
 
									
								Oleh Taufik Ismail:
 Sederetan gelombang besar menggebu-gebu menyerbu
 pantai Indonesia, naik ke daratan, masuk ke pedalaman.
 Gelombang demi gelombang ini datang susun-bersusun
 dengan suatu keteraturan, mulai 1998 ketika reformasi
 meruntuhkan represi 39 tahun gabungan zaman Demokrasi
 Terpimpin dan Demokrasi Pembangunan, dan membuka lebar
 pintu dan jendela Indonesia. Hawa ruangan yang sumpek
 dalam dua zaman itu berganti dengan kesegaran baru.
 Tapi tidak terlalu lama, kini digantikan angin yang
 semakin kencang dan arus menderu-deru.
 Kebebasan berbicara, berpendapat, dan mengeritik,
 berdiri-menjamurnya partai-partai politik baru,
 keleluasaan berdemonstrasi, ditiadakannya SIUPP (izin
 penerbitan pers), dilepaskannya tahanan politik,
 diselenggarakannya pemilihan umum bebas dan langsung,
 dan seterusnya, dinikmati belum sampai sewindu, tapi
 sementara itu silih berganti beruntun-runtun belum
 terpecahkan krisis yang tak habis-habis. Tagihan
 rekening reformasi ternyata mahal sekali.
 Bahana yang datang terlambat dari benua-benua lain itu
 menumbuh dan menyuburkan kelompok permissif dan
 addiktif negeri kita, yang sejak 1998 naik daun. Arus
 besar yang menderu-deru menyerbu kepulauan kita adalah
 gelombang sebuah gerakan syahwat merdeka. Gerakan tak
 bersosok organisasi resmi ini tidak berdiri sendiri,
 tapi bekerjasama bahu-membahu melalui jaringan
 mendunia, dengan kapital raksasa mendanainya, ideologi
 gabungan yang melandasinya, dan banyak media massa
 cetak dan elektronik jadi pengeras suaranya.
 Siapakah komponen gerakan syahwat merdeka ini?
 PERTAMA 
adalah praktisi sehari-hari kehidupan pribadi
 dan kelompok dalam perilaku seks bebas hetero dan
 homo, terang-terangan dan sembunyi-sembunyi. Sebagian
 berjelas-jelas anti kehidupan berkeluarga normal,
 sebagian lebih besar, tak mau menampakkan diri.
 KEDUA
Penerbit majalah dan tabloid mesum, yang telah
 menikmati tiada perlunya SIUPP. Mereka menjual wajah
 dan kulit perempuan muda, lalu menawarkan jasa
 hubungan kelamin pada pembaca pria dan wanita lewat
 nomor telepon genggam, serta mengiklankan berbagai
 alat kelamin tiruan (kue pancong berkumis dan lemper
 berbaterai) dan boneka karet perempuan yang bisa
 dibawa bobok bekerjasama.
 KETIGA
Produser, penulis skrip dan pengiklan acara
 televisi syahwat. Seks siswa dengan guru, ayah dengan
 anak, siswa dengan siswa, siswa dengan pria paruh
 baya, siswa dengan pekerja seks komersial ----
 ditayangkan pada jam prime time, kalau pemainnya
 terkenal. Remaja berseragam OSIS memang menjadi
 sasaran segmen pasar penting tahun-tahun ini. Beberapa
 guru SMA menyampaikan keluhan pada saya. “Citra
 kami guru-guru SMA di sinetron adalah citra guru tidak
 cerdas, kurang pergaulan dan memalukan.” Mari
 kita ingat ekstensifnya pengaruh tayangan layar kaca
 ini. Setiap tayangan televisi, rata-rata 170.000.000
 yang memirsa. Seratus tujuh puluh juta pemirsanya.
 
KEEMPAT
 4,200,000 (empat koma dua juta) situs porno
 dunia, 100,000 (seratus ribu) situs porno Indonesia di
 internet. Dengan empat kali klik di komputer,
 anatomi tubuh perempuan dan laki-laki, sekaligus
 fisiologinya, dapat diakses tanpa biaya, sama mudahnya
 dilakukan baik dari San Francisco, Timbuktu, Rotterdam
 mau pun Klaten.
 Pornografi gratis di internet luarbiasa besar
 jumlahnya. Seorang sosiolog Amerika Serikat
 mengumpamakan serbuan kecabulan itu di negaranya
 bagaikan “gelombang tsunami setinggi 30 meter,
 dan kami melawannya dengan dua telapak tangan.”
 Di Singapura, Malaysia, Korea Selatan situs porno
 diblokir pemerintah untuk terutama melindungi
 anak-anak dan remaja. Pemerintah kita tidak melakukan
 hal yang sama.
 
KELIMA
Penulis, penerbit dan propagandis buku
 syahwat ¼ sastra dan ½ sastra. Di Malaysia, penulis
 yang mencabul-cabulkan karyanya penulis pria. Di
 Indonesia, penulis yang asyik dengan wilayah
 selangkang dan sekitarnya mayoritas penulis perempuan.
 Ada kritikus sastra Malaysia berkata: “Wah, pak
 Taufiq, pengarang wanita Indonesia berani-berani. Kok
 mereka tidak malu, ya?” Memang begitulah, RASA
 MALU ITU YANG SUDAH TERKIKIS, bukan saja pada
 penulis-penulis perempuan aliran s.m.s. (sastra mazhab
 selangkang) itu, bahkan lebih-lebih lagi pada banyak
 bagian dari bangsa.
 KEENAM
Penerbit dan pengedar komik cabul. Komik
 yang kebanyakan terbitan Jepang dengan teks dialog
 diterjemahkan ke bahasa kita itu tampak dari
 kulit luar biasa-biasa saja, tapi di dalamnya banyak
 gambar hubungan badannya, misalnya (bukan main) antara
 siswa dengan Bu Guru. Harganya Rp 2.000. Sebagian
 komik-komik itu tidak semata lucah saja, tapi ada pula
 kadar ideologinya. Ideologinya adalah anjuran
 perlawanan pada otoritas orangtua dan guru, yang
 banyak aturan ini-itu, termasuk terhadap seks bebas.
 Dalam salah satu komik itu saya baca kecaman yang
 paling sengit adalah pada Menteri Pendidikan Jepang.
 Tentu saja dalam teks terjemahan berubah, yang dikecam
 jadinya Menteri Pendidikan Nasional kita.
 
KETUJUH
Produsen, pengganda, pembajak, pengecer dan
 penonton VCD/DVD biru. Indonesia kini jadi sorga besar
 pornografi paling murah di dunia, diukur dari
 kwantitas dan harganya. Angka resmi produksi dan
 bajakan tidak saya ketahui, tapi literatur menyebut
 antara 2 juta – 20 juta keping setahun. Harga
 yang dulu Rp 30.000 sekeping, kini turun menjadi Rp
 3.000, bahkan lebih murah lagi. Dengan biaya 3 batang
 rokok kretek yang diisap 15 menit, orang bisa menonton
 sekeping VCD/DVD biru dengan pelaku kulit putih dalam
 6 posisi selama 60 menit. Luarbiasa murah. Anak SD
 kita bisa membelinya tanpa risi tanpa larangan
 peraturan pemerintah.
 Seorang peneliti mengabarkan bahwa di Jakarta Pusat
 ada murid-murid laki-laki yang kumpul dua sore
 seminggu di rumah salah seorang dari mereka, lalu
 menayangkan VCD-DVD porno. Sesudah selesai mereka
 onani bersama-sama. Siswa sekolah apa, dan kelas
 berapa? Siswa SD, kelas lima. Tak diceritakan apa
 ekses selanjutnya.
 
KEDELAPAN
Pabrikan dan konsumen alkohol. Minuman
 keras dari berbagai merek dengan mudah bisa diperoleh
 di pasaran. Kemasan botol kecil diproduksi, mudah
 masuk kantong celana, harga murah, dijual di kios
 tukang rokok di depan sekolah, remaja dengan bebas
 bisa membelinya. Di Amerika dan Eropa batas umur
 larangan di bawah 18 tahun. Negeri kita pasar besar
 minuman keras, jualannya sampai ke desa-desa.
 
KESEMBILAN
Produsen, pengedar dan pengguna narkoba.
 Tingkat keterlibatan Indonesia bukan pada pengedar dan
 pengguna saja, bahkan kini sampai pada derajat
 produsen dunia. Enam juta anak muda Indonesia
 terperangkap sebagai pengguna, ratusan ribu menjadi
 korbannya.
 
KESEPULUH
Pabrikan, pengiklan dan pengisap nikotin.
 Korban racun nikotin 57.000 orang / tahun, maknanya
 setiap hari 156 orang mati, atau setiap 9 menit
 seorang pecandu rokok meninggal dunia. Pemasukan pajak
 15 trilyun (1996), tapi ongkos pengobatan berbagai
 penyakit akibatnya 30 trilyun rupiah.
 Mengapa alkohol, narkoba dan nikotin termasuk dalam
 kategori kontributor arus syahwat merdeka ini? Karena
 sifat addiktifnya, kecanduannya, yang sangat mirip,
 begitu pula proses pembentukan ketiga addiksi tersebut
 dalam susunan syaraf pusat manusia. Dalam masyarakat
 permissif, interaksi antara seks dengan alkohol,
 narkoba dan nikotin, akrab sekali, sukar dipisahkan.
 Interaksi ini kemudian dilengkapi dengan tindak
 kriminalitas berikutnya, seperti pemerasan, perampokan
 sampai pembunuhan. Setiap hari berita semacam ini
 dapat dibaca di koran-koran.
 
KESEBELAS
Pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. Dalam masyarakat permissif, iklan semacamini menjadi jembatan komunikasi yang diperlukan.
 
KEDUABELAS
Germo dan pelanggan prostitusi. Apabilahubungan syahwat suka-sama-suka yang gratis tidaktersedia, hubungan dalam bentuk perjanjian bayaran merupakan jalan keluarnya. Dalam hal ini prostitusi
 berfungsi.
 KETIGABELAS
Dokter dan dukun praktisi aborsi. Akibat
 tujuh unsur pertama di atas, kasus perkosaan dan
 kehamilan di luar pernikahan meningkat drastis. Setiap
 hari dapat kita baca kasus siswa SMP/SMA memperkosa
 anak SD, satu-satu atau rame-rame, ketika papi-mami
 tak ada di rumah dan pembantu pergi ke pasar
 berbelanja. Setiap ditanyakan apa sebab dia/mereka
 memperkosa, selalu dijawab ‘karena terangsang
 sesudah menonton VCD/DVD biru dan ingin
 mencobakannya.’ Praktisi aborsi gelap menjadi
 tempat pelarian, bila kehamilan terjadi.
 Seorang peneliti dari sebuah universitas di Jakarta
 menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia 2,2 juta
 setahunnya. Maknanya setiap 15 detik seorang calon
 bayi di suatu tempat di negeri kita meninggal akibat
 dari salah satu atau gabungan ketujuh faktor di atas.
 Inilah produk akhirnya. Luar biasa destruksi sosial
 yang diakibatkannya.
 Dalam gemuruh gelombang gerakan syahwat merdeka ini,
 pornografi dan pornoaksi menjadi bintang panggungnya,
 melalui gemuruh kontroversi pro-kontra RUU APP.
 Karena satu-dua-atau beberapa kekurangan dalam RUU
 itu, yang total kontra menolaknya, tanpa sadar terbawa
 dalam gelombang gerakan syahwat merdeka ini. Tetapi
 bisa juga dengan sadar memang mau terbawa di dalamnya.
 Salah satu kekurangan RUU itu, yang perlu
 ditambah-sempurnakan adalah perlindungan bagi
 anak-cucu kita, jumlahnya 60 juta, terhadap kekerasan
 pornografi. Dalam hiruk pikuk di sekitar RUU ini,
 terlupakan betapa dalam usia sekecil itu 80% anak-anak
 9-12 tahun terpapar pornografi, situs porno di
 internet naik lebih sepuluh kali lipat, lalu 40%
 anak-anak kita yang lebih dewasa sudah melakukan
 hubungan seks pra-nikah. Sementara anak-anak di
 Amerika Serikat dilindungi oleh 6 Undang-undang,
 anak-anak kita belum, karena undang-undangnya belum
 ada. KUHP yang ada tidak melindungi mereka karena
 kunonya. Gelombang Syahwat Merdeka yang menolak total
 RUU ini berarti menolak melindungi anak-cucu kita
 sendiri.
Gelombang Syahwat Merdeka yang menolak total
RUU ini berarti menolak melindungi anak-cucu kita
sendiri.
 Gerakan tak bernama tak bersosok organisasi ini
 terkoordinasi bahu-membahu menumpang gelombang masa
 reformasi mendestruksi moralitas dan tatanan sosial.
 Ideologinya neo-liberalisme, pandangannya
 materialistik, disokong kapitalisme jagat raya.
 Menguji Rasa Malu Diri Sendiri
 Seorang pengarang muda meminta pendapat saya tentang
 cerita pendeknya yang dimuat di sebuah media. Dia
 berkata, “Kalau cerpen saya itu dianggap
 pornografis, wah, sedihlah saya.” Saya waktu itu
 belum sempat membacanya. Tapi saya kirimkan padanya
 pendapat saya mengenai pornografi. Begini.
 Misalkan saya menulis sebuah cerpen. Saya akan mentes,
 menguji karya saya itu lewat dua tahap. Pertama, bila
 tokoh-tokoh di dalam karya saya itu saya ganti dengan
 ayah, ibu, mertua, isteri, anak, kakak atau a*** saya;
 lalu kedua, karya itu saya bacakan di depan ayah, ibu,
 mertua, isteri, anak, kakak, a***, siswa di kelas
 sekolah, anggota pengajian masjid, jamaah gereja;
 kemudian saya tidak merasa malu, tiada dipermalukan,
 tak canggung, tak risi, tak muak dan tidak jijik
 karenanya, maka karya saya itu bukan karya pornografi.
 Tapi kalau ketika saya membacakannya di depan
 orang-orang itu saya merasa malu, dipermalukan, tak
 patut, tak pantas, canggung, risi, muak dan jijik,
 maka karya saya itu pornografis.
 Hal ini berlaku pula bila karya itu bukan karya saya,
 ketika saya menilai karya orang lain. Sebaliknya
 dipakai tolok ukur yang sama juga, yaitu bila orang
 lain menilai karya saya. Setiap pembaca bisa melakukan
 tes tersebut dengan cara yang serupa.
 Pendekatan saya adalah pengujian rasa malu itu. Rasa
 malu itu yang kini luntur dalam warna tekstil
 kehidupan bangsa kita, dalam terlalu banyak hal.
 Sebuah majalah mesum dunia dengan selaput artistik,
 Playboy, menumpang taufan reformasi dan gelombang
 liberalisme akhirnya terbit juga di Indonesia. Majalah
 ini diam-diam jadi tempat pelatihan awal onani
 pembaca Amerika, dan kini, beberapa puluh tahun
 kemudian, dikalahkan internet, sehingga jadilah publik
 pembaca Playboy dan publik langganan situs porno
 internet Amerika masturbator terbesar di dunia.
 Majalah pabrik pengeruk keuntungan dari kulit tubuh
 perempuan ini, mencoba menjajakan bentuk eksploitasi
 kaum Hawa di negeri kita yang pangsa pasarnya
 luarbiasa besar ini. Bila mereka berhasil, maka bakal
 berderet antri masuk lagi majalah anti-tekstil di
 tubuh perempuan dan fundamentalis-syahwat-merdeka
 seperti Penthouse, Hustler, Celebrity Skin, Cheri,
 Swank, Velvet, Cherry Pop, XXX Teens dan seterusnya.
 Untuk mengukur sendiri rasa malu penerbit dan redaktur
 Playboy Indonesia, saya sarankan kepada mereka
 melakukan sebuah percobaan, yaitu mengganti model 4/5
 telanjang majalah itu dengan ibu kandung, ibu mertua,
 kakak, a***, isteri dan anak perempuan mereka sendiri.
 Saran ini belum berlaku sekarang, tapi kelak suatu
 hari ketika Playboy Indonesia keluar perilaku aslinya
 dalam masalah ketelanjangan model yang dipotret.
 Sekarang mereka masih malu-malu kucing. Sesudah dibuat
 dalam edisi dummy, promosikan foto-foto itu itu di 10
 saluran televisi dan 25 suratkabar. Bagaimana?
 Berani? Malu atau tidak?
 Pendekatan lain yang dapat dipakai juga adalah
 menduga-memperkirakan-mengingat akibat yang mungkin
 terjadi sesudah orang membaca karya pornografis itu.
 Sesudah seseorang membaca, katakan cerpen yang memberi
 sugesti secara samar-samar terjadinya hubungan
 kelamin, apalagi kalau dengan jelas mendeskripsikan
 adegannya, apakah dengan kata-kata indah yang dianggap
 sastrawi atau kalimat-kalimat brutal, maka pembaca
 akan terangsang.
 Sesudah terangsang yang paling penakut akan onani dan
 yang paling nekat akan memperkosa. Memperkosa
 perempuan dewasa tidak mudah, karena itu anak kecil
 jadi sasaran. Perkosaan banyak terjadi terhadap
 anak-anak kecil masih bau susu bubuk belum haid yang
 di rumah sendirian karena papi-mami pergi kerja,
 pembantu pergi ke pasar, jam 9-10 pagi.
 Anak-anak tanggung pemerkosa itu, ketika diinterogasi
 dan ditanya kenapa, umumnya bilang karena sesudah
 menonton VCD porno mereka terangsang ingin mencoba
 sendiri. Merayu orang dewasa takut, mendekati
 perempuan-bayaran tidak ada uang. Kalau diteliti lebih
 jauh kasus yang sangat banyak ini (peneliti yang rajin
 akan bisa mendapat S-3 lewat tumpukan guntingan
 koran), mungkin saja anak itu juga pernah membaca
 cerita pendek, puisi, novel atau komik cabul.
 Akibat selanjutnya, merebak-meluaslah aborsi,
 prostitusi, penularan penyakit kelamin gonorrhoea,
 syphilis, HIV-AIDS, yang meruyak di kota-kota besar
 Indonesia berbarengan dengan akibat penggunaan alkohol
 dan narkoba yang tak kalah destruktifnya.
 Akibat Sosial Ini Tak Pernah Difikirkan Penulis
 Semua rangkaian musibah sosial ini tidak pernah
 difikirkan oleh penulis cerpen-puisi-novelis erotis
 yang umumnya asyik berdandan dengan dirinya sendiri,
 mabuk posisi selebriti, ke sana disanjung ke sini
 dipuji, tidak pernah bersedia merenungkan akibat yang
 mungkin ditimbulkan oleh tulisannya. Sejumlah cerpen
 dan novel pasca reformasi sudah dikatakan orang
 mendekati VCD/DVD porno tertulis. Maukah mereka
 membayangkan, bahwa sesudah sebuah cerpen atau novel
 dengan rangsangan syahwat terbit, maka beberapa ratus
 atau ribu pembaca yang terangsang itu akan mencontoh
 melakukan apa yang disebutkan dalam alinea-alinea di
 atas tadi, dengan segala rentetan kemungkinan yang
 bisa terjadi selanjutnya?
 Destruksi sosial yang dilakukan penulis cerpen-novel
 syahwat itu, bera***-kakak dengan destruksi yang
 dilakukan produsen-pengedar-pembajak-pengecer VCD/DVD
 porno, beredar (diperkirakan) sebanyak 20 juta keping,
 yang telah meruyak di masyarakat kita, masyarakat
 konsumen pornografi terbesar dan termurah di dunia.
 Dulu harganya Rp 30.000 sekeping, kini Rp 3.000, sama
 murahnya dengan 3 batang rokok kretek. Mengisap rokok
 kretek 15 menit sama biayanya dengan memiliki dan
 menonton sekeping VCD/DVD syahwat sepanjang 6o menit
 itu. Bersama dengan produsen alkohol, narkoba dan
 nikotin, mereka tidak sadar telah menjadi unsur
 penting pengukuhan masyarakat permissif-addiktif
 serba-boleh-apa-saja-genjot, yang dengan bersemangat
 melabrak apa yang mereka anggap tabu selama ini,
 berpartisipasi meluluh-lantakkan moralitas anak
 bangsa.
 Perzinaan yang Hakekatnya Pencurian adalah Ciri Sastra
 Selangkang
Perzinaan yang Hakekatnya Pencurian adalah Ciri Sastra
Selangkang
Akhirnya sesudah mendapatkan korannya, saya membaca
 cerpen karya penulis yang disebut di atas. Dalam segi
 teknik penulisan, cerpen itu lancar dibaca. Dalam segi
 isi sederhana saja, dan secara klise sering ditulis
 pengarang Indonesia yang pertama kali pergi ke luar
 negeri, yaitu pertemuan seorang laki-laki di negeri
 asing dengan perempuan asing negeri itu. Kedua-duanya
 kesepian. Si laki-laki Indonesia lupa isteri di
 kampung. Di akhir cerita mereka berpelukan dan
 berciuman. Begitu saja.
 Dalam interaksi yang kelihatan iseng itu, cerpenis
 tidak menyatakan sikap yang jelas terhadap hubungan
 kedua orang itu. Akan ke mana hubungan itu berlanjut,
 juga tak eksplisit. Apakah akan sampai pada hubungan
 pernikahan atau perzinaan, kabur adanya.
 Perzinaan adalah sebuah pencurian. Yang melakukan
 zina, mencuri hak orang lain, yaitu hak penggunaan
 alat kelamin orang lain itu secara tidak sah. Pezina
 melakukan intervensi terhadap ruang privat alat
 kelamin yang dizinai. Dia tak punya hak untuk itu.
 Yang dizinai bersekongkol dengan yang melakukan
 penetrasi, dia juga tak punya hak mengizinkannya.
 Pemerkosa adalah perampok penggunaan alat kelamin
 orang yang diperkosa. Penggunaan alat kelamin
 seseorang diatur dalam lembaga pernikahan yang suci
 adanya.
 Para pengarang yang terang-terangan tidak setuju pada
 lembaga pernikahan, dan/atau melakukan hubungan
 kelamin semaunya, yang tokoh-tokoh dalam karyanya
 diberi peran syahwat merdeka, adalah rombongan
 pencuri bersuluh sinar rembulan dan matahari. Mereka
 maling tersamar. Mereka celakanya, tidak merasa jadi
 maling, karena (herannya) ada propagandis sastra
 menghadiahi mereka glorifikasi, dan penerbit
 menyediakan gratifikasi. Propagandis dan penerbit
 sastra semacam ini, dalam istilah kriminologi,
 berkomplot dengan maling.
 Hal ini berlaku bukan saja untuk karya (yang dianggap)
 sastra, tapi juga untuk bacaan turisme, rujukan tempat
 hiburan malam, dan direktori semacam itu. Buku
 petunjuk yang begitu langsung tak langsung menunjukkan
 cara berzina, lengkap dengan nama dan alamat tempat
 berkumpulnya alat-alat kelamin yang dapat dicuri
 haknya dengan cara membayar tunai atau dengan kartu
 kredit gesekan.
 Sastra selangkang adalah sastra yang asyik dengan
 berbagai masalah wilayah selangkang dan sekitarnya.
 Kalau di Malaysia pengarang-pengarang yang
 mencabul-cabulkan karya kebanyakan pria, maka di
 Indonesia pengarang sastra selangkang mayoritas
 perempuan.
 Beberapa di antaranya mungkin memang nymphomania atau
 gila syahwat, hingga ada kritikus sastra sampai hati
 menyebutnya “vagina yang haus sperma”.
 Mestinya ini sudah menjadi kasus psikiatri yang baik
 disigi, tentang kemungkinannya jadi epidemi, dan harus
 dikasihani.
 Bila dua abad yang lalu sejumlah perempuan Aceh, Jawa
 dan Sulawesi Selatan naik takhta sebagai penguasa
 tertinggi kerajaan, Sultanah atau Ratu dengan
 kenegarawanan dan reputasi terpuji, maka di abad 21
 ini sejumlah perempuan Indonesia mencari dan memburu
 tepuk tangan kelompok permissif dan addiktif sebagai
 penulis sastra selangkang, yang aromanya jauh dari
 wangi, menyiarkan bau amis-bacin kelamin tersendiri,
 yang bagi mereka parfum sehari-hari.
 Dengan Ringan Nama Tuhan Dipermainkan
 Di tahun 1971-1972, ketika saya jadi penyair tamu di
 Iowa Writing Program, Universitas Iowa, di benua itu
 sedang heboh-hebohnya gelombang gerakan perempuan.
 Kini, 34-an tahun kemudian, arus riaknya sampai ke
 Indonesia. Kaum feminis Amerika waktu itu sedang
 gencar-gencarnya mengumumkan pembebasan kaum
 perempuan, terutama liberasi kopulasi, kebebasan
 berkelamin, di koran, majalah, buku dan televisi.
 Menyaksikan penampilan para maling hak penggunaan
 alat kelamin orang lain itu di layar kaca, yang
 cengengesan dan mringas-mringis seperti Gloria Steinem
 dan semacamnya, banyak orang mual dan jijik karenanya.
 Mereka tidak peduli terhadap epidemi penyakit kelamin
 HIV-AIDS yang meruyak menyebar seantero Amerika
 Serikat waktu itu, menimpa baik orang laki-laki maupun
 perempuan, hetero dan homoseksual, akibat kebebasan
 yang bablas itu.
 Di stasiun kereta api bawah tanah New York, seorang
 laki-laki korban HIV-AIDS menadahkan topi mengemis.
 Belum pernah saya melihat kerangka manusia berbalut
 kulit tanpa daging dan lemak sekurus dia itu. Sinar
 matanya kosong, suaranya parau.
 Kematian banyak anggota kelompok ini, terutama di
 kalangan seniman di tahun 1970-an, tulis seorang
 esais, bagaikan kematian di medan perang Vietnam.
 Sebuah orkestra simfoni di New York,
 anggota-anggotanya bergiliran mati saban minggu karena
 kejangkitan HIV-AIDS dan narkoba, akibat kebebasan
 bablas itu. Para pembebas kaum perempuan itu tak acuh
 pada bencana menimpa bangsa karena asyik mendandani
 penampilan selebriti diri sendiri. Saya sangat heran.
 Sungguh memuakkan.
 Kalimat bersayap mereka adalah, “This is my
 body. I’ll do whatever I like with my
 body.” “Ini tubuhku. Aku akan lakukan apa
 saja yang aku suka dengan tubuhku ini.”
 Congkaknya luar biasa, seolah-olah tubuh mereka itu
 ciptaan mereka sendiri, padahal tubuh itu pinjaman
 kredit mencicil dari Tuhan, cuma satu tingkat di atas
 sepeda motor Jepang dan Cina yang diobral di iklan
 koran-koran.
 Mereka tak ada urusan dengan Maha Produser Tubuh itu.
 Penganjur masyarakat permissif di mana pun juga, tidak
 suka Tuhan dilibatkan dalam urusan. Percuma bicara
 tentang moral dengan mereka. Dengan ringan nama Tuhan
 dipermainkan dalam karya. Situasi kita kini merupakan
 riak-riak gelombang dari jauh itu, dari abad 20 ke
 awal abad 21 ini, advokatornya dengan semangat dan
 stamina mirip anak-anak remaja bertopi beisbol yang
 selalu meniru membeo apa saja yang berasal dari
 Amerika Utara itu.
 Penutup
 Ciri kolektif seluruh komponen Gerakan Syahwat
 Merdeka ini adalah budaya malu yang telah kikis nyaris
 habis dari susunan syaraf pusat dan rohani mereka,
 dan tak adanya lagi penghormatan terhadap hak
 penggunaan kelamin orang lain yang
 disabet-dicopet-dikorupsi dengan entengnya. Tanpa
 memiliki hak penggunaan kelamin orang lain, maka
 sesungguhnya Gerakan Syahwat Merdeka adalah maling dan
 garong genitalia, berserikat dengan alkohol, nikotin
 dan narkoba, menjadi perantara kejahatan, mencecerkan
 HIV-AIDS, prostitusi dan aborsi, bersuluh bulan dan
 matahari. [umar/voa-islam.Com]
 +Pasang iklan
+Pasang iklan
								FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
									  http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
									  http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
									  http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
									  http://www.anekaobatherbal.com
 
							
							
							
							
							
								
							
 
							 
							