Rabu, 22 Jumadil Akhir 1446 H / 28 April 2010 09:44 wib
2.127 views
Menapis Pemimpin
Kaum muslimin rahimakumullah,
Maraknya Pilkadal mengandung efek buruk yang luar biasa. Sebab, pemilihan kepala daerah atau pemimpin daerah, baik itu bupati, walikota, atau gubernur, tidak menggunakan lagi penapisan lagi. Tapi langsung dipilih oleh rakyat. Padahal, kenyataan menunjukkan rakyat kita dengan euphoria demokrasi dan kebebasan telah kebablasan.
Mereka memilih sesuai selera mereka kepada calon kepala daerah yang berkampanye. Oleh karena itu, satu-satunya modal para calon adalah popularitas mereka, baik yang sudah popular sejak lama seperti para artis maupun yang popular dadakan karena kampanye yang sangat gencar selama masa kampanye. Ditambah lagi sikap pragmatis para pimpinan partai yang menawari para artis untuk maju dalam pilkadal menyusul sukses Dede Yusuf di Jawa Barat dan Rano Karno di Banten.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Akibatnya, muncullah nama-nama yang mengerikan bagi kita semua, misalnya artis Ayu Azhari sebagai calon wakil bupati Sukabumi, Julia Perez di Pacitan, dan Maria Eva di Sidoarjo.
Oleh karena itu, kita menyambut baik rencana Mendagri Gamawan Fauzi yang akan menambahkan syarat tidak cacat moral untuk para calon peserta pilkada. Sebab, apa jadinya rakyat dan bangsa ini kalau dipimpin oleh pemimpin yang fasik, yakni yang jelas-jelas dan terang-terangan bermoral bejat dan bangga dengan hal itu.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Jelas rencana Mendagri tersebut menyejukkan bagi kita semua, khususnya orang-orang yang betul-betul punya kepedulian akan nasib umat dan bangsa ini ke depan. Namun bagi Maria Eva, bakal calon Bupati Sidoarjo, usulan Menteri Dalam Negeri, terutama soal larangan bagi orang pernah berzina, terlalu berlebihan. "Usulan Pak Menteri itu terlalu naif," katanya saat dihubungi Tempo, Minggu (18/4).
Keberatan artis dangdut asal Jawa Timur yang pernah bikin heboh Senayan karena pengakuan dan video mesumnya ini didukung oleh Koran Tempo. Secara sinis dalam editorialnya (26/4), koran milik bos kaum liberal Goenawan Mohamad ini mengatakan bahwa usulan antizina itu melecehkan kecerdasan publik.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Tentu kita tahu cara berfikir kaum liberal adalah mepromosikan faham liberalisme alias faham kebebasan dalam segala segi, termasuk dalam hal ini kebebasan berperilaku. Menurut paham liberalisme, manusia berhak berbuat apa saja sesuka mereka, seperti bebas berpakaian yang membuka aurat, minum-minuman yang memabukkan, termasuk bebas dalam berhubungan seks (freesex).
Merekalah dulu yang paling getol menolak RUU-APP (Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Porno Aksi). Dan tentu saja, karena yang paling getol menentang segala bentuk kemaksiatan adalah para pejuang syariat, maka mereka juga anti syariat dan selalu memojokkan para pejuang syariat. Oleh karena itu, untuk mendapatkan dukungan dari kaum non muslim dan golongan nasional, mereka selalu menentang UU yang melindungi akhlak bangsa ini dengan melakukan kampanye hitam kepada syariat.
Lihatlah pilihan kata yang mereka gunakan, seperti perda syariat, usulan kontroversi antizina, kami bukan Arab, dll. Wajarlah kalau dulu masyarakat dan pemerintahan Bali menolak RUU-APP bahkan UU-Pornografi sekalipun harus mereka terima kenyataan pahit dengan beredarnya film Gigolo dan kasus perkosaan pedofili di Bali.
Kaum muslimin rahimakumullah
Dalam pandangan Islam, pemimpin negara (ulil amri) adalah orang yang ditaati. Demikian juga para pemimpin daerah yang dalam Islam tidak dipilih, tapi diangkat oleh pemimpin negara, adalah juga orang yang ditaati. Dan ketaatan kepada ulil amri itu disandarkan kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa 59).
Dari ayat di atas jelas, bahwa ulil amri itu juga punya kewajiban taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang gemar bermaksiat, dan orang-orang yang senang menentang syariat Allah dan Rasul-Nya tidak layak menjadi ulil amri. Artinya tidak layak diangkat menjadi pemimpin negara maupun pemimpin daerah.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. dulu sebagai kepala negara, mengangkat para penguasa daerah seperti wali (setingkat gubernur) maupun amil (setingkat wali kota) dari kalangan orang-orang yang terbaik, yakni orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT, orang-orang yang kuat dalam ibadah, dan orang-orang yang alim terhadap kitabullah dan sunnah Rasul-Nya sehingga bisa menyelesaikan problem-problem yang dihadapi masyarakatnya dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah saw. pernah menguji Muadz bin Jabal r.a. ketika beliau saw. mengutusnya sebagai wali negeri Yaman. “Dengan apa engkau memerintah dan memutuskan masalah?”. Muadz menjawab: “Dengan kitabullah”. Rasul bertanya: “Jika tidak engkau jumpai di kitabullah?” Jawab Muadz: “Dengan Sunnah Rasulullah”. Rasul bertanya: “Jika tidak engkau jumpai didalamnya?”. Muadz menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya”. Ijtihad adalah menyelesaikan masalah dengan hukum yang digali dari kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Rasulullah saw. juga berpesan kepada penguasa daerah di dalam mengurus urusan kemaslahatan rakyat agar memberi kemudahan kepada rakyat, bukan menyulitkan. Juga memberi kabar gembira, bukan menghardik rakyat. Rasul bersabda:
يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا
“Mudahkanlah mereka, janganlah kalian persulit. Berilah kabar gembira mereka, jangan kalian hardik” (HR. AN Nasai).
Kaum muslimin rahimakumullah
Pemimpin tentu tidak boleh diangkat dengan asal comot, tapi harus dengan pertimbangan yang benar-benar masak sehingga betul-betul dari kalangan orang yang bertaqwa, yang tidak fasik, tidak gemar maksiat, dan memiliki pengetahuan terhadap hukum-hukum syariat Allah yang bisa digunakan untuk menyelesaikan problem-problem di masyarakat, dan laksana penggembala bisa memberikan perlindungan keamanan kepada rakyat dan juga kemudahan bagi rakyat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dalam hidup di dunia ini dan dalam rangka mencapai kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Wallahua’lam!
Baarakallah lii walakum
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!