Jum'at, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 28 November 2014 12:46 wib
52.929 views
Menimbang Hukum Meminum Air Seni dan Darah Nabi?
Tersentak ketika mendengar dosen saya berkomentar tidak baik atau miring tentang Manhaj Salaf, Para Mujahidin, Syaikh Al Albani, serta Syaikhul islam.
Saya tidak ambil pusing, karena bukan beliau saja orang yang pertama menghina seperti itu. Namun saya mulai fokus ketika beliau menyampaikan tiga buah dalil untuk penghalalan amalan beliau dalam mencari berkah kepada makam-makam para Wali.
Dua dari tiga dalil itu menceritakan tentang seseorang yang meminum air seni Nabi, dan satunya bercerita tentang seorang sahabat yang meminum darah Nabi.
Jujur, saya baru kali ini mendengar dalil-dalil tersebut, sehingga setelah usai kuliah, saya mencoba mencari kebenaran dalil-dalil tersebut, dan inilah hasilnya :
A. Tentang Dalil Seseorang yang meminum air seni Nabi
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Aiman
عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَى فَخَّارَةٍ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ، فَبَالَ فِيهَا فَقُمْتُ مِنَ اللَّيْلِ، وَأَنَا عَطْشَانَةُ فَشَرِبْتُ مَا فِيهَا، وَأَنَا لا أَشْعُرُ، فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَا أُمَّ أَيْمَنَ، قَوْمِي فَأَهْرِيقِي مَا فِي تِلْكَ الْفَخَّارَةِ ". قُلْتُ: قَدْ وَاللَّهِ شَرِبْتُ مَا فِيهَا. قَالَتْ: فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، ثُمَّ قَالَ: " أَمَا إِنَّكِ لا تَتَّجِعِينَ بَطْنَكِ أَبَدًا
" Dari Ummu Aiman, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bangkit pada suatu malam menuju wadah tembikar yang ada di samping rumah, lalu beliau kencing padanya. Lalu aku pun bangun pada satu malam dalam keadaan haus dan aku minum apa yang ada di dalam wadah tersebut tanpa aku sadari (bahwa itu air kencing). Ketika tiba waktu Shubuh, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Ummu Aiman, berdiri dan tumpahkanlah isi wadah itu”. Aku berkata : “Demi Allah, aku telah meminum isinya”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga nampak gigi geraham beliau, lalu bersabda : “Sesungguhnya engkau tidak akan pernah sakit perut selamanya”.
Hadits di atas jangan langsung di telan mentah-mentah, sehingga dengan bangga menjadikan hadits di atas sebagai dalil pembolehan Tawassul yang dilarang. Kita harus melihat keadaan dan nilai dari hadits diatas. Hadits di atas memiliki dua jalur sanad, yang pertama adalah dari sanad Al Walid bin Abdirrahhman, dan yang kedua dari jalur Nubaih An Naziy.
A. Dari Jalur pertama ( Al Walid bin Abdirrahman ) Ad-Daaruquthniy menyebutkan ta’lil atas jalan periwayatan ini :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ أُمِّ أيمن، قَالَتْ: يَرْوِيهِ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، وَاسْمُهُ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ، وَاخْتُلِفَ عَنْهُ فَرَوَاهُ شِهَابٌ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنْزِيِّ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَخَالَفَهُ سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ، وَقُرَّةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، فَرَوَيَاهُ عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أُمِّ أيمن. وَأَبُو مَالِكٍ ضَعِيفٌ، وَالاضْطِرَابُ فِيهِ مِنْ جِهَتِهِ
Ad Daaruquthniy pernah ditanya tentang hadits Ummu Aiman, ia berkata : “Diriwayatkan oleh Abu Maalik An-Nakha’iy,namanya ‘Abdul-Malik bin Husain. Terdapat perselisihan riwayat darinya.
Diriwayatkan oleh Syihaab, dari Abu Maalik, dari Al-Aswad bin Qais, dari Nubaih Al‘Anaziy, dari Ummu Aiman. Salm bin Qutaibah dan Qurrah bin Sulaimaan menyelisihinya. Keduanya telah meriwayatkan dari Abu Maalik, dari Ya’laa bin ‘Athaa’, dari Al-Waliid bin ‘Abdirrahmaan, dari Ummu Aiman.
Abu Maalik dla’iif, dan idlthiraab dalam riwayat tersebut berasal dari sisinya” ( Al‘Ilal, 15/415 ) Sanad riwayat hadits ini lemah karena ada perawi yang bernama Abu Maalik An-Nakha’iy Al-Waasithiy atau nama lainnya ‘Ubaadah bin Al-Husain atau bin Abil-Husain; seorang yang matruuk.
Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403 )
B. Dari Jalur Kedua ( Nubaih An Naziy ) Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraani dalam Al-Kabiir 25/89-90 no. 230 :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التُّسْتَرِيُّ، ثنا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، حَدَّثَنِي أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya’ 2/67 : حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، ثنا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ بُهْلُولٍ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، ثنا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ حُسَيْنٍ أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ العَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ، قَالَتْ:
Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 4/58 :
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ كَامِلٍ الْقَاضِي، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَايِنِيُّ، ثَنَا شَبَابَةُ، ثَنَا أَبُو مَالِكٍ النَّخَعِيُّ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ نُبَيْحٍ الْعَنَزِيِّ، عَنْ أُمِّ أَيْمَنَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ:
Semua dari sanad yang ada, selalu terdapat perawi yang bernama Abu Malik, dan seperti yang sudah saya jelaskan, bahwa perawi tersebut Dha’if sebagaimana yang tertera di dalam kitab Taqriibut-Tahdziib, hal. 1199-1200 no. 8403.
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Umaimah
عَنْ أُمَيْمَةَ، قَالَتْ: كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عِيدَانٍ يَبُولُ فِيهِ، وَيَضَعُهُ تَحْتَ سَرِيرِهِ، فَقَامَ فَطَلَبَ، فَلَمْ يَجِدُهُ فَسَأَلَ، فَقَالَ: " أَيْنَ الْقَدَحُ؟ "، قَالُوا: شَرِبَتْهُ بَرَّةُ خَادِمُ أُمِّ سَلَمَةَ الَّتِي قَدِمَتْ مَعَهَا مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَقَدِ احْتَظَرَتْ مِنَ النَّارِ بِحِظَارٍ
"Dari Umaimah : Dulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempunyai wadah dari pelepah kurma yang beliau gunakan untuk kencing padanya, dan beliau letakkan di bawah tempat tidurnya. (Satu saat), beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta wadah tersebut, namun tidak beliau temui. Maka beliau bertanya : “Dimanakah wadah itu ?”. Mereka berkata : “Telah diminum oleh Barrah, pembantu Ummu Salamah yang datang bersamanya dari negeri Habasyah. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia telah terlindung dari api neraka”. Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 24/189 no. 477 & 24/205-206 no. 527, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 3263 no. 7517, Al-Hasan bin Syaadzaan dalam Juuz-nya no. 29, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaad wal-Matsaaniy no.3342, bnul-Muqri’ dalam Mu’jam-nya no. 138, Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 50/69 & 51/69; dari beberapa jalan : ‘Aliy bin Maimuun, Ahmad bin Ziyaad Al-Hadzdzaa’, Yahyaa bin Ma’iin, Ayyuub Al-Wazzaan, dan Hilaal bin Al-‘Alaa’, semuanya dari Ibnu Juraij, dari Hukaimah bintu Umaimah, dari ibunya (Umaimah).
Di Dalam sanad hadits diatas terdapat perawi bernama Hukaimah bintu Umaimah, dan ia Majhul, Termasuk thabaqah ke-3, dan dipakai oleh Abu Daawud dan At-Tirmidziy ( Taqriibut-Tahdziib hal. 1350 no. 8663 dan Tahriirut-Taqriib 4/408 no. 8565 )
______________________
Jadi, tidak ada alasan bagi orang yang ingin berdalil dengan dua hadits di atas untuk membenarkan Tawasul yang mereka amalkan, karena dua Hadits yang mereka maksud statusnya adalah Dha’if.
B. Tentang seorang sahabat yang meminum darah Nabi
Hadits tentang seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Az Zubair meminum darah Rasulullah adalah tidak benar sebagaimana pengakuan dari Syaikh Muqbil, silahkan cek http://www.youtube.com/watch?v=skEYpZRgecw
Jika memang benar ada dalil yang shahih lagi sharih tentang seseorang yang meminum darah Nabi, maka ini adalah kekhususan kepada Nabi saja, tidak untuk manusia.
Imam Qadhi Iyad menyatakan sebagai berikut : و أما نظافة جسمه، و طيب ريحه و عرقه، و نزاهته عن الأقذار و عورات الجسد ـ فكان قد خصه الله في ذلك بخصائص لم توجد في غيره “Adapun kebersihan tubuhnya, kewangian bau badannya dan keringatnya dan kebersihannya dari kotoran-kotoran dan cacat-cacat tubuh, maka Allah telah mengkhususkan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal-hal tersebut dengan kekhususan-kekhususan yang tidak dijumpai pada selain beliau.” (Qadhi Iyad, Asy-Syifa bi-Ta’rif Huquq Al-Mushthafa, hal. 39).
Jadi sudah jelas, bahwa jika memang benar dalil tentang meminum darah Nabi itu shahih, maka itu hanya di khususkan untuk beliau saja. Wallahu’alam
Penulis : Muhammad Rizki
Mahasiswa S1 Tafsir Hadits A
UIN SUSKA RIAU
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!