Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Februari 2017 00:06 wib
6.335 views
Plagiasi di Masa Transisi Peradaban Islam
Oleh: Alga Biru
.
Ada yang gemar copas tanpa mencantumkan nama penulisnya? Atau sekalian mengganti karya tersebut pake nama sendiri? Ternyata hal ini bukan barang baru. Sepanjang sejarah kejayaan Islam, tidak sedikit karya besar kaum muslimin diaku oleh kaum kafir.
Mungkin aksi semacam itu berbeda-beda latar dan maksudnya. Namun apa yang terjadi pada transformasi peradaban kepada peradaban berikutnya, sarat akan intrik politik dan amanah yang perlu kita bela.
Jika ingin mengerdilkan satu bangsa, maka kerdilkan dunia pendidikannya. Cuci otak mereka! Seperti cara Belanda, ajari orang Indonesia baca dan tulis, tapi jangan ajari mereka tentang visi. Tak kalah penting, lupakan soal sejarah-sejarah indah. Ajari bahwa bodoh itu penyakit turunan yang tidak bisa disembuhkan.
Proses plagiat, pencatutan, bahkan pemusnahan amanah ilmiah adalah salah satu yang terjadi di masa transisi penurunan kejayaan Islam. Terjadi pencurian karya cipta, mungkin yang terburuk yang pernah tercatat. Semisal, Ibnu Nafis yang menulis kitab Syarah Tasyrih Al-Qanun. Dalam bukunya ini beliau mengemukakan konsep yang paling terkenal seputar Pulmonar Circulation (peredaran sel-sel darah kecil). Karya ini hilang dari peredaran, yang secara mendadak penemuan itu dinisbatkan kepada salah satu dokter Inggris, William Harvey.
...Proses plagiat, pencatutan, bahkan pemusnahan amanah ilmiah adalah salah satu yang terjadi di masa transisi penurunan kejayaan Islam. Terjadi pencurian karya cipta, mungkin yang terburuk yang pernah tercatat...
Seorang dokter Italia bernama Albaco menerjemahkan beberapa bagian dari buku Ibnu Nafis "Syarah Tasyrih Al Qanun" ke bahasa latin. Isi di buku ini seputar kajian peredaran darah manusia. Isi dan topik ini diakui oleh salah seorang pakar bernama Sirfitus, yang kala itu sedang kuliah di Universitas Paris. Menanggapi delik plagiat ini, akhirnya dirinya dikeluarkan dari Universitas dan diusir dari kotanya. Masih dalam konteks aksi pencatutan, William Harvey pun memiliki mencatut karyanya yang isinya sama persis dari apa yang dinukil oleh Albaco dari karya Ibnu Nafis.
Sampai, datanglah dokter dari Mesir, Muhyiddin At-Tathawi yany membenarkan dugaan penyelewengan hak intelektual ini. Dia menyiapkan disertasi, hasil penyelidikkannya dari manuskrip kitab Syarah Tasyrih Al Qanun. Disertasi ini mencengangkan banyak pihak. Aldo Mieli berkata, "Ibnu Nafis menyifati masalah peredaran darah kecil sesuai dengan kalimat yang dicontek Sirfitus seratus persen. Maka telah nyata dan jelaslah bahwa yang pertama kali menemukan pusat peredaran darah dalam paru-paru adalah Ibnu Nafis bukan Sirfitus atau Harvey".
Demikianlah, satu fase dalam khazanah ilmu pengetahuan, plagiat bisa dan rentan terjadi. Terlebih jika kekuasaan politik mengalami kelemahan pada waktu itu. Nyatanya, pendahulu kaum muslimin adalah orang pertama dan terbaik dalam berbagai bidang. Pertanyaan lainnya, apakah cucu-cicitnya mengenali mereka? Apakah selama ini mereka telah sama tertipunya? Bahkan mengikuti millah/jalan orang-orang yang melampaui batas? Wallahu'alam. (riafariana/voa-islam.com)
*Disarikan dari buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, Prof Dr Raghib As-Sirjani, halaman 196-198*
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!