Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 27 Maret 2023 23:02 wib
22.679 views
Pemuda Eksis Non-Ekstremis
Oleh: Rida Asnuryah
"Jika anda bisa melihat alasan eksistensi anda di dunia ini, maka anda yang akan mengendalikan target dan bukan sebaliknya." ― Ary .M. Wibowo
Dewasa ini, eksistensi diri menjadi hal yang diprioritaskan, terutama di kalangan muda. Melesatnya perkembangan media membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Jadilah, remaja berlomba unjuk eksistensi dengan berbagai konten, tak jarang, dengan cara yang membahayakan jiwa atau berlagak kaya.
Contoh nyatanya seperti kasus yang menimpa seorang wanita muda di Bogor beberapa waktu lalu.
Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia bahwa seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali.
Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call.
"Saat itu sambil video call (telepon video) sama temen-temennya, korban mengatakan 'mau live nih, gue mau bikin konten ah', tahu-tahu kursinya yang dipakai buat pijakan di bawah itu terpeleset, jadi beneran gantung diri," terang Agus. Jumat (3/3)
Teman-teman W yang sedang video call pun langsung mendatangi kediaman korban di Cibeber 1, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Namun setiba di lokasi, korban yang tinggal seorang diri ini sudah tidak bernyawa.
Amat disayangkan, perilaku semacam itu sejatinya adalah perilaku rendah, serta lahir dari taraf berpikir yang rendah pula. Budaya tak berbobot, yang anehnya berjamur di tengah-tengah kita. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam kehidupan ini. Dan tentulah merupakan hasil dari sistem kehidupan yang diyakini masyarakat dalam seluruh aspeknya.
Sistem kapitalisme yang berdiri saat ini, tak mampu menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya, serta kesantunan sikapnya. Tak heran, jika negara gagal melahirkan sosok individu berilmu tinggi.
Jika sudah begini, 'bagaimana caranya agar generasi muda yang bermartabat luhur' dapat dibangun?
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki mekanisme struktural dalam membina masyarakat, termasuk generasi muda. Sedari dini dipahamkan akan tujuan hidup manusia, ditanamkan nilai-nilai islam secara totalitas, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, maupun negara. Sehingga tercipta manusia-manusia yang berpola pikir dan berpola sikap islam. Mereka yang akan berpikir matang sebelum bertindak.
Negara dalam islam pun, tak pernah membatasi untuk berkarya, melatih kemampuan, serta mengembangkan kreativitas. Justru mendukung seoptimal mungkin melalui berbagai sarana dan kegiatan edukasi. Sehingga tak akan ada pemuda yang rela melakukan apapun demi dianggap 'Si Paling Gaul', atau membuat konten pamer kekayaan demi citra 'Si Paling Sultan'. Yang ada, adalah para pemuda yang berlomba membuat konten untuk menebarkan kebaikan dan ilmu. Generasi yang kuat dan cerdas, para pemuda yang gaul tapi berprestasi, juga remaja yang luwes tanpa kaku namun bermartabat dan beradab. Penuh ide cemerlang yang kaya akan manfaat.
Generasi ini tidak lahir dari budaya yang 'bebas tanpa batas', yang sekadar menjunjung eksistensi tak berarti, hingga rela bertindak ekstrem yang menyakiti diri. Mari, menjadi kaula muda tetap bisa eksis tanpa harus jadi ekstremis. Tentu dengan memperdalam islam, menyebarkannya, serta berusaha mewujudkannya secara sempurna di tengah kehidupan. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!