Selasa, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 23 Juli 2019 04:12 wib
7.716 views
Dua Garis Biru, Edukasi atau Racuni Remaja?
KONDISI remaja di Indonesia sangat memprihatinkan. Lebih dari 60 persen remaja telah melakukan hubungan di luar nikah, 20 persen dari 94.270 perempuan yang hamil di luar nikah adalah remaja dan sebanyak 21 persen diantara remaja ini pernah melakukan aborsi (Data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementrian Kesehatan pada Oktober 2013).
Kini, telah hadir tontonan yang mendapat apresiasi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berjudul Dua Garis Biru. Film ini terpilih oleh BKKBN sebagai bahan edukasi kepada remaja karena dianggap sangat menggambarkan nilai-nilai positif yang ingin ditanamkan pada program Generasi Berencana atau ‘Genre’ untuk mencegah pernikahan dini yang banyak disebabkan oleh hamil pra nikah pada remaja. Tontonan ini diklaim oleh BKKBN menggambarkan kondisi remaja dengan tepat dan menarik sehingga remaja diharapkan dapat mengambil pesan positifnya.
Meski pada awalnya tontonan ini telah menuai petisi penolakan dari sebagian masyarakat, namun sangat disayangkan, luput dari perhatian pemerintah. Buktinya, pemerintah justru mengapresiasi tontonan ini dan mengizinkan tayang di bioskop. Belum sepekan tayang telah meraih satu juta penonton. Maka menjadi pertanyaan bersama, akankah tontonan yang bernuansa cinta, mesra, gaul bebas, mengumbar aurat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam ini layak menjadi tontonan yang berfaedah bagi remaja? Tidakkah tontonan semacam inilah yang justru meracuni remaja dalam tingkah lakunya?
Tontonan Gaul Bebas Semakin Deras Racuni Remaja
Jika diamati bersama, tontonan yang tersebar luas dan semakin deras diminati oleh kalangan remaja adalah film yang bergenre romantis, berkisah sepasang sejoli mesra, remaja yang berhasil menaklukkan hati wanita, seperti Dilan 1990 dan sebagainya. Semua tontonan ini merangsang bangkitnya naluri seksual remaja. Seharusnya pemerintah waspada, tontonan seperti ini tidak akan membawa kebaikan pada remaja, sebaliknya para remaja justru berangan-angan ingin melakukan adegan serupa di kehidupan nyata. Hal ini justru meracuni remaja terjerumus pada tingkah laku yang terlarang dalam Islam. Berani bermesraan dengan pasangan, menganggap pacaran adalah hal yang lumrah berdalih tak mengapa asalkan tak sampai hamil. Kalaupun sampai hamil pra nikah maka mereka menganggap yang penting dapat bertanggung jawab sebagaimana yang ada pada tontonannya. Padahal sesungguhnya ini semua adalah perbuatan yang keji. Allah telah mengingatkan dalam QS Al-Isra’ ayat 32 artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” Lalu bagaimana mungkin negeri ini membiarkan tontonan yang menghasut remaja untuk mendekati zina?
Karena itu seluruh masyarakat menyadari bahwa derasnya tontonan yang meracuni remaja Muslim harus ditolak. Gaya hidup liberal tak layak menjadi acuan Muslim. Hal ini tidak terpisah dari agenda kapitalisme dunia dalam menundukkan (baca: menjajah) negeri-negeri Muslim salah satunya melalui industri hiburan ini. Mereka melemahkan generasi muda Muslim, menjerumuskan mereka ke dalam jurang pergaulan yang hina dan menjadikan mereka follower kehidupan ala liberal. Sisi lainnya, di balik semua itu mereka ingin meraup sebesar-besarnya keuntungan dari tontonan yang menyesatkan ini.
Peran Negara Menyelamatkan Remaja
Keresahan pemerintah terhadap kondisi remaja yang terjerumus pada nikah dini akibat hamil pra nikah tampak jelas tidak menyentuh akar persoalannya. Hal ini tampak jelas pada klaim bahwa Dua Garis Biru adalah tontonan yang mengedukasi remaja. Bila pemerintah masih saja abai untuk menghentikan arus pemikiran liberal, dapat diyakini kondisi remaja tetap saja buruk justru akan semakin hancur. Generasi muda akan semakin jauh dari tuntunan Islam, tidak lagi memahami standar hidup halal dan haram. Akibatnya mereka tidak takut melanggar batas syariat dalam pergaulan, semakin banyak yang gaul bebas dan hamil pra nikah.
Karena itu, peran negara yang serius menyelamatkan remaja dari kerusakan pergaulan bebas adalah negara yang menjadikan Islam secara sempurna sebagai tuntunan bernegara sebagaimana Khilafah Islam. Negara menerapkan Islam secara kaffah, baik dalam sistem pendidikan berkurikulum sesuai akidah Islam berpadu dengan sistem pergaulan yang sesuai batasan syariat Islam.
Serta kehadiran negara dalam mengontrol lembaga media dalam menyebarkan informasi, menutup segala celah masuknya pemikiran asing yang meracuni generasi. Tentu hal ini akan menjadikan remaja tumbuh dalam habitat yang aman dan mendewasa dengan bekal persiapan ilmu yang matang, siap menjalani kehidupan dalam ketaatan termasuk dalam menjalani pernikahan. Inilah solusi yang hendaknya menjadi pilihan.*
Adinda Putri
Aktivis Muslimah di Banda Aceh
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!