Senin, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 12 Juli 2010 01:11 wib
5.078 views
Muda Dan Amarah 1 (Tawuran)
Hari itu kota ku cerah sekali. Ribuan orang berkumpul menyaksikan karnaval di alun – alun kota yang semarak. Benar- benar ramai.
Disebuah sudut, tidak ketinggalan pula segerombol orang yang ikut “menyemarakkan” even tiap tahun itu, termasuk aku hadir disana. Kami yang melewatkan acara itu dengan cara kami sendiri. Sesekali terdengar makian dan ucapan- ucapan kotor serta teriakan, dan memang begitulah cara kami untuk bergurau. tiba- tiba....
“ hooooy.. ayo bantu.. ada yang di cekik disana!!!!!!!!!!!!!!!”
Suara seseorang tiba- tiba terdengar memecah suasana kami bergerombol.
“ dimana?” salah satu dari kami menjawab sambi berteriak
“ di sana deket kantor polisi” jawabnya
“ uedan!! Maksut mu biar kita semua ditangkap gitu?” kata yang lain dengan antusias
“ iya tapi kalau dia mati kamu rela yo?" tiba- tiba salah seorang yg paling tua diantara kami menyela
“Ya ga lah!!!!!!!!....dia menjawab
“Mas mas!!!!!!!!.. mereka pada kesini mereka bawa alat...mereka puluhan”
Suara yang lain juga tiba- tiba muncul memberi kabar yang lain.
“mundur mundur dulu sementara!!!" tetua memberi komando
"alah knapa harus takut, ayo maju!!!" jawab yang lain
"mereka bawa parang!! kita ambil dl punya kita” dia mengusulkan
“Kang kita mau kemana?ntar an dulu ngopi belum selesai ni.....”
Aku yang sedari tadi bersila di pojok ruangan dan tidak terlalu menggubris omelan mereka, tiba- tiba tanganku ditarik paksa.
“Ayooooo........ “ ayo cepet apa kamu mau di bacok disini?”
“ heeeh lepasin!!!!!!!!” aku berusaha melepaskan tangannya
Kamu ini kenapa?” dia berteriak tepat didepan mukaku
“Kamu yang kenapa, aku ga takut sama mereka!! mau di bacok mau di apakan juga biarin lah” aku balas berteriak
“Ah terserah!!!”
Dia kemudian pergi meninggalkan aku yg masih disana. suasana jadi kacau sekali, dan kebanyakan Mereka semua masuk ke dalam kerumunan orang- orang yang sedang berkarnaval di jalanan.
Sejenak kemudian aku masih sempat menghabiskan kopiku digelas, sebelum kemudian aku balik kanan dan...
“ waalaaahhh....!!! Banyak bangeeeet.“ aku kaget sampai tersedak meminum kopiku yang terakhir.
Ya allah ini bukan puluhan tapi ratusan boz. Wah yang ngasih info ga jelas bener nih!!!
Kali ini aku bener- bener mati kutu. Ga ada pilihan lain harus mundur dulu, karena mereka bener- bener sangat amat banyak sekali, dan mereka datang tiba tiba seperti mau menggerebek. Aku ga mau asal setor nyawa ke mereka.
“Heh.. mau kemana kamu?”
Ada orang yang berteriak kenceng banget menghentikan langkahku tepat di sebuah gang yang sepi. Lah, ternyata seorang cewek. Dengan semangatnya dia berteriak kearahku. Tapi tunggu... ada pisau ditangannya. Wah perempuan ini bener bener mengamuk,
“ ada apa mbak?” aku mencoba baik kepadanya
“ ga sah basa basi deh” dia tetap dengan bahasanya yang berteriak
“ kalau berani kamu sini, kamu anak **** kan? “
“ yoa mbak. Udah ah males aku mau pulang. Lagian ngapain bawa- bawa pisau gitu.”
“ dasar pengecut!!”
What!! wo wo wo apa ga salah denger ni aku? Kata- kata makiannya menyentakkan ku. kali ini aku merasa harga diriku bener- bener dihina, terpaksa kali ini aku melawan. Dia sempat jatuh tersungkur. Namun ntah kenapa tiba- tiba ada perasaan marah dalam hatiku. Aku mengambil pisau ditangannya. Ingin sekali aku menusuknya atau minimal nonjok mukanya, yah walau kami sama- sama perempuan.
allahhuakbar.. allahhuakbar...... allahhuakbar... allahhuakbar....
Suara adzan sholat ashar tiba- tiba terdengar di masjid agung dipusat kotaku ini. Ntah kenapa tiba- tiba batinku luluh. tanganku tiba tiba gemetar memegang pisau yang ada ditanganku dan siap aku tusukkan, ntah kenapa juga aku menjadi iba melihat cewek nekat yang tersungkur dihadapanku itu. Aku seketika menyimpan pukulanku, dan buru- buru meninggalkan dia. Aku sempat melihat dia dengan pandangan heran melihat ke arahku.
” hey kamu mau kemana!!” katanya sambil terheran- heran karena aku meninggalkannya begitu saja, sedang dia terkapar di jalan.
“ntar, sholat dulu!!” aku menjawab sambil berteriak meninggalkannya dan membuang pisaunya. Disekelilingku aku melihat suasana “pertarungan” masih saja sengit. Aku masa bodoh dan mempercepat lariku, menuju masjid, memotong barisan orang- orang yang tengah sibuk berkarnafal. wah suasana benar benar kacau, Tapi tiba- tiba...
Brukkkkk!!!!!!!!!!
“Adoooh.. mas ati2 dong, jalan lihat- lihat, ga punya mata ya”
Ya Allah, karena saking buru- burunya, aku menabrak dua orang laki- laki yang sedang naik sepeda motor. Salah satu dari mereka terhimpit kakinya. sepeda motor itu tepat berada diatas badannya. Kakiku terkilir. Dan aku sangat ingin marah dengannya.
Aku masih saja mengoceh dan berteriak, sambil memegangi kakiku yang terkilir. Asli sakit banget kali ini. Namun saat melihat orang itu....
“mas gimana sih? Kalau ja...
...Ya Allah!!....,
tiba- tiba lidahku kelu...
aku melihat seseorang yang... ya Allah...seorang kakek tepat berada didepanku dan bliau rasanya agak kesakitan setelah jatuh dr motor. ya allah...tapi teduh sekali melihatnya. bliau memakai gamis warna putih. umurnya kurang lebih sekitar 70 tahunan.
“Kamu gapapa dek?” kata- kata anaknya menyadarkan aku, kalau aku sedang melihat ke arah kakek tua itu didepanku.
“ eh iya, anu mas.. ga apa- apa. Cuman terkilir. Maap saya yang salah. “
Aku buru- buru meninggalkan mereka dengan kakiku yang pincang sebelah.
“Assalamuallaikum warahmatullah... Assalamuallaikum warahmatullah”
Aku menyelesaikan sholat dengan salam. Ah, kakiku masih lumayan sakit tapi...
Aku tidak ingin buru- buru keluar masjid. Aku masih menikmati dudukku dan berpikir tentang kakek tua itu. Kenapa wajahnya teduh sekali. Ya Allah, belum pernah aku melihat orang se tenang itu.
selesai sholat teman- teman mentertawaiku di depan masjid
" kalau jadi preman ya preman saja to nduk, mosok preman pakai laporan sama tuhan dulu, hahah... preman beriman ya, hahahaha..."
ntah kenapa kali itu, sama sekali kata- kata mereka tidak aku dengarkan. Kejadian beberapa menit yang lalu itu menginspirasiku untuk berpikir dan merenung lebih jauh. Wajah kakek itu begitu tenang, dan bliau tanpa banyak mengumbar kata apalagi makian ketika menghadapi mussibah sekalipun, benar benar membuatku tersentuh. Didepan masjid aku masih mencoba berjalan dengan kakiku yang pincang, saat bliau mendekatiku,
“anak muda, belajarlah sabar, dan kendalikan amarahmu, insyaallah kamu akan lebih selamat” katanya sambil tersenyum dan tanpa ada rasa menggurui.
Deg!! Jantungku serasa berhenti beberapa detik. Ya begitulah, secara tidak langsung aku mengakui walaupun aku diam, gejolak jiwa muda “menginspirasiku” dan teman- temanku untuk selalu tampil berani dan gagah, walaupun aku sendiri adalah perempuan, semua adalah demi pujian atau mendapatkan loyalitas ataupun pengakuan dari teman- teman dan orang –orang disekelilingku.
kami juga dengan rela dan berani menabrak aturan atau norma dan menjadi pribadi semau gue, malah dengan itu aku mendapat julukan si pemberontak, you know what, aku benar- benar bangga!!.
Namun Kejadian hari itu benar- benar menohokku dengan anggun. Peristiwa itu menyadarkan aku, bahwa sok berani, jagoan, dan kroni-kroninya adalah sesuatu yang semu dan melenakan. tapi sebaliknya, kedewasaan dan ketenangan serta kematangan diri dalam bersikap adalah lebih utama dari semua itu. Seperti saat kakek tua itu menghandle aku dengan sikapnya.
Oke, memang ada saatnya kita harus berani, tapi bukan berarti harus menjadi sok jagoan, apalagi aku wanita. Kelembutan justru menjadi senjata pamungkas yg ampuh untuk mengatasi banyak hal. Mungkin aku dulu menilai itu adalah sebuah kelemahan, tapi sekarang pendapat itu benar benar berubah, oh come on, siapa yang tidak menyukai diperlakukan dengan lembut walaupun orang tersebut sudah menyakiti kita.dan apalagi kelembutan itu adalah Anugrah Allah untuk para hambanya yg bernama wanita
Yeah, semenjak itu aku mencoba mengubah pola pikirku. Menjadi remaja adalah bukan tentang brutal, tak terkendali alias liar, ajang pengekpresian diri dalam hal negatif, those are absolutely wrong. Menjadi remaja adalah tentang proses mengenal diri sendiri dan mencari jati diri lewat sesuatu yang dapat menjadikan pribadi pribadi kita lebih dewasa dan bijak seiring dengan bertambahnya usia. dan yang pasti apapun yang kita lakukan haruslah lebih membawa kita untuk tambah dekat dengan Allah dan menjadikan islam dan kewajiban didalamnya, seperti sholat, puasa, dll, bukan hanya sebagai simbol ataupun kewajiban yg setelah dilaksanakan berarti selesai urusan, no way!!.
Menjadi pemuda dan pemudi yang Islami adalah sebuah kebanggaan. Bukankah pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, telah dijanjikan naungan atau lindungan di akhirat, jika Ibadah yang dilakukan tersebut dilakukan semata-mata karena Allah swt, seakan-akan Allah melihat segala perbuatan dan amal ibadahnya itu. so, what are you waiting for?
special thanks to koko, semoga selalu istiqamah!! (White rose)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!