Rabu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 29 November 2017 17:27 wib
5.629 views
Ketika Nyawa Tidak Lagi Berharga di Masa Muda
Sahabat VOA-Islam...
Tidak lama ini kita mendengar dan melihat di televisi hebohnya anak-anak muda yang semakin banyak terjerat dalam barang haram yaitu Narkoba. Baik dikalangan selebrita, dosen, pejabat, pelajar, dan masyarakat lainnya. Selang berita tersebut, sekarang bertambah lagi kasus baru yaitu anak muda yang meninggal akibat bertarung gladiator antar sekolah yang biasa mereka sebut dengan bom-boman.
Adanya kasus perkelahian satu lawan satu antar pelajar sekolah SMA di kota Bogor yang menewaskan siswa SMA Budi Mulia Bogor di sinyalir menjadi awal dari ramainya istilah tarung gladiator dikalangan masyarakat. Orangtua korban Maria Agnes menceritakan ketika putranya Hilarius Christian Event Raharjo itu dipaksa berkelahi dengan salah satu siswa SMA Mardiyuana Bogor.
"Hilarius di adu seperti binatang di arena sorai-sorai, anak Mardiyuana Bogor dan Budi Mulia. Hilarius meninggal sebentar karena dalam kondisi jatuh ditarik kakinya dan Maria menerangkan bahwa aksi ini sudah menjadi tradisi di sekolahnya. (Tribun newsBogor.com kam, 21/9/17)
Kasus kekerasan terhadap sesama siswa ini bukan lagi menjadi kasus langka melainkan sudah biasa. Karna banyaknya seorang siswa berani melakukan kekerasan yang tidak semestinya dilakukan terhadap temannya sendiri, hanya untuk bisa dikenal oleh banyak orang. Bahkan disebutkan ini adalah tradisi, mereka menunjukkan eksistensinya bahwa dialah yang harus ditakuti dan disegani oleh teman-temannya.
Tetapi mereka tidak sadar bahwa perbuatan itu salah dan merugikan diri mereka sendiri serta oranglain, seharusnya sebagai anak muda yang berpendidikan mereka tunjukkan eksistensinya dengan prestasi bukan dengan kekerasan.
Yang menjadi pertanyaan, Siapakah yang bertanggungjawab? Orangtua, guru, ataukah Pemerintah? Jika kita melihat peran di masing-masing, semuanya ikut andil dalam peran pendidikan anak muda yang ada di negeri ini. Terlebih pemerintah yang bertanggungjawab atas rakyatnya dengan membangun sistem pendidikan yang benar. Orangtua pun berperan tentang perkembangan anaknya baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan rumah.
Lalu guru juga berperan penting mengawasi dan memperhatikan masing-masing siswanya jika masih berada dilingkungan sekolah, lebih baik lagi jika seorang guru selalu update dan intens memberikan penilaian tentang sikap/moral terhadap masing-masing siswanya yang dilaporkan kepada orangtua murid, sebagai salahsatu tanggungjawab dan upaya seorang guru untuk menjaga murid-muridnya.
Jika kesadaran untuk menjaga anak, siswa, dan rakyat itu tumbuh bersamaan dalam hati serta pikiran orangtua, guru, dan pemerintah. Maka hal ini tidak akan terjadi bahkan bisa teratasi. Tetapi karna kesadaran ini belum tumbuh dihati dan pikiran mereka, maka wajarlah jika kasus seperti ini terus terulang kembali.
Ini disebabkan karena kurang kuatnya pemupukan aqidah (bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan dilihat dan dimintai pertanggungjawaban oleh Penciptanya) yang belum tertancap kuat dihati anak-anak muda ini. Sehingga mereka melakukan sesuatu yang mereka sukai tanpa membawa aturan Allah/syari'at islam di dalam setiap perilaku mereka.
Maka benarlah hanya aturan islam yang mampu memiliki pola-pola pendidikan khusus untuk anak-anak dari usia dini hingga dewasa dan pernah terbukti kesuksesannya di masa-masa silam selama berabad-abad. Yang terbukti mampu mengubah kehidupan menjadi lebih baik serta mewujudkan peradaban islam di muka bumi ini. Wallahu'alam bi shawab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!