Sabtu, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 11 Februari 2017 14:08 wib
12.688 views
Bersyukur dalam Musibah dan Bersabar dalam Nikmat
Sahabat VOA-Islam...
Bersyukur dalam Musibah dan Bersabar dalam Nikmat Terdapat dua ayat dalam Al Qur’an yang akan menjadi pembuka tulisan ini. Ayat yang pertama, “Benar-benar, jika kalian bersyukur, benar-benar-benar saya akan menambahkan kalian. (QS Ibrahim : 7". Ayat yang kedua, "maka bersabarlah dengan kesabaran yang indah.(QS Al Ma'arij : 5)".
Dua ayat tersebut, sangat sering diperdengarkan oleh para Ulama, Kiyai dan Ustadz di podium maupun di Majelis Taklim. Jika membahas tentang syukur, maka ayat pertama tersebut yang menjadi pendorong dan motivasinya.
Jika berbicara tentang sabar, maka bersabarlah dengan indah, demikian ayat kedua tersebut memberikan penekanan. Syukur dalam konteks ini, biasanya berarti mengakui bahwa nikmat yang diterima adalah semua milik Allah, maka memuji Allah adalah hal yang pantas untuk nikmat, dan itulah yang di sebut syukur.
Lebih dalam lagi, syukur itu, agar tidak berhenti di lisan berupa tahmid atau pujian kepada Allah. Namun, seiring dengan bertambahnya nikmat maka dibutuhkan bertambahnya keta'atan. Sesiapa yang bertambah kenikmatan dan tidak bertambah ketaatannya, maka itu adalah celaka, demikian Rasulullah mewanti-wanti ummatnya. Sedangkan sabar itu bermakna, penerimaan terhadap musibah dari Allah dan menjadikan iman menjadi meningkati dengan hal tersebut. Walaupun sabar itu begitu berat, namun diperintahkan agar terlihat indah.
Tidak keberatan, apatahlagi berkeluh kesah kepada manusia. Sabar dan Syukur adalah dua hal yang menunjukkan adanya iman di dada seorang yang mengaku mukmin. Ketiadaan syukur akan berakibat kufur yang akan menyingkirkan iman di hati. Demikian pula ketiadaan Sabar akan menghilangkan pengakuan keberimanan seseorang oleh Allah. Namun, patut untuk direnungi, bahwa syukur dapat pula untuk musibah, dan Sabar dapat pula untuk nikmat.
Syukur dalam Musibah
Syukur dapat pula bermakna kesabaran terhadap nikmat yang berbentuk musibah. Menumbuhkan kesadaran seperti ini sangat penting. Karena betapa banyak orang yang tersadar dari perjalanannya yang mengasyikkan setelah terantuk batu. Betapa Ibnu Abbas, sang Rahibnya ummat ini, merasa sangat bersyukur dengan hilang penglihatannya pada usia tua.
Guru dari pada Ibnu Mubarok ini berujar sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh Rasulullah, “Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan dua kekasihnya (kedua matanya), kemudian ia bersabar, niscaya Aku menggantikan keduanya (kedua matanya) dengan surga.” (HR. Bukhari no. 5653).
Bersyukur dalam musibah dengan menganggapnya sebagai nikmat dapat membuat diri senang dan jiwa tenang. Senangnya diri dan tenangnya jiwa akan membuat indah kehidupan. Kehidupan yang sementara jika terlihat indah, maka akan terisi dengan amal-amal yang menarik walaupun amal itu begitu berat.
Sabar dalam Nikmat
Ketika Umar bin Khattab menerima pasukannya yang kembali dengan membawa kemenangan yang gemilang, lalu dihadapkan pada harta ghanimah yang tidak terhitung jumlahnya, lantas menangis. Para sahabat dan pasukan terheran dengan hal tersebut lantas bertanya mengapa Al Faruq menangis. Sahabat mulia yang didoakan keislamannya oleh Rasulullah kemudian menjawab, "seandainya ini semua adalah kebaikan, mengapa tidak diberika kepada Rasulullah SAW ketika beliau masih hidup"
Demikianlah ketika nikmat disabari, akan membuat yang mendapat nikmat tekendali dari euforia yang melupakan akan sang pemberi nikmat. Akan menghindarkan dari kesombongan Fir'aun, Namrudz dan Qorun. Mari memperhatikan peringatan dari Rasulullah, "Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits riwayat Muslim (2961).
Penutup
Maka betapa menakjubkannya urusan umat akhir zaman ini, " Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999).
Maka cukuplah perkataan Umar bin Khattab menutup tulisan ini, "jika syukur dan sabar adalah dua kendaraan, maka aku tidak peduli saya naik yang mana". Wallahu A'lam. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Muh Idris
(Ketua PW Syabab Hidayatullah Jatim dan Dosen STAI Luqman Al Hakim Surabaya
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!