Ahad, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 22 Oktober 2017 22:12 wib
8.413 views
Kisah Ashabul Ukhdud (Bagian 2-Selesai)
Oleh: Dita Fauziah (Mahasiswa STEI SEBI)
Beberapa tahun kemudian, Abdullah bin Tamir kini telah menjadi seorang tabib. Ia banyak belajar ilmu agama dan kini Ia bisa menyembuhkan berbagai penyakit atas izin Allah. Pengobatan yang dilakukan begitu masyhur dinegeri sebrang, hingga akhirnya terdengar oleh Raja bahwa ada seorang tabib yang mampu mengobati seluruh penyakit. Kemudian Raja menyuruh sepupu nya yang buta untuk mengobati diri kepadanya.
***
Sepupu Raja pun sampai di rumah pengobatan sang tabib seraya berkata, “Wahai Tabib, sembuhkanlah kebutaanku ini. Maka akan ku berikan engkau harta dan jabatan yang kau inginkan.”
Abdullah bin Tamir ternyata mengenali sepupu Raja itu. Kemudian Abdullah menjelaskan, bahwasanya Ia tidak menginginkan harta dan jabatan. Ia hanya ingin ketika mata sepupu Raja kembali pulih, Ia harus beriman kepada Allah, Tuhan yang maha menyembuhkan segala penyakit. Sepupu Raja pun bertanya kembali, “Siapa itu Allah? Bukankah Tuhan ku dan Tuhan mu adalah Raja?” ucapnya merasa bingung. Kemudian Abdullah berkata, “Bukan, Raja hanyalah hamba Allah. Sama seperti diriku dan dirimu. Jika memang Raja adalah Tuhan, mengapa Ia tak menyembuhkan kebutaanmu?”.
Sepupu Raja pun terdiam dan berpikir apa yang dikatakan sang tabib benar adanya. Lalu tanpa pikir panjang Ia pun langsung menyetujuinya. Kemudian Abdullah langsung mengobati sepupu Raja dengan hanya mengusap matanya sambil menyebut nama Allah. Seketika itu hilanglah kebutaan yang dialami sepupu Raja. “Aku beriman kepada Allah. Tuhan semesta Alam. Dan tiada yang dapat menandingi-Nya.” ucap sepupu Raja dengan rasa syukur.
Akhirnya sepupu Raja keluar dari rumah Tabib. Ia pulang dengan bahagia dan membawa keimanan kepada Allah.
***
Mengetahui sepupunya telah sembuh, sang Raja pun hendak menemuinya untuk mengucapkan selamat. “Wahai sepupuku, selamat atas kesembuhan matamu” ucap sang Raja dengan wajah yang senang.
“Segala puji bagi Allah yang telah menyembuhkan penyakitku ini” jawab sepupu Raja dengan tenang dan bangga karena telah beriman kepada Allah.
Mendengar ucapan sepupunya yang memuji Allah, Raja pun murka. Dan berkatalah Ia, “Siapakah yang telah mengajarkan mu untuk mengucap syukur atas nama Allah? Tunjukkan kepada ku!”
Kemudian sepupunya tersebut disiksa dan dipaksa untuk bercerita, siapa tabib yang telah menyembuhkan penyakitnya, dan disebutlah nama Abdullah bin Tamir. Mendengar nama tersebut Raja semakin murka, Ia mengutus pengawalnya untuk menangkap Abdullah bin Tamir dan dibawanya ke kerajaan.
Ketika pengawal telah menawan Abdullah bin Tamir, Ia pun disuruh mengaku dari siapa Ia mengenal Allah. Karena mendapat siksaan yang begitu berat akhirnya Abdullah bin Tamir mengaku bahwasanya sang Kakek di dalam gua itu yang telah mengajarkan tauhid kepadanya.
Dan ditangkaplah sang Kakek tersebut.
***
Kini ketiga orang yang beriman telah ditangkap. Mereka mendapat siksaan dari Raja dan pengawalnya. Mereka dipaksa untuk kembali menyembah Raja, namun karena keteguhan imannya, mereka tetap menolak. Akhirnya sepupu Raja dan sang Kakek pun dibunuh dengan dipotong gergaji hingga tubuhnya terbelah menjadi dua.
Namun ketika gergaji itu akan digunakan untuk memotong Abdullah bin Tamir, tiba-tiba gergaji yang digunakan menjadi tumpul. Abdullah bin Tamir tak henti-hentinya berdoa kepada Allah memohon pertolonganNya. Hingga membuat Raja semakin geram dan menyuruh pengawal membunuh dengan cara lain.
Segala macam cara pembunuhan sudah dilakukan oleh pengawal, penyembelihan dengan pedang, pelemparan dari atas bukit, hingga menyeburkannya kedalam laut dengan posisi tangan dan kaki diikat, tak juga menghilangkan nyawa Abdullah bin Tamir. Setiap kali Ia hendak dibunuh, Abdullah berdoa “Ya Allah, hindarkanlah mereka dariku dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.” Maka keajaiban pun datang menyelamatkannya, pedang yang digunakan tumpul, pengawal yang membawanya ke atas bukit jatuh dan mati terpeleset, hingga ketika dilaut, sampan yang digunakan terbalik dan menenggelamkan para pengawal.
Kemudian Abdullah bin Tamir datang menemui Raja dan berkata, “Wahai Raja, mau tahukah engkau bagaimana cara membunuhku?”. Raja pun menjawab, “Ya, beri tahulah aku bagaimana cara membunuhmu.”
Kemudian Abdullah kembali berkata, “Kumpulkanlah rakyat mu untuk menyaksikan pembunuhanku. Lalu kau ikat aku pada sebatang pohon, dan kau bunuh aku dengan panah yang ku punya sambil mengucap “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan anak ini”. Pastilah engkau dapat membunuhku dengan cepat.”
Tanpa menunggu lama, disuruhlah pengawal memanggil rakyatnya untuk berkumpul di tanah lapang, menyaksikan pembunuhan Abdullah bin Tamir. Begitu Abdullah sudah diikat pada sebatang pohon, sang Raja telah bersiap dengan panah yang akan melesat dari busurnya. “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan anak ini” sebutnya, sambil melepaskan panah ke arah Abdullah. Kemudian menancaplah panah itu di kening Abdullah bin Tamir, dan Ia mati dengan syahid.
Seketika rakyat yang menyaksikan kematian Abdullah bin Tamir terkagum dan berucap “Kami beriman kepada Allah, Tuhan anak ini”, karena mereka merasa bahwa Allah, Tuhan yang disembah Abdullah bin Tamir benar adanya. Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan hambaNya. Sang Raja tak berhak menetapkan kematian rakyatnya karena Ia pun merupakan hamba Allah.
Saat itulah berbondong-bondong rakyat beriman kepada Allah. Kini Abdullah bin Tamir telah wafat dengan meninggalkan keimanan pada hati rakyat kerajaan. Allah telah meridhoi kematiannya.
***
Setelah membunuh Abdullah bin Tamir, Raja kecewa dan semakin marah karena rakyatnya malah bertambah keimanannya kepada Allah. Akhirnya, sang Raja menyuruh para pengawalnya untuk menggali parit yang besar. Dan dihidupkannya api dalam parit tersebut hingga berkobar dan siap memanggang rakyatnya yang beriman kepada Allah. Setiap orang akan ditanya, apakah Ia akan kembali menyembah Raja atau tetap menyembah Allah. Jika Ia menjawab berbalik menyembah Raja maka selamatlah Ia, akan tetapi jika tetap pada pendiriannya menyembah Allah, maka dilemparkanlah mereka ke dalam parit yang berkobar api panas.
Namun dalam suatu kitab tafsir, diceritakan bahwasanya orang-orang beriman yang didorong dan dilemparkan ke dalam parit tersebut, Allah cabut nyawa nya lebih dulu sebelum api membakar tubuhnya. Sehingga mereka tidak sempat merasakan siksaan dan panasnya api dalam parit yang dibuat oleh Raja dan pengawalnya. Wallahu’alam.
Sungguh kejam kelakuan Raja tersebut, hingga kisahnya diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Buruj ayat 4 tentang penggali parit (Ashabul Ukhdud). Semoga dengan kisah tadi, dapat bertambah keimanan kita kepada Allah dan dapat menambah pengetahuan kita terhadap sejarah Islam yang begitu luar biasa. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!