Ahad, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 13 Juni 2010 06:41 wib
5.478 views
Ustadz Abu Dilarang Berdakwah
Jaman wes akhir, demikian kata orang Jawa. Yang benar disalahkan yang salah dibenarkan. Yang kecil dibesarkan, yang besar disepelekan. Semua serba terbalik. Dakwah dilarang, kemaksiyatan bergentayangan.
Di negeri ini kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dijamin oleh Undang-undang. Pun demikian dengan kebebasan beragama dan beribadah juga dijamin oleh negara. Pelajaran ini telah ditanamkan kepada anak-anak sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga bangku kuliah. Bahkan dalam soal-soal ujian Pendidikan Kewarganegaraan hampir pasti selalu keluar.
Rupanya, doktrin itu hanyalah sekedar pasal-pasal manis penghias lembaran konstitusi. Praktiknya tidak seindah yang dibayangkan. Jauh panggang dari api, kata pepatah.
Adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang saat ini direnggut kebebasannya untuk berdakwah. Melalui surat bernomor 031/MUI-Kota.Sg/VI/2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Serang Provinsi Banten resmi ‘mencekal’ Ustadz Abu untuk berdakwah di wilayah hukum Kota Serang, Banten. Surat tertanggal 1 Juni 2010 itu ditandatangani oleh Ketua umum MUI Kota Serang KH. Mahmudi dan sekretaris umum H. Amas Tadjuddin.
Dalam surat dua lembar yang dilayangkan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo itu disebutkan bahwa MUI Kota Serang meminta kepada Ustadz Abu untuk sementara waktu terhitung sejak bulan Juni 2010 agar tidak datang dan tidak melakukan kegiatan di wilayah hukum Kota Serang, Banten hingga waktu tak terbatas.
Sementara pada poin kedua, MUI kota Serang mengajak Ustadz Abu untuk bersama-sama menjaga suasana kehidupan masyarakat yang kondusif, tenang, damai dan tertib dalam wadah pemerintahan NKRI yang sah dan berdaulat.
Ketua MUI Kota Serang KH. Mahmudi membenarkan adanya surat tersebut, tetapi ia menolak jika disebut MUI melakukan pelarangan. ”Kita tidak melarang, tapi mohon kelegaan hati agar yang bersangkutan tidak ke Banten untuk menghindari kontroversi dan menjaga suasana yang kondusif”, jelasnya kepada Suara Islam, Sabtu (12/6/2010).
Mahmudi menjelaskan bahwa munculnya surat tersebut berawal dari rapat MUI Propinsi Banten bersama muspida setempat. Dalam rapat tersebut berkembang usulan dari sejumlah ormas Islam yang meminta MUI agar tidak mengijinkan Ustadz Abu melakukan aktivitas di wilayah Banten.
”Ada masukan dari berbagai pihak kepada kami bahwa pengajian beliau (Ustadz Abu, red) sering menyebut pemerintahan ini thagut, kafir, dan sebagainya. Ini yang menimbulkan kontroversi dan keresahan”, paparnya ketika ditanya soal kontroversi yang dimaksud MUI.
Selain itu, Mahmudi juga menyinggung soal keterkaitan JAT dengan sejumlah oknum pelaku tindakan terorisme. ”Mereka yang latihan di Aceh itu kan ketahuan didanai dan ada keterkaitan dengan orang-orang JAT. Kita tidak ingin Banten dijadikan sebagai tempat pengkaderan terorisme”, tambahnya
Rupanya isi ceramah yang dianggap kontroversi dan soal terorisme itu bukanlah satu-satunya sebab. Mahmudi mengakui adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu kepada MUI Banten, terutama dari pemerintah dan aparat untuk melakukan ’pencekalan’ itu. ”Iya, termasuk Korem, Kodim dan Polda”, ungkapnya.
Sebenarnya Mahmudi juga menyadari jika MUI tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pelarangan terhadap aktivitas dakwah Ustadz Abu. ”Kita ini tidak punya kewenangan untuk melarang, makanya bahasanya kita pakai memohon dengan hormat. Mau datang atau ngga itu haknya”, katanya.
Menantang, Bukan Meminta
Sementara itu, Ketua Kenadziran Kesultanan Banten Lama KH. Tb Fathul Adzim yang namanya dicantumkan oleh MUI Kota Serang sebagai pihak yang meminta MUI agar melayangkan surat kepada Ustadz Abu agar tidak datang lagi dan menghentikan kegiatan khususnya di komplek kediamannya dan kegiatan lain di Provinsi Banten, mengaku pernyataannya telah diplintir oleh MUI.
”Kalimat saya diplintir. Yang betul saya menantang, bukan meminta”, kata keturunan Sultan Ageng Tirtayasa itu.
Kepada Suara Islam, Fathul menceritakan bahwa dirinya pada hari Senin, 17 Mei 2010 yang lalu diundang rapat di Kantor MUI Provinsi Banten. Pengurus MUI Kota Serang juga ikut hadir. Dalam kesempatan itu Ketua MUI Provinsi Banten KH. Wahab Afif mendesak dirinya untuk tidak mengundang Ustadz Abu berceramah di tempatnya lagi, dengan alasan isi ceramah Ustadz Abu kontroversial.
Atas desakan MUI Banten itu, Fathul Adzim menyatakan menolak. ”Saya tidak mau dan tidak punya kapasitas untuk melarang, apalagi menghentikan silaturahmi dengan Ustadz Abu”, tegasnya.
Akhirnya rapat pun berjalan panas. Seorang Fathul Adzim menghadapi puluhan pengurus MUI Banten. Pengurus MUI terus mendesak dengan alasan macam-macam, termasuk mempersoalkan isi ceramah Ustadz Abu soal pemerintahan thagut. Akhirnya Fathul menantang MUI untuk membuat surat saja ke Ustadz Abu.
”Kalau merasa diresahkan, kenapa MUI tidak membuat surat saja ke Ustadz Abu”, tantangnya kala itu.
Kalimat Fathul inilah yang kemudian dijadikan salah satu butir pertimbangan dalam surat MUI Kota Serang. Seolah-olah Fathul lah yang meminta MUI agar melayangkan surat ke Ustad Abu. Tokoh ulama Banten yang juga merupakan anggota Dewan Penasehat MUI Pusat itu mengakui bahwa MUI Banten sudah kelewatan.
”Saya minta MUI Banten ini pro aktiflah. Jangan hanya mendengarkan informasi dari pihak lain. Pengajian di tempat saya itu terbuka untuk umum, silahkan saja datang. Bila ada isi ceramah yang tidak sesuai, bantah saja secara ilmiah”, saran Fathul.
Nyatanya, pengurus MUI Banten tidak pernah datang ke pengajian yang biasa digelar Fathul di Banten Lama pada malam jum’at bulan purnama. Padahal biasanya ribuan orang datang ke tempat itu, baik dari wilayah dalam maupun luar Banten.
Emang Gue Pikirin
Bagaimana respon JAT Banten terhadap surat MUI Serang itu?. ”Emang gue pikirin alias EGP”, kata Ketua JAT Banten Ustadz Enting Abdul Karim singkat.
Dikatakannya bahwa surat tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap aktivitas dakwah JAT di Banten. Bagi Enting, biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Termasuk soal terorisme yang dijadikan alasan oleh MUI Kota Serang. Enting menegaskan bahwa tidak benar JAT terlibat terorisme. ”Itu adalah hasil rekayasa Densus 88 untuk memojokkan JAT dan Ustadz Abu”, katanya.
”JAT akan terus menyebarkan visi misinya, melakukan aktivitas dakwah dan jihad. Dakwah berarti mengajak orang kepada Islam, menjelaskan tentang syariah dan khilafah. Sedangkan jihad, kita akan terus melakukan amar ma’ruf nahi munkar”, lanjutnya.
Pengurus JAT Banten, kata Enting, telah mendatangi MUI Provinsi Banten untuk melakukan klarifikasi pada hari Sabtu, 5 Juni 2010 yang lalu. JAT diterima oleh KH. Wahab Afif dan 11 pengurus MUI lainnya. ”Tetapi mereka tetap keukeuh dengan suratnya”, kata pimpinan Pondok Pesantren Al Islam, Serang, Banten itu.
Enting malah balik mensinyalir jika MUI Banten, baik provinsi maupun daerah telah dijadikan perpanjangan tangan pemerintah.
Ditanya tetang bagaimana tanggapan Ustadz Abu atas surat MUI Kota Serang ini, Enting menjawab Ustadz Abu menyerahkan soal ini kepada JAT Banten. ”Soal ini dikembalikan ke JAT Banten. Prinsipnya kita akan terus berdakwah secara terbuka dan konsisten”, tutupnya.
Aktivitas dakwah dilarang-larang, pornografi merajalela dibiarkan. Apa sih yang MUI mau?. (shodiq ramadhan)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!