Sabtu, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Oktober 2017 21:41 wib
10.997 views
Kisah Ashabul Ukhdud (Bagian-1)
Oleh: Dita Fauziah (Mahasiswi STEI SEBI)
Dikisahkan pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja yang sangat disegani oleh rakyatnya. Raja tersebut telah dinobatkan sebagai Tuhan dan disembah oleh para penghuni wilayah kerajaan. Penyembahan yang dilakukan oleh rakyat bukan karena kehendak mereka sendiri, melainkan mereka ditipu daya oleh tukang sihir kerajaan, kaki tangan Raja. Mereka seperti disihir hingga akhirnya sangat setia menyembah sang Raja.
Tukang sihir tersebut sudah sangat tua renta, hingga suatu saat sang Raja mengalami kekhawatiran, “Wahai tukang sihir, usia mu kini sudah tua. Tubuh mu pun semakin lama akan semakin lemah. Aku khawatir, jika engkau telah tiada, rakyat tidak akan lagi menyembahku sebagai tuhan mereka” ucap sang Raja.
“Wahai Raja, engkau tidak perlu risau. Carilah seorang pemuda yang sangat cerdas untuk ku ajarkan ilmu sihir. Diia akan menggantikan posisi ku jika nanti aku telah tiada” jawab tukang sihir tersebut.
Tak berselang lama, Raja pun langsung menyuruh pengawalnya untuk mencari pemuda yang paling cerdas di wilayah kerajaannya. Dan ditemukanlah pemuda tersebut bernama Abdullah bin Tamir.
Abdullah bin Tamir diminta untuk menjadi penerus tukang sihir kerajaan. Tanpa berpikir panjang, Ia langsung menerima tawaran tersebut. Ia mulai menghayal, sebentar lagi dirinya akan dikenal oleh seluruh penduduk kerajaan. Posisinya akan sangat disegani oleh rakyat karena Ia menjadi orang kedua setelah Raja yang memiliki jabatan tertinggi di kerajaan.
***
Hari pertama belajar sihir, membuatnya sangat bersemangat. Meskipun jarak yang Ia tempuh dari rumahnya ke rumah tukang sihir sangat jauh, tapi tidak membuatnya bermalas-malasan. Dengan senang hati Ia langkahkan kaki menuju rumah tukang sihir.
Namun ketika diperjalanan, Ia mendengar suara yang sangat besar. “Wahai Dzat yang hidup kekal! Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk Nya. Wahai Dzat yang menciptakan bumi dan langit” begitu suara yang terdengar hingga sampai pada telinga Abdullah bin Tamir. Ia sangat penasaran dari mana suara itu berasal. Ditelusurinya suara tersebut, hingga mengantarkan Ia pada suatu gua. Karena merasa takut, rasa penasaran itu Ia hentikan sampai didepan gua saja. Kemudian dilanjutkan perjalanan menuju rumah tukang sihir.
***
Sesampainya dirumah tukang sihir, Ia mulai mempelajari ilmu-ilmu yang biasa digunakan oleh sang penyihir untuk memengaruhi rakyat kerajaan. Namun pikirannya melayang-layang kepada suara dari gua tadi, fokus untuk belajar sihir pun menjadi terpecah.
Melihat hal tersebut, sang penyihir bertanya, “Wahai penyihir kecil, ada apa gerangan yang membuatmu sulit berkonsentrasi pada pelajaran ini?”
“Ketika di perjalanan tadi, Aku mendengar suara aneh. Suara itu seperti memuji sesuatu yang menciptakan bumi dan langit. Suara itu berkata bahwa Ia Dzat yang Maha Kekal. Siapakah yang telah menciptakan bumi dan langit wahai penyihir?” tanya Abdullah.
Mendengar ucapan tersebut si penyihir marah, “Lupakan perkataan itu wahai anakku. Kau hanya harus mengabdi pada Raja. Ia adalah tuhanmu, maka sembahlah Ia.”
“Baiklah” jawab Abdullah dengan rasa penasaran yang begitu kuat bersarang dihatinya.
Abdullah mulai sadar bahwa sihir yang diajarkan merupakan tipu daya semata. Sihir ini tidak memberikan manfaat kepada dirinya, Ia hanya seperti dijadikan pelayan Raja. Padahal Raja hanya manusia biasa, yang ketika lapar membutuhkan makan, ketika haus butuh minum, dan ketika sakitpun Raja butuh obat, Ia tak bisa mengobati dirinya sendiri.
***
Keesokan harinya, Abdullah bin Tamir berangkat lagi kerumah Penyihir. Namun kali ini dengan semangat yang berbeda, tak seperti pertama berkunjung. Ia masih penasaran dengan suara yang terucap dari dalam gua, berharap hari itu Ia akan mendengar lagi gema suara dari gua tersebut.
Begitu melewati gua, benar saja suara itu terdengar kembali. Lalu, Ia beranikan diri untuk memasuki gua. Dan dilihatnya seorang kakek sedang mengadahkan kedua tangannya sambil mengucapkan doa-doa, “Wahai Dzat yang hidup kekal. Wahai Dzat yang terus menerus mengurus makhluk-Nya. Rabb langit dan bumi. Engkaulah Rabb yang patut disembah, tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau Rabb pemilik alam semesta. Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau dan Engkau Maha Tinggi. ‘Arsy-Mu di atas langit, Wahat Dzat Yang Maha Penyayang. Maka, ampunilah aku dan kasihanilah aku.”
Tanpa sadar, Abdullah menitikan air mata. Ia merasa tersentuh ketika mendengar lantunan doa dari sang kakek. Hingga akhirnya, sang kakek melihat keberadaan Abdullah bin Tamir, “Wahai anakku, siapa namamu?” tanya sang kakek.
“Namaku Abdullah bin Tamir. Aku mendengarmu memanggil Rabbmu yang hidup kekal dan terus menerus mengurus makhluk-Nya, dan ucapanmu itu membuatku kagum” ucap Abdullah.
“Ya, Allah adalah Tuhan kita. Yang menciptakan aku, kamu dan Raja yang saat ini disembah oleh rakyat diluaran sana” lanjut si kakek menjelaskan.
“Tunjukkan aku bagaimana cara menyembah Allah” pinta Abdullah dengan keinginan yang begitu kuat mengenal Tuhannya.
Akhirnya, sang kakek mengajari Abdullah bagaimana menyembah dan bertasbih memuji Tuhannya. Lagi-lagi, tanpa sadar Ia teteskan air mata, merasa menemukan ketenangan ketika mengucapkan doa-doa kepada Allah. Bertambahlah keimanan Abdullah bin Tamir kepada Allah.
Ketika hendak melanjutkan perjalanan, sang kakek berpesan kepadanya, “Wahai anakku, janganlah engkau beritahukan keberadaanku kepada siapapun. Karena jika mereka mengetahui keberadaan ku, maka aku akan dibunuh begitu pula dengan engkau” ucap sang kakek.
“Baik, Kek” turut Abdullah
***
Kini Abdullah tidak lagi menghiraukan pelajaran-pelajaran sihir, karena Ia sadar semua hanya tipuan dan kebohongan besar. Yang terpenting baginya adalah setiap hari Ia harus singgah di gua untuk beribadah kepada Allah bersama sang kakek. Setiap kali waktunya belajar sihir, Ia datang terlambat karena harus berhenti di gua. Karena selalu terlambat, akhirnya si penyihir itu memarahi dan memukuli Abdullah akibat sikapnya yang tidak disiplin.
Karena merasa tertekan, Ia ceritakan pada sang kakek perihal masalah tadi. Sang kakek menjawab, “Pergilah dan beri alasan bahwa engkau terlambat karena ditahan oleh kedua orang tua mu dirumah.”
Abdullah bin Tamir mulai merasa bimbang jalan mana yang harus dipilihnya akibat tekanan yang Ia terima dari tukang sihir. Kemudian ketika di perjalanan, terdapat sejumlah orang memenuhi jalan. Ia penasaran dan didekatinya kerumunan tersebut. Dilihatnya binatang besar melintang hingga menghambat jalan. Lalu, Abdullah berinisiatif untuk mengusirnya dengan kerikil kecil, seraya berkata “Sekarang saatnya untuk membuktikan, apakah ucapan kakek yang lebih benar ataukah penyihir. Ya Allah, jika kakek yang lebih Engkau cintai daripada penyihir, maka jauhkanlah hewan ini dari jalan” sambil melempar kerikil ke arah binatang.
Dan benarlah, binatang tersebut pergi menjauhi jalan. Bertambahlah keimanan Abdullah bin Tamir. Kini Ia percaya bahwa Allah itu benar adanya. Semua yang dilakukannya adalah atas kuasa dan kehendak Allah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!