Senin, 3 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Agutus 2009 01:17 wib
6.126 views
BARRA' BIN MALIK
<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
BARRA’ BIN MALIK
“Allah dan Surga…!”
Dia adalah salah seorang di antara dua bersaudara yang hidup mengabdikan diri kepada Allah dan telah mengikat janji dengan Rasulullah Saw, dan keduanya tumbuh dan berkembang bersama masa. Yang pertama bernama Anas bin Malik, pelayan Rasulullah SAW.. ibunya, bernama Ummu sulaim membawanya kepada Rasulullah SAW, pada saat umurnya pada waktu itu baru sepuluh tahun, seraya berkata, “ya Rasulullah, ini Anas, pelayan Anda yang akan melayani Anda, doakanlah ia kepada Allah” Rasulullah SAW mencium anak itu di antara kedua matanya lalu mendoakannya, sehingga doa itu tetap membimbing usianya yang panjang kearah kebaikan dan keberkahan. Rasulullah SAW telah mendoakannya dengan kata-kata berikut, “ya Allah banyakkanlah harta dan anaknya, berkatilah ia dan masukkanlah ia ke surga” Ia hidup sampai usia 99 tahun dan diberi-Nya anak dan cucu yang banyak. Allah pun memberinya rezeki berupa kebun yang luas dan subur, yang dapat menghasilkan panen buah-buahan dua kali dalam setahun!
Yang kedua dari dua bersaudara itu ialah Barra’ bin Malik, ia termasuk golongan terkemuka dan terhormat. Ia menjalani kehidupannya dengan bersemboyan, “Allah dan Surga” Dan barang siapa melihatnya sedang berperang mempertahankan Agama Allah, niscaya akan melihat hal ajaib di balik ajaib. Ketika ia berhadapan pedang dengan orang-orang musyrik, Barra’ bukanlah orang yang hanya mencari kemenangan, sekalipun kemenangan termasuk tujuan, tetapi tujuan akhirnya ialah mencari syahid, Seluruh cita-citanya mati syahid, menemui ajalnya di salah satu gelanggang pertempuran dalam mempertahankan hak dan melenyapkan kebatilan. Dia tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan , baik bersama Rasulullah SAW maupun tidak, Pada suatu hari teman-temannya datng mengunjunginya, ia sedang sakit, dibacanya air muka mereka lau katanya, “ Mungkin kalian takut aku mati di atas tempat tidurku. Tidak, demi Allah, Tuhan tidak akan menghalangiku mati syahid!” Allah benar-benar telah meluluskan harapannya, ia tidak mati diatas tempat tidurnya, tetapi ia gugur menemui syahid dalam salah satu pertempuran yang terdahsyat.
Kepahlawanan Barra’ di medan perang Yamamah, wajar dan cocok dengan watak serta tabi’atnya. Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai membuat ‘Umar mewasiatkan agar ia jangan menjadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan, dan ketetapan hatinya menghadang maut… semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan. Barra’ berdiri di medan perang Yamamah. Ketika bala tentara Islam yang berada di bawah komando Khalid bersiap-siap untuk menyerbu, ia berdiri dan merasakan detik-detik itu, yakni saat sebelum panglimanya memerintahkan maju, amat lama sekali, bertahun-tahun layaknya, kedua matanya yang tajam bergerak-gerak dengan cepatnay menelusuri sebuah medan tempur, seolah-olah sedang mencari-cari tempat bersemayam yang sebaik-baiknya untuk seorang pahlawan. Memang tak ada yang menyibukkannya di antara segala urusan dunia, kecuali tujuan yang satu ini. Dimulai dengan berjatuhannya korban di pihak kaum musyrikin, penyeru kezaliman dan kebatilan, akibat ketajaman dan tebasan pedang Barra’ yang ampuh, kemudian di akhir pertempuran, suatu pukulan pedang mengenai tubuhnya dari tangan seorang musyrik, sehingga menyebabkan tubuh kasarnya jatuh ke tanah, sementara tubuh halusnya menempuh jalannya membubung ke tingkat yang tertinggi, ke mahligai para syuhada tempat kembalinya orang-orang yang memperoleh berkah. Itulah khayalannya ketika ia menunggu komando. Khalid mengumandangkan takbir -Allaahu akbar- maka majulah seluruh barisan yang bersatu-padu menuju sasarannya,dan maju pula pengasyik maut, Barra’ bin Malik. Ia terus mengejar anak buah dan pengikut si pembohong Musailamah dengan pedangnya, hingga mereka berjatuhan laksana daun kering di musim gugur. Tentara Musailamah bukanlah tentara yang lemah dan sedikit jumlahnya, bahkan ia adalah tentara murtad yang paling berbahaya. Baik bilangan, perlawanan, maupun perjuangan mati-matian prajuritnya, merupakan bahaya di atas semua bahaya! Mereka menjawab serangan kaum Muslimin dengan perlawanan yang mencapai puncak kekerasannya sehingga hamper-hampir mereka mengambil alih kendali pertempuran dan mengubah perlawanan mereka menjadi serangan balasan. Waktu itulah kegelisahan terasa merembes ke dalam barisan kaum mualimin. Melihat situasi ini, para komandan dan pimpinan pasukan sambil terus bertempur berdiri di ats pelana, berseru dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat dan meneguhkan hati.
"Barra’ bin Malik mempunyai suara Indah dan keras. Ia dipanggil oleh panglima Khalid, dan diminta untuk membuka suara, maka Barra’ pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat kepahlawanan, beralasan, dan kuat. “ Wahai penduduk madinah, tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanyalah Allah dan surga” ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya dan menjelaskan watak akhlaknya. Benarlah.. yang tinggi hanyalah Allah dan surga!"
"Barra’ bin Malik mempunyai suara Indah dan keras. Ia dipanggil oleh panglima Khalid, dan diminta untuk membuka suara, maka Barra’ pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat kepahlawanan, beralasan, dan kuat. “ Wahai penduduk madinah, tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanyalah Allah dan surga” ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya dan menjelaskan watak akhlaknya. Benarlah.. yang tinggi hanyalah Allah dan surga!" Karena didalam suasana dan tempat seperti ini, tidaklah wajar ada pikiran-pikiran kepada yang lain walaupun kepada kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga istri, dan anak-anak mereka. Sekarang, tidak patut mereka berfikir kesana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan maka kota Madinah tak ada artinya lagi. Kata-kata Barra’ tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Setiap tamsil apapun tidaklah tepat karena tidak sepadan dengan hasil yang ditimbulkannya. Maka baiklah kita katakana saja, kata-kata Barra’ ini telah meresap dan itu sudah cukup. Dan dalam waktu yang tidak lama, suasana pertempuranpun kembali kepada keadaannya semula. Kaum muslimin mendapat kemajuan sebagai pendahuluan bagi suatu kemenangan yang gemilang. Dan orang-orang musyrikin tersungkur ke jurang kekalahan yang amat pahit. Pada saat itu, Barra’ bersama kawan-kawannya berjaln dengan bendera Muhammad SAW. Hendak mencapai tujuan yang utama. Orang-orang Musyrik mundur dan melarikan diri ke belakang. Mereka berkumpul dan berlindung di suatu perkebunan besar yang mereka ambil sebagai benteng pertahanan.
Pertempuran menjadi reda dan semangat Muslimin agak surut. Jika begini naga-naganya, dengan siasat yang dipakai anak buah serta tentara MUsailamah bertahan di perkebunan itu mungkin suasana peperangan akan berbalik dan berubah arah lagi. Maka disaat yang genting itu, Barra’ naik ke tempat yang tinggi lalu berseru, “Wahai kaum Muslimin, bawalah aku dan lemparkanlah ke tengah-tengah mereka, ke dalam kebun itu..!” bukanlah sudah kukatakan kepada anda sekalian, bahwa ia tidak mencari menang tetapi mencari syahid? Ia benar-benar telah membayangkan bahwa langkah ini adalah penutup yang terbaik bagi kehidupannya dan bentuk yang terindah untuk kematiannya. Sewaktu ia dilemparkan ke dalam kebun itu nanti, maka ia segera membukakan pintu bagi kaum Muslimin dan bersamaan dengan itu pedang-pedang orang musyrikin akan melukai dan mengoyak-ngoyak tubuhnya, tetapi di waktu itu pula pintu-pintu surga akan terbuka lebar memperlihatkan kemewahan dan kenikmatannya untuk menyambut mempelai baru dan mulia. Barra’ rupanya tidak menunggu ia di gotong dan di lemparkan, malah ia sendiri yang memanjat dinding dan melemparkan dirinya ke dalam kebun dan langsung membuka pintu yang terus di serbu oleh tentara Islam. Akan tetapi mimpi Barra’ belum lagi terlaksana, tak ada rupanya pedang-pedang musyrikin yang sampai mencabut nyawanya, hingga tidak pula ia menemukan kematian yang selama ini didambakan. Benarlah apa uang dikatakan abu Bakar RA; “songsong dan carilah kematian, pasti akan mendapatkan kehidupan!” memang tubuh pahlawan itu mendapat lebih dari delapan puluh tusukan dari pedang-pedang musyrikin yang menyebabkannya menderita luka lebih dari delapan puluh lubang, sehingga sebulan sesudah perang berlalu masih juga di deritanya, dan Khalid sendiri ikut merawatnya di waktu itu. Tetapi semua yang menimpa dirinya ini belum lagi dapat menghantarkannya kepada apa yang dicita-citakannya. Namun yang demikian itu tidak menyebabkan Barra’ berputus asa. Kafir dan musyrikin masih menyerang melintang menghalangi Agama Allah berkembang, seruan jihad tetap berkumandang, jalan ke syurga masih terbentang.
Dahulu, Rasulullah SAW meramalkan bahwa permintaan dan doanya akan dikabulkan Allah. Tinggal baginya tetap berdoa, memohon dikaruniai mati syahid, dan ia tak perlu buru-buru, karena setiap ajal sudah ada ketentuannya. Sekarang barra’ telah sembuh dari luka-luka perang Yamamah, dan kini ia maju lagi bersama pasukan tentara Islam yang hendak pergi menghalau semua kekuatan kezaliman ke jurang kehancurannya, yakni nun disana tatkala masih berdiri dua kerajaan raksasa dan aniaya, yaitu Romawi dan Persi, yang dengan tentaranya yang ganas menduduki negeri-negeri Allah, memperbudak Hamba-hamba-Nya, dan mengintip kelemahan umat Islam, Barra’ memukulkan pedangnya dan di setiap tempat bekas pukulan itu berdiri dinding yang kokoh dalam membina alam baru yang akan tumbuh di bawah bendera Islam dengan cepat tak ubahnya bagaikan timbulnya matahari menjelang siang. Dalam salah satu peperangan di Irak, orang-orang persi mempergunakan setiap cara yang rendah dan biadab yang dapat mereka lakukan sebagai perlindungan. Mereka mengggunakan penggaet-penggaet yang diikatkan ke ujung rantai yang dipanaskan dengan api, mereka lempar dari dalam benteng mereka, hingga dapat menyambar kaum Muslimin dan menggaetnya secara tiba-tiba sedang korban tidak dapat melepaskan dirinya. Adapun Barra’ dan abangnya, anas bin Malik mendapat tugas bersama sekelompok Muslimin untuk merebut salah satu benteng-benteng itu. Tetapi tiba-tiba salah satu penggaet ini jatuh dan menyangkut di tubuh Anas, sedang ia tak sanggup memegang rantai untuk melepaskan dirinya, karena masih panas dan bernyala. Barra’ menyaksikan peristiwa yang sera mini, dengan cepat ia menuju saudaranya yang sedang ditarik ke atas oleh penggaet dengan talinya yang panas menuju lantai dinding benteng, dengan keberanian yang luar biasa, dipegangnya rantai itu dengan kedua tangannya, lalu direnggut dan disentakkannya sekuat-kuatnya, hingga akhirnya ia dapat melepaskan diri dari lantai itu, dan selamatlah anas dari bahaya. Bersama orang-orang sekelilingnya, dilihatnya kedua telapak itu tidak ada lagi ditempatnya! Dagingnya rupa-rupanya telah meleleh karena terbakar dan yang tinggal hanyalah kerangkanya yang memerah coklat dan terbakar hangus. Sang pahlawan kembali menghabiskan waktu yang cukup lama untuk memulihkan luka bakarnya sampai sembuh betul.
Apakah belum juga datang masanya bagi si pecinta maut itu untuk mencapai maksudnya? Sudah, sekarang sudah datang masanya! Inilah dia pertempuran tustur akan datang, dan disinilah bara tentara Islam akan berhadapan dengan bala tentara persi, dan disini pulalah Barra’ dapat merayakan pestanya yang besar. Penduduk Ahwaz dan Persi telah berhimpun dalam suatu pasukan tentara yang amat besar hendak menyerang kaum Muslimin. Amirul Mukminin Umar bin Khaththab menulis surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di kufah agar mengirimkan pasukan tentara ke Ahwaz. ‘Umar pun menulis surat pula kepada abu Musa al-Asy’ari di Bashrah agar mengirimkan juga pasukan ke Ahwaz, sambil berpesan dalam surat itu, “Angkatlah sebagai komandan pasukan Suhail bin ‘adi dan hendaklah ia didampingi Barra’ bin Malik!” dan bertemulah pasukan yang datang dari Kufah dengan pasukan yang datang dari Bashrah untuk menghadapi tentara Persi di suatu pertempuran yang seru dan seram. Di kalangan tentara Islam terdapat dua orang bersaudara yang utama, yaitu Anas bin Malik dan Barra’ bin Malik. Pertempuran dimulai dengan perang tanding satu lawan satu. Barra’ sendiri menjatuhkan sampai seratus penantang dari persi. Kemudian berkecamuklah perang yang baur di antara kedua pasukan dan dari kedua belah pihak pun berjatuhan koraban yang tak sedikit.
Sebagian sahabat mendekati Barra’, sementara perang sedang berlangsung, mereka menghimbaunya sambil berkata, “masih ingatkah kamu, hai Barra’ akan sabda Rasulullah SAW tentang dirimu, berapa banyka orang yang berambut kusut masai dan berdebu dan hanya punya pakaian lapuk hingga tidak diperhatikan orang sama sekali, padahal seandainya ia memohon kutukan kepada Allah bagi mereka, pastilah akan diluluskannya. Dan diantara orang-orang itu ialah Barra’ bin Malik. Wahai Barra’ bersumpahlah kamu kepada Rabb, agar Dia mengalahkan musuh dan menolong kita. Maka Barra’ pun mengangkat kedua tangannya kea rah langit dengan berendah diri lalu berdoa, “Ya Allah, kalahkan mereka, dan tolonglah kami atas mereka, dan pertemukanlah aku hari ini dengan nabi-Mu”
Dilayangkannya pandangannya yang lama kepada saudaranya, Anas, yang berpegang berdampingan dengannya, seakan-akan hendak mengucapkan selamat tinggal. Dan menyerbulah kaum Muslimin dengan keberanian yang tak takut mati, suatu keberanian yang tak pernah dikenal oleh dunia kecuali dari mereka, dan mereka pun beroleh kemenangan, suatu kemenangan yang nyata. Di tengah-tengah para syuhada yang jadi korban pertempuran, terdapatlah Barra’ dengan wajahnya yang menampilkan senyuman, senyum manis seperti cahaya fajar. Tangan kanannya sedang menggenggam segumpal tanah berlumuran darah, yaitu darahnya yang suci dan pedangnya masih tergeletak disampingnya, kuat tak terpatahkan, rata tanpa goresan. Musafir itu telah sampai ke kampungnya bersama-sama temannya yang syahid. Ia telah mencapai perjalanan hidup yang agung lagi mulia, dan mereka menerima panggilan dari Ilahi, Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan. (Q.S. al-A’raf : 43)
(sumber: serial karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah / Khalid muh Khalid)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!