Ahad, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 8 November 2015 09:07 wib
13.475 views
Masjid Kampus dan Revolusi Mental: Pembangunan Insan Berkarakter
Oleh: Nurullahi Aditya (Kepala Departeman Humas KAMMI FIB Undip)
Dalam keberjalanannya, suatu negara tidak lepas dari pelbagai dinamika permasalahannya, dan itu tergantung dari sejumlah faktor yang melatarbelakanginya.
Masing-masing negara memiliki metode sendiri dalam menyikapi permasalahannya, bisa melalui reformasi kebijakan, restrukturisasi pemerintahan, bahkan dengan revolusi mental.
Indonesia, di mana krisis karakter belum menunjukkan gejala perbaikan. Reformasi birokrasi belum mampu menciptakan aparatur sipil negara yang bekerja keras, bekerja tangkas, dan gigih untuk meraih mutu terbaik melayani rakyat. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, amanah, dan bersih masih kerap diabaikan. Janji negara hadir di setiap persoalan, realisasinya masih belum memenuhi harapan publik.
Hampir satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, implementasi dari langkah awal revolusi mental belum terlihat. Padahal, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadikan revolusi mental sebagai sikap kerja melayani rakyat menjalankan Nawacita. Sayangnya, sejauh ini implimentasi dari wacana revolusi mental dalam tataran praksis belum terlalu kelihatan. Dikhawatirkan, wacana tersebut hanya sebatas produk kampanye dan nihil dalam penerapannya ditengah kemunduran karakter bangsa.
Berkaca pada negeri timur Asia, Jepang dan Korea Selatan merupakan contoh dua negara yang bangkit menjadi raksasa ekonomi dunia setelah luluh lantah akibat perang. Investasi pada SDM menjadi salah satu kunci keunggulan kedua negara tersebut dan mereka memulainya dengan membangun karakter masyarakat yang pantang menyerah, berintegritas, terdidik, dan menjunjung toleransi.
Tidak hanya karakter bernafas duniawi, karakter spiritual pun menjadi sangat penting mengingat substansi dalam ajaran agama pasti menyentuh segala aspek kehidupan
Namun, di satu sisi pemerintah tidak bisa dibiarkan bekerja sendiri untuk mewujudkan cita-cita karakter tersebut. Perlu adanya kerjasama sinergis dan kolaborasi dengan militer, masyarakat sipil, dunia usaha, dan akademisi. Dengan melibatkan fungsi dan peran berbagai pihak, mengubah karakter bukanlah suatu hal mustahil, meskipun butuh waktu dan proses yang panjang.
Masjid dan Pembentukan Karakter
Ada hal menarik saat penerimaan mahasiswa baru di ITB beberapa waktu lalu. Saat tiba waktu shalat Dzuhur, para mahasiswa melaksanakan shalat berjamaah di bagian luar gedung. Di ruang terbuka mereka membentuk shaf rapi dengan jas almamater yang masih dikenakan. Menggetarkan, karena suasana yang terbangun serupa dengan suasana shalat Id.
Tidak hanya di Bandung, Surabaya pun menjadi sorotan terkait dengan agenda penerimaan mahasiswa baru di ITS. Pada Shubuh 29/08/2015, lebih dari 5.000 jamaah memadati masjid kampus ITS - Manarul Ilmi. Peresmian Gerakan Shalat Shubuh Berjamaah itu juga bertepatan dengan OSPEK mahasiswa baru ITS.
Semarang pun tidak mau kalah. Dalam rangka menyambut tahun baru Muharram , Undip turut mengadakan Gerakan Subuh Jamaah di Masjid Kampus Undip. Tercatat, lebih dari 800 jamaah memadati pelaksanaan salat subuh disana.
Fenomena tiga kampus besar diatas bisa dilihat sebagai wujud konkrit upaya agen-agen sosial di masyarakat dalam upaya memperbaiki dan merubah kondisi sosial di masyarakat. Masjid Kampus memainkan peranan penting sebagai laboratoruim sosial untuk menghimpun dan mempertemukan setiap lapisan masyarakat untuk bisa belajar saling memahami nilai-nilai. Tidak hanya karakter moral yang dibentuk, tetapi penanaman nilai-nilai spiritual menjadi sesuatu yang penting karena dalam ajaran agama mencakup dasar segala aspek kehidupan untuk bisa disikapi dengan baik.
Berawal dari masjid kampus, insan-insan perubahan mampu terlahirkan. Lihatlah, Ridwan Kamil sebagai contoh konkrit bagaimana seorang jebolan masjid Salman ITB mampu menunjukan kualitas dalam ranah politik. Saat kekuasaan mampu direngkuh, maka jalan menuju perubahan positif mampu terakomodasi dengan baik.
Profil karakter spiritualis; integritas, tanggung jawab, dan amanah yang telah tertanam sejak dibangku kuliah mampu diaplikasikan dalam ranah yang lebih luas. Dengan memberikan teladan positif pada orang-orang dibawah naungannya, citra birokrasi kota Bandung yang sebelumnya negatif berangsur berubah ke arah yang lebih baik.
Revolusi mental berproses secara berjenjang. Dia bukanlah hasil produk pengajaran. Dia adalah produk hasil didikan, didapat dari metode bimbingan dan teladan. Wacana revolusi tersebut sesungguhnya tidak akan mampu terealisasi jika pemerintah dibiarkan bekerja sendiri. Kampus memiliki posisi penting dalam memainkan perannya membentuk para generasi muda berkarakter melalui berbagai aktivitas positif didalamnya.
Tidak hanya karakter bernafas duniawi, karakter spiritual pun menjadi sangat penting mengingat substansi dalam ajaran agama pasti menyentuh segala aspek kehidupan. Maka, dimulai dari masjid kampus, secercah harapan baru menuju Indonesia berkarakter bisa dimulai.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!