perintah SBY yang pemerintahannya anti-korupsi. Akhirnya, malam hari saya berangkat ke Cikeas menemui SBY. Saya bilang pada SBY: Konferensi AA sudah berhasil mengangkat nama negara dan nama Bapak. Tapi kalau saya dibilang korupsi dan akan dipenjarakan gara-gara ini, saya tak terima. Saya berhenti sekarang juga dari Mensesneg. SBY kaget dan bilang: ada apa ini. Saya bilang: Saya diperiksa Timtas Tipikor. Katanya bapak yang suruh. SBY menjawab: Saya tak pernah menyuruh. Ya sudah nanti saya kasih tahu Hendarman. Akhirnya saya konfirmasi ke Hendarman. Katanya dia disuruh Sudi Silalahi dan Sudi disuruh Presiden.
Setelah itu dibuka kasus Kemayoran dan Senayan. Padahal dalam kasus Kemayoran tak satu kebijakan pun saya buat. Waktu saya jadi ketuanya, sudah tak ada lagi tanah di Kemayoran yang bisa dikasikan pada seseorang.
Jadi kalau Anda bertanya, kenapa Yusril? Terus terang saja saya menjadi target dari pihak tertentu. Ada yang paling sadis lagi, saya dituduh menolong Tommy Soeharto. Nama saya hancur dan orang anggap saya terima suap dari Tommy Soeharto. Saya jarang bersumpah. Tapi saya mau bersumpah bahwa saya belum pernah bertemu dengan mahluk yang namanya Tommy Soeharto.
Jadi Anda dijadikan target, bukan hanya kasus Sisminbakum. Bagaimana mengenai SBY? Romli Atmasasmita bilang bahwa sebenarnya dia menjadi target SBY.
Saya paling berani mengatakan pada tahap hipotetis. Kalau sampai tahap bukti-bukti sehinga saya haqqul yakin SBY yang bekerja, saya belum sepenuhnya yakin. Memang banyak orang yang memberikan masukan aneh-aneh kepada SBY tentang saya. Pak Try Sutrisno bolak balik mengatakan hati-hati dengan Yusril. Dia itu lihai dan pintar nanti bisa menusuk dari belakang, lihat kejadian Pak Harto. Padahal tak demikain itu kejadian saya dengan Pak Harto. Terus hati-hati Yusril itu ingin Negara Islam. Jadi macam macamlah.
Kalau Sudi Silalahi?
SBY berkali-kali memeluk saya gara-gara Sudi. Seperti mengenai Karaha Bodas, ketika Pertamina kalah di pengadilan arbitrase di New York dan harus membayar 280 juta dolar. Waktu itu Pak Ical sudah siap terbang ke AS. Di tangan Pak SBY ada surat yang isinya memberi mandat pada Pak Ical untuk berunding dangan mediator di AS. Karena sudah diputuskan oleh arbitrase kita kalah dan harus membayar sebesar itu. Mungkin SBY ragu-ragu dan meminta saya menemuinya. Setelah membaca suratnya, saya mengatakan kepada SBY ini gawat. Selama ini kalau Pertamina punya utang tagihannya sama dia.
Kalau Presiden kasih mandat kepada Pak Ical untuk merundingkan masalah ini, berarti pemerintah ambil alih utang Pertamina, PLN, dan BUMN lainnya, maka dunia ini kiamat. Nanti DPR bertanya darimana anggarannya?. Pak SBY langsung mengucapkan istighfar dan memeluk saya. Katanya, untuk kesekian kalinya Pak Yusril menyelamatkan saya. Padahal ini semua kerjaan Sudi Silalahi.
Siapa saja yang menjadikan Anda target?
Saya melihat ini juga karena ketidak-senangan ideologis dari kelompok Sekuler atau kelompok Kristen, dan juga peranan dari luar negeri. Saya sudah melihat ketidak-senangan dari Amerika Serikat, gara-gara saya pernah ribut sama Menlu Madeline Albright soal rencana pembentukan Pengadilan HAM Timor Timur pada 1999. Saya sempat perang mulut sama Albright. Sikap saya tak berubah karena saya dalam pemerintahan wajib mempertahankan negara.
Australia juga pernah ribut dengan saya soal pengungsi Irak atau Afghanistan. Kalau kapalnya terdampar di Indonesia, saya beri air minum dan bahan makanan secukupnya untuk berlayar ke Australia. Memang tujuan mereka ke Australia. Mereka kan cuma lewat Indonesia ngapain saya tangkap mereka. Gara-gara itu Australia marah besar sama saya. Saya dulu dikasih dana oleh Australia saya tolak. Tapi sayangnya Polri sekarang mau dikasih dana Australia Rp 280 miliar.
Saya dikenal anti-barat. Saya dianggap sebagai kelompok Islam, Dewan Dakwah dan sebagainya. Jadi saya pikir saya jadi target kekuatan luar tetapi juga kekuatan di dalam negeri.
Bagaimana pembelaan dari PBB, partai yang Anda dirikan?
PBB ini partai kecil. PBB sudah babak belur, di DPR tak punya wakil, di kabinet juga tak ada. Mereka fikir sekarang ini saya sudah habis. Padahal kalau saya tahan nafas hingga 2 minggu mendatang, maka di kiri dan kanan saya akan merapat semuanya. Mulai yang paling kanan sampai kiri ikut semua. Saya yakin masih mempunyai kekuatan. Saya fikir Sudi bukan tandingan saya.
Bagaimana Sudi berani melawan Yusril kalau tak ada Harimau di belakangnya?
Sehabis rapat DPR, kabarnya ada rekaman yang diperdengarkan. Waktu itu Hendarman ditanya kenapa tak ditindaklajuti kasus Hartono Tanoesoedibjo? Ada rekaman Hendarman dan Sudi disogok 10 juta dolar, Hendarman 3 juta dolar dan Sudi 7 juta dolar. Yang ngomong adalah Yohanes Woworuntu (mantan Dirut PT Sarana Rekatama Dinamika).
Kemudian Bambang adik Hendarman Supandji datang ke kantor saya ditemani Yusron, adik saya. Katanya harap maklum keadaan Pak Hendarman itu begini. Katanya ada 5 anggota DPR yang mengancam, kalau masalah Hartono Tanoesoedibjo tak dituntut maka akan diledakkan masalah suap kepada Hendarman yang pernah dibicarakan di rapat tertutup DPR. Kemudian Hendarman akan di Panjakan dan anak buahnya sebagai penyidik akan dipanggil.
Benarkah Anda akan hijrah ke luar negeri jika sampai masuk penjara karena Sisminbakum?
Ya, saya akan hijrah ke Malaysia . Apalagi Wakil PM Malaysia Muhyiddin Yassin sering telepon saya menanyakan kasus ini. Hak-hak politik saya di negara ini akan mati setelah nanti saya keluar dari penjara meski dipenjara hanya satu hari. Pemerintahan ini memberlakukan saya lebih buruk daripada perlakuan yang diterima Anwar Ibrahim di Malaysia. Sebab setelah keluar dari penjara, Anwar Ibrahim masih bisa menjadi anggota Parlemen bahkan calon Perdana Menteri. []
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!