Jum'at, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Desember 2017 08:13 wib
5.585 views
Stop HIV/AIDS dengan Islam
Oleh: Puput Hariyani, S.Si*
Berbicara remaja tak ada habisnya. Selalu menarik untuk diulik dari berbagai sisi hidupnya. Kita membayangkan remaja itu penuh semangat, energik, suara lantang, badan kekar, juga penuh potensi dan segudang prestasi. Eits, tapi tunggu dulu remaja zaman now sedikit berbeda lho. Mereka lebih berani mengekspresikan diri, sampai-sampai kebablasan tanpa batas.
Hampir setiap waktu berita tentang remaja menghiasi layar kaca, menjadi viral di dunia maya, memenuhi berita-berita di media massa, bukan lagi karena prestasi yang diukirrya tetapi karena masalah yang bikin ngelus dada. Masalah tawuran, miras, narkoba, seks bebas, aborsi, hingga penyakit terkutuk HIV/Aids pun bersarang ditubuhnya. Ditambah maraknya trend gaya hidup homo yang kini sedang digandrungi remaja.
Baik pelaku seks bebas maupun homo terus bertambah. Di level nasional pertengahan tahun ini tepatnya bulan mei masyarakat dikejutkan berita tentang penggrebekan yang dilakukan Kepolisian Resort Jakarta Utara di sebuah ruko Kokan Permata Blok B 15-16 Kelapa Gading yang menemukan sebanyak 141 pria melakukan pesta seks homoseksual yang bertajuk “The Wild One” (Tribunnews.Com).
Sementara di level Jember misalnya, kasus homo di kalangan pelajar cukup meresahkan. Dinas kesehatan Jember mewaspadai penyebaran homoseksual dikalangan pelajar. “Ini sangat mengkawatirkan, karena masuk ke kelompok usia lebih muda. Anak-anak muda lebih mudah tertarik dengan hal-hal yang menyebangkan. Dengan sedikit bujukan mulai ikut,” kata Kepla Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Diah Kusworini (beritajatim.com). Bahkan jumlah kasus HIV/Aids karena homoseksual menjapai 214 buah.
Secara nasional maraknya prilaku seks bebas dan homo, termasuk di kalangan remaja berbanding lurus dengan infeksi HIV/Aids, jumlah penderitanya pun cukup mencengangkan. Berdasarkan permodelan yang dikeluarkan oleh badan PBB untuk HIV dan AIDS yaitu UNAIDS, di Indonesia terdapat 690.000 penduduk yang sebenarnya telah terinfeksi HIV. Namun, dari jumlah ini angka orang yang mengetahui status HIV masih kecil sekali baru sekitar 30 persen (Tribunnews.com). Pun juga di Jember menjadi kota “merah”, darurat HIV/Aids.
Ngeri bin miris, Jember yang terkenal dengan julukan kota seribu pesantren menduduki peringkat terbanyak ke-3 se Jawa Timur terinveksi HIV/Aids. Di akhir tahun 2016 tercatat dari jumlah 2.745 pasien HIV/Aids sebanyak 2.013 didominasi oleh usia produktif yakni 24-45 tahun (Momerandum). Jumlah kasus yang terdata seperti dipaparkan tersebut, tentunya belum mencerminkan keadaan sebenarnya, melainkan sebagai fenomena gunung es. Realitas di lapangan angkanya pasti jauh lebih banyak, mengingat belum semua orang dengan HIV/Aids (ODHA) terdeteksi. Diantaranya karena keengganan memeriksakan diri.
Fenomena HIV/Aids ini juga menjadi perhatian internasional. Seperti jamak kita pahami peringatan tahunan HIV/Aids pernah mengambil tema ‘peningkatan hak dan akses pendidikn untuk semua guna menekan laju epidemiHIV di Indonesia menuju tercapainya tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Dengan meyakini pendidikan berkualitas mampu membantu geneasi muda untuk membentengi diri dari berbagai macam penyakit, termasuk HIV dan AIDS sejk usia dini. Lntas pendidikn seperti apa yang mampuj mencegah penyebaran virus ini?
Berbagai pihak berupaya memberikan solusi pencegahan, seperti penyuluhan pada pelaku seks aktif (PSK). Pengetahuan tentang HIV/Aids dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dalam kemasan materi Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang terus secara massif disosialisasikan ke sekolah-sekolah. Sayangnya, materi dan penyuluhan yang dilakukan untuk masyarakat ataupun pelajar minus dari muatan agama dan moral. Akhirnya, berbagai upaya dilkukan tetapi jumlh penderita juga semakin meningkat.
Remaja Bencong Jadi Icon
Ini zaman sudah kebolak balik. Yang baik jadi buruk, yang buruk jadi baik. Standart baik-buruk jadi rancu. Standart kebenaranpun jadi ganda. Remaja muslim seakan lupa, bahwa mereka merupakan cucu cicit para ulama yang keras terhadap kebatilan dan bersegera meninggalkan kemaksiatan. Namun kini, banyak dari mereka justru mengidolakan para bencong. Menjadikan mereka sebagai icon muda-mudi.
Terbukti larisnya fenomena Banci selebgram. Tercatat ada tiga banci besar yang menguasai ranah perintagraman dan berhasil menarik ribuan follower mereka. Sebut saja Barbara Mordelentte yang mmpu mengguncang instagram dengan konten hamper semua syurr… bahkan tak segan tampil tanpa busana. Sedangkan Hello Bencong yang mengusung brand sebagai banci termahal dengan harga perhelai rambut 2.500.000. Bencong ini juga sukse menghipnotis ribuan orang untuk menjadi followernya.
Saatnya remaja kembali kepada fitrohnya sebagai agent of change. Negeri ini punya harapan besar terhadapmu. Mempercayakan kepemimpinan masa depan ditanganmu. Kerahkan segala potensimu untuk berkontibusi terhadap agama dan kemaslahatan umat. Apa jadinya jika para remaja krisis identitas dan jadi generasi yang latah mudah terbawa arus yang sedang trend. Naudzubillah!!
Menelisik Akar Rumput Tumbuh Suburnya HIV/AIDS
1 Desember selalu diperingati sebagai hari Aids sedunia. Tentu bukan tanpa alasan, pasalnya jumlah pengidap penyakit mematikan ini terus bertambah setiap saat. Menelisik akar rumput tumbuhnya virus ini pun penting untuk dilakukan. Jika diamati virus terlaknat ini menyebar dengan cepat karena prilaku manusia yang berlebihan dan tak taat aturan. Dari hubungan seks bebas yang tak dibenarkan agama tentunya, juga karena maraknya penggunaan narkoba yang juga menjadi pintu masuknya segala hubungan. Maka tak berlebihan jika antara narkoba dan seks bebas diibaratkan saudara kembar.
Sementara prilaku itu sendiri terus melaju cepat layaknya kendaraan di jalan tol karena pola pikir masyarakat sekarang yang rusak. Tercetak dalam benaknya cara berpikir sekuler-liberal. Model berpikir yang tanpa sadar atau dengan sadar menempatkan agama hanya pada ranah ritual semata dan menjauhkan sejauh-jauhnya dalam kehidupan social. Berprilaku bebas tanpa hambatan untuk melakukan segala keinginannya. Terutama bebas dalam berpendapat dan bertingkahlaku.
Landasan sekuler dan liberal inilah yang menjadi cikal bakal dan biang kerusakan manusia terutama anak remaja yang notabene masih mencari jati diri. Jika tidak ada yang mengarahkan tentu kebablasan. Apalagi model berpikir sekuler-liberal ini diadopsi bukan hanya oleh individu masyarakat tetapi juga diadopsi oleh pihak yang memiliki kewenangan untuk memutuskan hukum yakni penguasa. Sehingga justru diaruskan secara sempurna baik melalui peraturan yang justru terkesan memfasilitasi seks bebas ini dengan indikasi bukannya menghentikan tetapi malah membuat program bagi-bagi kondom secara gratis. Ataupun melalui berbagai tanyangan yang merangsang tindakan amoral dan mudah diakses melalui internet.
Islam Membabat Tuntas HIV/Aids
Islam memandangmedia utama penularan HIV/Aids adalah seks bebas. Sehingga praktik inilah yang harus dihilangkan. Upaya ini bisa dilakukan melalui beberapa lapisan. Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki peraturan yang paripurna dalam menyelesaikan probematika yang dihadapi manusia. Sehingga Masalah pergaulan dan derivasinya tak luput dari pengaturannya.
Islam menetapkan aturan pergaulan dengan unik dan khas, menerapkan pendidikan Islam yang menyeluruh dengan memahamkan individu muslim untuk terikat dengan hukum Islam dan interaksi social. Seperti larangan mendekati zina, larangan khalwat (berdua-duaan) seperti halnya pacaran, ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), senantiasa menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin.
Sementara itu pelaku seks bebas dijatuhi hukuman yang setimpal. Misalkan pelaku aborsi dipenjara. Pelaku perzinahan yang belum menikah di cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Bagi yang sudah menikah di rajam hingga mati. Dengan hukuman setegas ini tentu menjadikan pelaku kapok dan menjadi pelajaran bagi yang lain agar mereka tidak berani coba-coba, selain hukuman dalam Islam bisa menjadikan pelaku memiliki efek jera, jua menjadi penebus dosa di akhirat kelak.
Di sis lain kita sadari bahwa maraknya seks bebas ini karena banyaknya rangsangan syahwat dimana-mana. Di media social tak terbendung, segala macam iklan, tanyangan, juga sinetron mengarah pada pornografi dan pornoaksi. Bermunculannya warung remang-remang atau tempat prostitusi dengan berkedok tempat wisata, dll. Dalam hal ini negara harus bersikap tegas untuk menutup segala akses masuknya perbuatan amoral ini dengan paying hukum yang berpijak pada akidah Islam.
Nah, bagi pelaku yang sudah terlanjur menderita HIV/Aids negara harus sesegera mungkin melakukan pendataan konkret dan melakukan penyuluhan kepada pihak-pihak yang terindikasi terjangkit penyakit ini “memaksa mereka” agar mau untuk diperiksa. Penderita dikarantina dan dipisahkan dengan masyarakat umum. Bukan dalam kerangka diskriminasi tetapi negara wajib menjamin hak hidupnya, memberikan pengobatan terbaik dan gratis. Justru memberi santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan dan keterampilan.
Pada saat yang sama negara wajib mengerahkan segala kemampuannya untuk mendorong para ahli melakukan berbagai macam penelitian sebagai ikhtiyar untuk menemukan obat bagi penyakit ini. Dengan demikian diharapkan penderita akan bisa disembuhkan. Dan warga negaranya sehat terbebas dari penyakit mematikan. Wallahu’alam bi-ash showab. [syahid/voa-islam.com]
*Penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Remaja, serta Staf Pengajar salah satu SMK di Jember
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!