Rabu, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 17 Juli 2019 08:36 wib
8.432 views
Potret Kekinian Generasi Minus Edukasi
Oleh:
Salsabila Maghfoor
Jurnalis, Pegiat Literasi Pena Langit
BAGAIMANA tanggapan Anda bila melihat hari ini ada banyak anak-anak kecil yang begitu fasih menyanyikan bahkan menirukan tarian ataupun nyanyian ala artis idolanya?
Dalam batas wajar, tentunya kita akan langsung berpikir bahwa itu tidaklah tepat sesuai usianya. Sebab usia anak-anak adalah usia bermain, yang dalam bermain itu bisa disisipkan pendidikan yang dengannya ada peran penguatan agama sebagai pondasi kehidupan. Namun ternyata bayangan itu kandas, manakala kita melihat fakta yang sebaliknya.
Dalam banyak video viral yang bertebaran di dunia maya, dapat kita lihat justru orang dewasa di sekeliling si anak malah asik dalam tawa dan bahagia menikmati apa yang menurutnya sebagai capaian kreativitas dari si anak. Tentu apa yang terlintas dalam benak si anak adalah suatu keinginan untuk berkreativitas lebih dan lebih lagi. Karena menurutnya, tidak ada yang salah tersebab support yang diterimanya dari lingkungan.
Ditambah lagi, baru-baru ini juga viral peluncuran sebuah film kontroversial. Film itu mengisahkan tentang sepasang anak SMA berusia sekira 17 tahun yang melakukan tindakan yang tidak semestinya dilakukan selain oleh sepasang suami istri. Akibatnya, mereka dihadapkan pada kenyataan mesti berubah status sebagai orangtua di usia muda.
Banyak pihak yang menyayangkan beredarnya film ini. Di sisi lain, pihak pro mengatakan bahwa film ini bagus untuk edukasi agar anak muda tidak sampai having sex sebelum pernikahan untuk mencegah yang katanya hamil diluar nikah. Namun tentu saja penulis melihat, ada sisi kontra yang lebih patut untuk dikritisi. Sebab bagaimanapun, imajinasi anak akan langsung membayangkan bagaimana yang tidak semestinya.
Sebagai analogi, bila ada di hadapan kita seekor harimau dan kita dengan sangat cermat mengamati setiap detail hewan tersebut. Kemudian selanjutnya ada upaya dari yang lainnya untuk menyakinkan kita bahwa itu adalah singa. Maka otomatis, bagaimana pun kita berusaha untuk menghilangkan persepsi tentang harimau menjadi singa, tetap yang terbayang adalah harimau dan bukan singa. Hal ini dikarenakan bahwa otak hanya akan menstimulus fakta yang terindra.
Tentu menjadi satu kekhawatiran, bila saat ini point edukasi bagi anak pun tidak dipandang sebagaimana mestinya. Apalagi sebagai seorang muslim, kita mestinya menjadikan Islam sebagai cara pandang kehidupan. Bukan justru menjadikan cara pandang sekuler sebagai patokan. Maka bukannya mengedukasi, justru menjebak pada jurang yang mencederai generasi.
Demikianlah potret generasi kita, akan terus ternodai bila tidak diselamatkan dengan segera. Di sisi lain memang ad apola pendidikan yang harus dibenahi. Sebab dari pendidikan itulah nanti muncul bentuk penjagaan lain yang akan berimplikasi pada perbaikan diri. Bukan justru sebaliknya.
Pola pendidikan yang harus diperhatikan adalah yang mampu membentuk kepribadian Islam yang baik, yakni mendidik yang ditujukan agar siswa atau anak memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Sehingga secara keilmuan dan sikap akan terus berpengaruh. Semakin banyak ilmunya, semakin luhur dan baik sikapnya. Lagi-lagi, bukan malah sebaliknya sebagaimana yang hari ini banyak kita temukan. Semakin tinggi tingkat keilmuannya, malah semakin ada-ada saja kelakuannya.
Disamping itu, pola sistem hari ini memang sedang, dan terus akan mengaruskan pola kehidupan yang sekuler. Memisahkan antara agama dan kehidupan. Kehidupan yang digambarkan dalam dunia hiburan untuk kemudian didambakan penerapannya, adalah kehidupan ala Barat yang sebetulnya miskin akan nilai ideologi agama. Jadilah kehidupan yang bebas, tidak siap akan tantangan, dan cenderung sesuai dengan keinginan diri semata, kian banyak digandrungi anak mudanya.
Tentu saja ini bukan tanpa misi. Kehidupan ala Barat inilah yang terus dihembuskan pada anak-anak muda di negeri muslim lainnya, agar turut merasakan dampak yang sama, dan hanya disibukkan pada pemikiran soal kesenangan, tanpa sekalipun pernah berpikir soal kebangkitan. Ini yang juga harus kita sadari untuk kemudian kita lemahkan peran opininya agar tidak semakin parah menjangkiti generasi muda muslim kedepan. Ada peran dakwah yang terus akan dibutuhkan oleh Ummat. Dimana dengan dakwah itu pemikiran bisa berubah, pola pikir dan pola sikap bisa terarah, dan terus ter-upgrade kualitasnya.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!