Kamis, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 29 Desember 2016 11:14 wib
10.454 views
Perayaan Tahun Baru Masehi dan Rapuhnya Kita sebagai Umat
Oleh: Emma Lucya F
Syariat Islam bukan sekadar simbol, tapi merupakan kumpulan aturan praktis dan realistis yang sangat mungkin untuk diterapkan (kembali) di tengah-tengah masyarakat secara kaffah. Jangan sampai engkau mengatakan Allahu Akbar (Allah Mahabesar), namun di hatimu masih ada sesuatu yang lebih besar dari-Nya (Emma Kaze, 2012)
Umat Islam yang Rapuh
Umat Islam saat ini hidup dalam kondisi paling lemah dan mengalami perpecahan. Umat-umat lain memperebutkan kaum Muslim seperti segerombolan semut yang memperebutkan remah-remah roti tak berbentuk. Musuh-musuh Islam telah mendominasi kaum Muslim serta memaksakan kehendak dan keinginannya.Mereka menggiringnya bagai menggiring binatang ternak menuju kehancuran, sedangkan di sisi lain umat Islam bersikap pasrah, lemah tak berdaya.
Pada akhirnya, umat mengubah identitas keislamannya dan menyusupkan secara perlahan-lahan pemikiran Barat penjajah, sistem peraturan dan gaya hidupnya. Generasi muda tak lagi mengenal Islam kecuali sekadar nama, tidak mengetahui Al-Quran kecuali hanya tulisannya. Islam hanya dipahami sebagai ajaran ritual, ibadah dan akhlak.
Masih banyak yang tak tahu dan tak mau tahu bahwa Islam sebenarnya juga memiliki solusi untuk masalah muamalah maupun interaksi-interaksi antarmanusia. Suka atau pun terpaksa, generasi muda justru bertahkim kepada sistem peraturan Barat yang kafir.Mereka berpikir seperti cara Barat berpikir, berorientasi seperti orientasi mereka, bahkan dengan bangga berguru kepada mereka. Itu semua dengan alasan demi pemikiran dan ilmu yang akan menjadi pedoman hidupnya, dan yang berhak mengeluarkan perintah dan larangan.
...Banyak dari kaum muslim sendiri yang meremehkan bahaya perusakan akidah umat. Ide-ide sekuler masih terasa manis di ujung lidah, padahal di pangkalnya tersembunyi racun yang mematikan...
Racun Tahun Baru Masehi
Secara historis, penentuan 1 Januari sebagai tahun baru, awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM). Lalu tahun 1582 diresmikan ulang pemimpin tertinggi Katolik, Paus Gregorius XIII, yang kemudian diadopsi hampir seluruh negara Eropa Barat Kristen sebelum mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752 (www.en.wikipedia.org; www.history.com).
Perayaan tahun baru Masehi di Barat dirayakan secara beragam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah di gereja, maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade/karnaval, menikmati berbagai hiburan, berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan tradisional, berkumpul dengan keluarga, dan lain sebagainya (www.en.wikipedia.org).
Berdasarkan fakta di atas, sejatinya perayaan tahun baru Masehi adalah bagian dari hadharah (peradaban) di luar Islam. Sehingga kaum muslim, sebagaimana penjelasan para ulama, dilarang ikut serta memeriahkannya. Dalil keharamannya ada 2 (dua); Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr). Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al-kuffâr fi a’yâdihim) (M. Shiddiq Al Jawi, 2013).
Namun faktanya, banyak dari kaum muslimin sendiri yang tumpah ruah ikut memeriahkan pergantian malam tahun baru Masehi. Berbagai atribut tahun baru seperti terompet, topi kerucut sanbenito, kembang api dan yang lainnya sudah menjadi kelaziman untuk dikenakan dengan tanpa beban. Dan ini dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan. Momen pesta kembang api menjadi bisnis gurih beromset triliunan rupiah.
Mirisnya lagi, pada malam pergantian tahun baru angka kemaksiatan melambung tinggi. Free sex, mabuk-mabukkan, dan aktivitas amoral lainnya menghiasi momen tahunan tersebut. Dan ini sudah menjadi rahasia umum.
Banyak dari kaum muslim sendiri yang meremehkan bahaya perusakan akidah umat. Ide-ide sekuler masih terasa manis di ujung lidah, padahal di pangkalnya tersembunyi racun yang mematikan. Umat masa bodoh, asalkan bisa happy.
Bagaimana mungkin umat muslim akan bangkit jika masih terus membebek budaya Barat dan tidak melek hadharah (peradaban) kufur? Maka benarlah sabda Rasulullah SAW “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lubang biawak gurun tentu kalian akan mengikutinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam bish-shawab. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!