Jum'at, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 30 Oktober 2015 09:33 wib
18.893 views
Stroke Berhari Raya, Penggugur Dosa dan Nikmat yang Tak Kentara
Apa sih yang tidak diperingati di zaman ini? Bahkan untuk setiap jenis penyakit termasuk stroke pun, ia memunyai hari ‘raya’ sendiri. 29 Oktober ternyata adalah hari stroke sedunia. Ini pun saya ketahui ketika mengantar ibu kontrol ke dokter praktik pribadi. Di situ Bapak Dokter memakai PIN yang menjadi awal saya tahu bahwa tepat hari itu stroke memunyai hari peringatan.
Bagi saya yang memunyai orang tua terkena stroke, penyakit ini tak butuh hari tertentu untuk diperingati. Karena setiap hari selama 7 hari dalam seminggu dan 365 hari dalam setahun adalah hari yang membersamai penderita stroke. Bagi pasien sendiri, tiap hari ia harus berhadapan dengan rasa nyeri yang tidak tertanggungkan. Belum lagi bila ada penyakit lain sebagai awal stroke menyerang atau akibat komplikasi dari berbagai obat yang dikonsumsi.
Saya tak hendak membahas detil tentang penyakit ini karena memang bukan kapasitasnya. Tapi hikmah di balik setiap kejadian termasuk penyakit stroke inilah yang ingin saya tuliskan untuk diambil pelajaran darinya.
...Apapun itu, segala hal dalam hidup sejatinya adalah ujian. Dan kunci melewati ujian ini sebetulnya hanya dua...
Dengan sakit, seseorang belajar bersabar. Tapi bisa jadi, ia berubah menjadi temperamental padahal biasanya ia adalah sosok yang tenang. Penyakit adalah ujian. Karena itu ada pahala yang menyertai bila kita bisa melewatinya dengan baik. Apapun itu, segala hal dalam hidup sejatinya adalah ujian. Dan kunci melewati ujian ini sebetulnya hanya dua.
Sabar dan syukur. Dalam sakit, bersabar adalah keniscayaan. Kalau tak sabar, mau apa? Toh penyakit itu tak akan hilang dengan kita mengeluh terus. Penyakit itu tak akan sembuh dengan kita marah-marah. Yang ada malah semakin bertambah parah karena kondisi ketenangan jiwa akan menentukan tingkat kesembuhan satu penyakit. Jadi sabar adalah keniscayaan. Mau tak mau tak ada opsi lain sebetulnya selain bersabar terhadap rasa sakit yang sedang mendera. Dan Allah tak zalim terhadap hambaNya. Dengan sabar, dosa-dosa kita yang tak akan terhapus hanya karena tobat, bisa luruh dalam kesabaran menerima sakit ini. Betapa indahnya.
Syukur. Inilah poin yang tidak semua orang sakit bisa menjalaninya. Akan mudah bagi kita untuk besyukur saat menerima kebaikan, keuntungan atau hal-hal positif lainnya. Tak banyak orang yang masih bisa bersyukur saat kesempitan dan kesakitan sedang datang. Rasa syukur ini hadir adalah saat kita mampu memahami tak ada hal di dunia ini terjadi dengan sia-sia. Betapa Allah ingin agar dengan sakit kita tahu nikmatnya sehat. Dengan sakit kita ada waktu untuk memberi hak bagi tubuh untuk beristirahat. Sakit membuat kita menjadi manusia bukan setengah dewa. Dan sakit ini pula yang membuat kita ingat dan merasa dekat dengan kematian.
Kematian adalah pengingat sebaik-sebaiknya bahwa hidup hanya sementara. Seluruh keegoisan dan kesombongan akan luruh bila kita merasa ajal sudah di depan mata. Ya...mau sombong bagaimana bila mencegak malaikat Izrail datang pun kita tak sanggup? Yang ada adalah kepasrahan dan ketundukan serta tekad untuk semakin taat padaNya. Bila ‘karunia’ sakit tak juga mampu membuat seseorang tobat, apa harus menunggu ajal sudah di tenggorokan selayaknya Firaun? Naudzubillah.
Pasangan sabar dan syukur inilah yang akan mampu menjadi teman sejati saat diri sedang sakit. Mengeluh dan mengaduhlah pada Allah apalagi ketika sakit itu tak tertahan. Manifestasi keluhan ini bisa berupa zikir untuk terus mengagungkan namaNya. Beristighfarlah. Karena bahkan Rasulullah yang maksum saja bisa seribu kali meminta ampun pada Allah, apalagi kita yang penuh lumuran dosa ini. Bahkan dalam sakit pun, ada sarana untuk menimba pahala, memupuk iman dan menggugurkan dosa. Bila sudah begini, sakit pun terasa nikmat. Maka, nikmat Allah yang mana lagi yang akan kita dustakan? (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!