Sabtu, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 18 April 2020 22:20 wib
8.205 views
Bunuh Diri, Mengapa Jadi Opsi?
Oleh: Desi Yunise, S.Tp
Pasangan suami istri (pasutri) ditemukan meninggal dunia di kediamannya di Korong Pasa Tangah, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, Rabu (15/4/2020) sekitar pukul 15.30 WIB. Pasangan yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang pecel lele ini, diduga meninggal karena bunuh diri. Suaminya berinisial K (40) dan isterinya FY (27). Korban K tergantung dengan seutas tali, saat pertama kali ditemukan oleh Ryan, seorang petugas koperasi saat meminta uang tagihan julo-julo kepada korban. Sementara FY ditemukan mrninggal tergeletak di tempat tidur. “Menurut keterangan salah seorang saksi, FY sempat meminjam uang Rp 1 juta untuk merantau ke Jakarta. Saksi Nadia menjanjikan uang pinjaman tersebut pada Hari kamis. (Langgam ID, 16/4/2020).
Dilansir oleh TRIBUNPONTIANAK.CO.ID (15/014/2020), sehari sebelumnya, seorang mahasiswi pun ditemukan tewas bunuh diri. Korban adalah mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di kota Pontianak, berinisial MR (22) berasal dari Kabupaten Sekadau. Ia nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar kosnya di Kompleks Griya Husada, Jalan Sungai Raya di Pontianak, Selasa (14/4/2020). Kapolres Kubu Raya AKBP Yani Permana mengungkapkan, korban pertama kali ditemukan teman laki-laki korban yang datang ke kosnya.
Dalam dua hari terakhir, tiga orang mati bunuh diri. Terlepas motif apa yang mendorong ketiga korban ini nekad mengakhiri hidupnya. Kita patut introspeksi sejenak. Hal ini penting agar kasus serupa jangan sampai terjadi pada diri kita juga masyarakat lainnya. Depresi sosial merupakan buah busuk diterapkannya sistem rusak kapitalisme. Kapitalisme menyebabkan krisis iman yang akut. Setidaknya, ini yang terbaca dari fakta ini. Pelajaran penting dari ini adalah :
Pertama, pentingnya iman. Memang di masa-masa sulit seperti sekarang ini peran iman sangat penting. Berbagai nestapa dialami rakyat. Himpitan ekonomi, kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sering melatar belakangi soal bunuh diri. Belum lagi masalah lainnya. Iman harus diperkuat. Bisakah mengandalkan sistem pendidikan sekuler? Nihil. Bahkan sistem sekuler saat ini cenderung makin membuat krisis iman dan taqwa. Karenanya, sesibuk apapun kajilah islam. Sebab pemahaman islam yang baik akan menjadikan iman kokoh. Iman akan berbuah taqwa, hingga sesulit apapun persoalan hidup, ia tak akan menempuh jalan terlarang untuk menyelesaikan masalahnya.
Sistem pendidikan yang sekuler memang tak menjamin hal ini. Makin tinggi tingkat pendidikan, belum tentu seseorang makin mahir menghadapi ujian hidup. Padahal iman berperan sangat penting dalam menjalani hidup ini.
Kedua, Kontrol sosial masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap lingkunganan jangan sampai lemah. Kehidupan kapitalisme menjadikan seseorang tergerus kepeduliannya dengan lingkungan. Faham individualisme merasuki jiwa masyarakat saat ini. Sangat kontras dengan Islam yang mengajarkan kepedulian. Inilah pentingnya peduli dan berjamaah yang diajarkan Islam. Berjamaah akan membuat seseorang terjaga. Karenanya, berkumpullah dengan orang-orang sholeh. Tak hanya berguna menjaga iman, berkumpul akan membuat oase tersediri yang membahagiakan. Banyak keberkahan disana. Saling tolong-menolong bisa diaplikasikan saat berjamaah. Benarlah Sabda Nabi SAW :
“Tidak beriman kepada-Ku, seorang yang bermalam dalam keadaan kenyang padahal tetangga yang di sampingnya dalam keadaan lapar, sedangkan ia mengetahuinya “ (HR ATh Thabraniy).
Ketiga, peran negara. Negara memegang peran sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya. Ini tak terealisasi dalam negara penganut sistem kapitalisme. Bahkan negara condong berlepas tangan dalam menjamin kebutuhan pokok rakyat. Kalaupun negara hadir dalam bentuk jaminan sosial melalui program-programnya, hanya menyentuh kalangan yang terbatas. Iitupun yang sudah sangat parah. Ditambah syarat yang diberlakukan begitu rumit. Padahal kebutuhan pokok adalah hak seluruh rakyat individu per individu tanpa terkecuali.
Melemahnya daya beli masyarakat dan kemiskinan yang melanda jutaan masyarakat disebabkan salah tata kelola negara. Sumber daya alam yang semestinya dinikmati seluruh rakyat malah dikuasakan kepada segelintir orang. Inilah watak sistem ekonomi kapitalisme, yang menganut kebebasan memiliki. Hak rakyat terampas hingga mereka menanggung beban yang begitu berat. Biaya pendidikan berkualitas harus ditebus dengan sangat mahal. Belum lagi biaya kesehatan yang bikin sulit, bahkan rakyat pun diwajibkan membayar sebelum ia sakit dalam program BPJS. Astagfirullah, nestapa rakyat di alam kapitalisme.
Hal ini sangat kontras dalam sistem Islam. Rakyat pun bisa mengecap pendidikan yang berkualitas dengan gratis. Sehingga ia bisa terdidik dan memiliki iman dan taqwa yang kuat. Hal ini didukung oleh ekonomi yang menjamin kebutuhan pendidikan secara gratis. Pengelolaan ekonomi berbasis syariah menempatkan sumber daya alam yang tak terbatas sebagai milik rakyat seluruhnya. Tentunya, lebih dari cukup membiayai kebutuhan pendidikan yang merupakan kebutuhan pokok.
Rasulullah SAW bersabda “Imam adalah penggembala, ia bertanggung jawab atas rakyatnya”.
Kita bisa melihat peran sentral negara yang ditunjukkan para pemimpin di masa kekhilafahan Islam. Khalifah Umar bIn Khatab ra, beliau berkeliling di malam gelap untuk menelisik siapa diantara rakyatnya yang kelaparan. Sampai–sampai Sang khalifah sendiri memanggul gandum untuk rakyatnya. Masha Allah.
Khalifah juga wajib mengeluarkan harta dari lembaga keuangan Negara (baitul mal). Harta ini guna menjamin kehidupan orang-orang lemah yang membutuhkan tanpa terkecuali. Bahkan Rasulullah SAW pun mencontohkan kepada umatnya, bahwa mereka yang terlilit utang ditanggung oleh negara. Pos zakat bisa menjadi sumber pendanaan bagi mereka yang membutuhkannya. Masha Allah, begitu merindunya hidup dengan sistem Islam yang kaffah. Setiap orang wajib terjamin kebutuhan pokoknya. Kalau begini masih adakah orang yang berfikir untuk mengakhiri hidupnya? Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!