Senin, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Juli 2010 20:27 wib
4.727 views
Membongkar Konspirasi Komunis, Sepilis dan Zionis
Iblis selalu melakukan fitnah, adu domba dan hasutan dalam menjalankan misinya untuk menyeret manusia ke neraka. Iblis juga paling tidak suka apabila melihat ada manusia yang selalu berjalan diatas rel amar ma’ruf nahi munkar. Apabila ada sekelompok manusia yang menjalankan perintah Allah, maka Iblis serta merta akan memerintahkan pasukannya yang terdiri dari golongan jin dan manusia untuk membuat fitnah kepada kelompok tersebut.
Inilah sebetulnya yang terjadi terhadap FPI. Gerombolan Liberalis yang berkolaborasi dengan kaum Komunis, baik yang tergabung dalam komunitas JIL maupun yang menyusup kedalam berbagai kekuatan politik dan media massa, telah melakukan fitnah keji terhadap FPI dengan tujuan agar FPI dibubarkan.
Tujuan mereka membubarkan FPI tentu saja untuk memuluskan agenda mereka dalam upaya menyesatkan umat manusia sebagaimana agenda bos mereka yaitu iblis laknatullah. Adapun agenda kongkrit kelompok liberal antara lain adalah, menerbitkan Al Qur’an edisi kritis yang merupakan Al Qur’an versi barat, dimana seluruh terjemahan dan tafsir-tafsir jumhur ulama dibongkar habis dan diganti dengan terjemahan dan tafsir dari kaum orientalis. Dibidang kehidupan sosial, gerombolan liberalis ini mengagendakan kebebasan kehidupan sosial, seperti free sex, sex sejenis dan kebebasaan membuka aurat dimuka umum.
Sementara kaum komunis, Marxis dan Leninis memiliki perasamaan dengan gerombolan liberalis dalam hal menghalangi manusia dari jalan Allah. Walaupun dalam agenda-agenda politik dan ekonomi, kedua kelompok ini memiliki perbedaaan mendasar, namun dalam hal memandang bahwa agama dan hukum Allah sebagai penghalang terbesar bagi kedua kelompok untuk menjalankan agenda politik dan ekonominya, baik gerombolon liberalis maupun kaum komunis bersepakat tentang hal ini.
Oleh karenanya, dalam memusuhi orang-orang yang berpegang teguh pada tali agama, mereka sekarang ini akan bekerja sama untuk memusnahkan kelompok ini. Berbeda dengan masa lalu, dimana kalangan liberalis selalu menggunakan kelompok agama untuk memusuhi kaum komunis. Sekarang ini karena kekuatan komunis tidak lagi menjadi ancaman bagi liberalis, karena memang pada dasarnya mereka berasal dari sumber yang sama, yaitu sama-sama anti Tuhan, mereka melihat umat Islam yang menjalankan amar ma’ruf nahi munkar serta yang berjihad di jalan Allah adalah musuh terbesar bagi peradaban dan cara hidup yang telah mereka cipatakan dan berhasil diikuti oleh sebagian umat manusia.
Gerombolan liberalis dan kaum komunis sangat terganggu dengan keberadaan umat Islam yang terus memperjuangkan syariat islam untuk diterapkan menjadi hukum yang mengatur kehidupan manusia. Mereka tidak ingin hukum Allah diterapkan menjadi hukum yang mengatur kehidupan manusia. Inilah sesungguhnya essensi dari perang abadi antara pasukan Iblis yang terdiri dari gerombolon Liberalis dan Kaum Komunis melawan umat Islam dari golongan Mukminin.
Inilah yang terjadi dalam kasus banyuwangi, dimana kaum komunis berkolaborasi dengan gerombolan liberalis semata-mata karena kebencian mereka terhadap ormas dan aktivis Islam seperti FPI dan lainnya.
Aktivis komunis seperti Ribka Tjiptaning dan Budiman Sudjatmiko berkolaborasi dengan gerombolan Liberalis seperti Ulil, Eva Sundari, dan seorang Ratu tanpa kerajaan mencoba menggalang kekuatan parlemen untuk memberikan tekanan politik agar FPI dibubarkan. Mereka melakukan road show ke ormas Islam lainnya, seperti NU dengan harapan dapat mengadu domba umat Islam.
Pekerjaan adu domba dan fitnah terhadap FPI ini juga didukung oleh media massa yang ada, baik media cetak seperti Koran dan majalah maupun media elektronik seperti televise dan radio.
Beberapa saat setelah mengadakan pertemuan dengan eks anggota PKI di Banyuwangi, Ribka Tjiptaning langsung menyebar sms yang memfitnah FPI bahwa dia diuber-uber oleh FPI di Banyuwangi. Padahal, jangankan nguber, keberadaan FPI saja di Banyuwangi telah dibekukan sejak bulan April yang lalu. Namun Ribka tak peduli dengan fakta ini, dia terus saja menebar fitnah bahkan mengajak beberapa anggota parlemen lainnya yang tidak tahu menahu mengenai kejadia untuk mendatangi mabes Polri.
Begitu fitnah terhadap FPI menyebar, maka gayungpun bersambut oleh gerombolan liberalis, Eva Sundari, Ulil dan Ratu tanpa kerajaan, seolah berebut tak mau kehilangan panggung untuk ikut mefitnah FPI. Bahkan Ulil yang telah menyusup ke Partai Demokrat, terang-terang menyatakan, “Lupakan Century, saatnya bubarkan FPI”.
Ibarat pepatah, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, inilah yang coba dilakukan oleh Ulil yang selain membawa kebencian mendalam terhadap FPI, sekarang ini juga duduk sebagai fungsionaris Partai Demokrat yang sangat berkepentingan untuk menghilangkan kasus Bank Century dari wacana publik, agar tidak lagi menjadi desakan masyarakat untuk diusut tuntas. Maklum saja, kasus Bank Century melibatkan wapres Boediono yang merupakan pasangan yang diusung oleh Partai Demokrat. Sehingga aspabila issu Century ini tidak dihilangkan dari pemberitaan media massa, maka berpotensi untuk menggangu stabilitas kekuasaan SBY-Boediono.
Sesungguhnya issu pembubaran FPI ini jauh hari sebelum kasus Banyuwangi mencuat, telah mejadi rumor melalui sms. Salah satu sms yang beredar satu bulan sebelum kasus Banyuwangi dan ditujukan kepada para jurnalis liberal sekuler berbunyi , “…kembali terjadi, sasaran FPI mendiskriminasi etnis Tionghoa secara anarkhis, dengan membabi buta berusaha menghancurkan patung naga emas di kota Singkawang dengan alas an yang tidak jelas, bahkan mereka mulai mengobarkan sentiment rasialisme. Pertanyaanya, mengapa tindakan ini disembunyikan dari media..? tolong Bantu broadcast berita ini supaya makin banyak orang yang berani menuntut pembubran FPI..”.
Jelas sms provokatif seperti ini yang banyak beredar dikalangan jurnalis dan politisi liberal dan kaum komunis adalah semata-mata berisi fitnah terhadap FPI. Tindakan diskriminasi jelas hanya bias dilakukan oleh orang yang punya kekuasaan, di Singkawang yang saat ini berkuasa adalah, walikota Singkawang justru berasal dari etnis Tionghoa dan beragama Kristen, bagaimana mungkin FPI yang tidak berkuasa mampu mendiskriminasi kelompok yang tengah berkuasa.
Mengenai patung naga emas yang diributkan oleh etnis Tionghoa tersebut, para pengusaha Tionghoa asal Singkawang yang tinggal di Jakarta telah menemui FPI dengan difasilitasi oleh seorang Juru Bicara sebuah gerakan (ormas) Islam, adapaun isinya adalah sama persis seperti isi sms yang beredar, yaitu menuduh FPI mendiskriminasi etnis Tionghoa dan meminta patung naga emas tidak diganggu.
Bahkan dari mulut aktivis yang menjadi juru bicara sebuah ormas Islam tersebut keluar ucapan untuk menambah patung lainnya yang melambangkan etnis batak, melayu dan lainnya. Padahal di Singkawang orang batak sama sekali tidak terlibat dengan persoalan apapun. Sungguh aneh ucapan dan sms yang dikeluarkan oleh si aktivis Islam tersebut. Padahal didalam tubuh organisasinya, soal patung adalah soal yang sangat terang benderang, bagaikan siang dan malam, bahkan perwakilan mereka yang ada di Indonesia ketika berkunjung ke rumah salah satu orang Indonesia yang menjadi target garapan, meminta tuang rumah untuk membuang seluruh patung yang ada di rumah sang tuan rumah. Adalah aneh bila juru bicara ormas tersebut berlagak bodoh dalam soal patung emas di Singkawang.
Namun media massa tidak berani mengangkat kasus Singkawang, karena penuh dengan nuansa SARA dan sama sekali tidak sesuai fakta.
Issu pembubaran FPI ini apabila kita periksa lebih jauh, sudah dimulai pada tahun 2000-an ketika Abdurrahman Wahid masih menjadi Presiden, waktu itu tuduhan yang dilontarkan kepada FPI adalah bahwa FPI dibeking oleh Militer dan Polisi yang pada saat itu menjadi musuh politik Abdurahman Wahid. Karena tidak mampu menghadapi militer dan polisi pada waktu itu, maka Durrahman mencoba mencari lawan yang mudah untuk dikalahkan, agar secara psikologi bias merasa menjadi pemenang, dan juga untuk menghimpun dukungan dari masyarakat agar mengalihkan permusuhannya kepada FPI.
Sejak saat itu FPI dijadikan kambing hitam persoalan politik yang ada. Setiap ada masalah politik, yang tidak mampu dan tidak bias dikelola dari segi kendali atas informasi, maka mulailah dimunculkan issu FPI. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian dari issu yang tengah menjadi sorotan masyarakat. Dengan menjadikan FPI sasaran pemberitaan negative media massa, maka diharapkan masyarakat tersedot perhatiannya kepada FPI. Karena sejak awal FPI secara sengaja dipersepsikan negatrif oleh media massa yang dikuasai oleh gerombolan liberalis.
Begitu juga pada tahun 2006 yang lalu, gerombolan liberalis ini berupaya untuk membubarkan FPI melalui issu pengusiran Abdurrahman Wahid dari ruang diskusi. Tapi justru Durrahman menyatakan bahwa dia tidak pernah di usir, “lha wong saya pergi sendiri” demikian kata Durrahman waktu itu. Harapan gerombolan liberalis waktu itu adalah dapat menggalang para pendukung Abdurrahman Wahid untuk menuntut pembubaran FPI.
Bahkan Dawam Raharjo pada waktu itu, sesumbar ditabloid Intelijen, bahwa dia sudah menyiapkan 6000 laskar untuk membubarkan FPI secara fisik. Namun tentu saja omong kosong Dawam Raharjo ini tidak pernah terbukti. Begitu ditantang dan dibongkar bahwa yang melatih mereka adalah tentara aktif mereka mundur sendiri. Bukan apa-apa, selama ini kelompok liberalis ini adalah kelompok yang paling anti dengan militer karena mereka menjalankan agenda Amerika Serikat dan Negara barat lainnya untuk melemahkan militer Indonesia. Bahkan program-program anti militer ini dibiayai melalui dana program tahunan yang dikemas dengan judul program security reform.
Inilah beberapa kemunafikan gerombolan liberlis ini, pada satu sisi seolah memusuhi namun pada sisi lainnya diam-diam memanfaatkan oknum militer untuk melatih mereka melakukan kekersan secara fisik.
Media massa pun sama kelakuanya, semua issu yang berbau agama akan dieksploitasi untuk memojokkan ormas Islam tertentu dan mengadu domba antar umat Islam. Banyak sekali media yang begitu menggebu-gebu dalam pemberitaan terhadap issu pembubaran FPI atau ormas Islam lainnya.
Siapakah sesungguhnya mereka yang ada dibelakang ini. Bila kita periksa dan telusuri, aktor-aktor yang ada dibelakang ini semua adalah antek-antek dari jaringan Zionis Internasional. Hampir semua dari oknum yangn bekerja untuk membangkitkan kebencian terhadap Islam dan Ormas Islam tertentu ini adalah mereka yang secara organisasi merndapatkan dana program untuk menjalankan kegiatan organisasinya, yang terdiri dari LSM-LSM, baik yang bergerak dibidang advokasi maupun dibidang penelitian. Dana yang mereka peroleh sepenuhnya berasal dari hasil mengemis kepada keduataan Amerika, Belanda, Inggris, Australia, Kanada atau badan-badan bantuan Internasional milik Negara barat seperti USAID, AusAID, NOVIB, CIDA, SIDA, NORAD, dan juga International Funding Agency seperti Open Cociety milik George Soros, Hivos, The Asia Foundation. Triple eleven dari Belgia dan sebagainya. Bahkan tidak jarang, Funding Agency tersebut adalah yayasan yang bernaung di gereja katolik atau gereja protestan di Negara asalanya, dan syarat untuk mendapatkan dana bantuan dari mereka adalah, harus ada orang Kristen di Indonesia yang mendapatkan manfaat dari program yang dijanlankan oleh LSM-LSM di Indonesia.
Bahkan informasi yang didapatkan oleh suara islam, dana JIL saat ini sedang diusahakan untuk langsung didanai oleh berbagai Funding Agency dari Israel atau organisasi yahudi lainnya, bahkabn sering kali aktivis JIL dating langsung ke Israel atau sekedar berkunjung ke kedubes Israel di Singapore.
Sementara untuk aktifis perorangan yang bekerja baik sebagi akademisi, peneliti, birokrat, politisi dan jurnalis, rata-rat mereka dalah orang yang pendidikan pasca sarjananya dibiayayi melalui beasiswa dari lembaga-lembaga seperti Chevening award dari kerajaan Inggris, Fulbright- Aminef (America Indonesia friendship), Asia Foundation, AusAID dan sebagainya.
Untuk mengesankan bahwa mereka betul-betul orang yang cerdas, maka dilakukan seleksi terhadap calon-calon agen tersebut melalui proses seleksi yang melibatkan umum. Jadi sejak awal para agen yang dijadikan komprador tersebut memang tidak meiliki kesadaran bahwa mereka tengah dibina menjadi agen dan sedang diarahkan kerangka berfikirnya menjadi kerangka berfikir kaum orientalis. Sebab dengan cara berfikir kaum orientalis inilah, maka penjajahan tidak perlu lagi dilakukan secara fisik, yang sudah pasti akan menimbulkan perlawanan hebat dari umat Islam. Maka cukup dengan membina agen yang telah dicuci otaknya, maka biaya menjajah menjadi lebih murah dan sang agen dengan senang hati menjalankan tugasnya dengan upah murah dan imbalan masuk neraka, karena menjalankan agenda kaum orientalis menjauhkan manusia dari jalan Allah. (TIM REDAKSI SUARA ISLAM)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!