REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY--Mesir dan Pakistan telah melontarkan kutukan terhadap serangkaian pernyataan Paus Benedictus XVI yang menyinggung agar negara-negara Muslim melindungi warga minoritas Kristen. Akankah kegeraman dunia Islam terhadap Paus meluas?
Pernyataan terbaru Paus untuk menghentikan serangan dan bias terhadap minoritas Kristen--yang merupakan lanjutan dari serangkaian pernyataan senada sebelumnya--disampaikan Senin lalu di hadapan para dubes dari 178 negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Vatikan. Dalam pidatonya Paus mengutuk penyerangan terhadap warga Kristen, dengan menyebut contoh spesifik di Irak, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Cina.
Pidato Paus di hadapan para dubes ini mempertegas pidato tahun barunya yang juga meminta perlindungan yang lebih besar bagi umat Kristen di seluruh dunia. Meski naskahnya telah dipersiapkan seminggu sebelumnya, pidato tahun baru Paus itu tiba-tiba mendapatkan momentum karena dibacakan hanya beberapa jam setelah insiden pengeboman malam tahun baru terhadap sebuah gereja Kristen Koptik di Alexandria, Mesir, yang menewaskan 23 orang.
Setelah itu, berbicara dalam sebuah acara di St Peter's Square, Vatikan, Paus menegaskan serangkaian pernyataannya itu merujuk pada serangan di Alexandria. Ia menyebut insiden itu sebagai 'isyarat pembunuhan', seperti halnya insiden yang terjadi di Irak dimana seseorang meletakkan bom di dekat rumah warga Kristen agar mereka hengkang.
Pernyataan Paus ini mengundang kutukan dari Mesir. Ulama top Mesir, Ahmed al-Tayyeb, mengatakan Vatikan campur tangan dalam urusan internal Mesir. Paus, katanya, selama ini tak peduli jika yang menjadi korban pembunuhan adalah Muslim di berbagai tempat di dunia, seperti di Irak.
Juru Bicara Vatikan, Federico Lombardi, menolak kritikan al-Tayyeb. Ia mengatakan Paus kerap mengutuk kekerasan terhadap semua orang, bukan saja terhadap umat Kristen.
Paus Lebih Peduli Nasib Kristen Minoritas
Bagaimanapun, dalam pidatonya di hadapan para diplomat di Vatikan Senin lalu, Paus mengindikasikan dirinya lebih peduli pada nasib umat Kristen minoritas, dengan menegaskan bahwa tindak diskriminasi terhadap mereka dianggap kurang penting oleh kalangan pemerintahan dan publik.
Para pengamat Vatikan juga menilai pidato Paus kali ini kontras dengan pidato-pidato sebelumnya. Pengamat Vatikan asal AS, John Allen, dalam tulisannya di media AS National Catholic Reporter, mengatakan Paus biasanya menyampaikan pesan-pesan moral yang lebih luas saat menyampaikan pidato luar negeri, bukan menyampaikan rekomendasi hukum spesifik terhadap suatu negara.
Tapi, kata Allen, saat berpidato Senin lalu, Paus terus terang meminta Pakistan agar mencabut undang-undang antipenghinaan terhadap Islam. Warga Kristen lokal, menurut Paus, menilai UU ini merupakan alat intimidasi terhadap mereka.
"Ini jelas mengonfirmasi bahwa kebebasan beragama, terutama perlindungan terhadap umat Kristen, telah menjadi prioritas diplomatik Vatikan," kata Allen.
Pernyataan Paus ini mengundang reaksi keras dari Pakistan. Tokoh Islam berpengaruh Pakistan, Hafiz Hussain Ahmed, mengatakan agar Paus tak ikut campur dalam urusan internal Pakistan. Sementara masyarakat menggelar unjuk rasa usai pidato Paus. Mereka menyatakan dukungan terhadap UU Antipenghinaan Islam.
Mereka juga menyampaikan dukungan pada tersangka pembunuh Gubernur Punjab Salman Taseer. Taseer, seorang penentang UU Antipenghinaan Islam, pekan lalu dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Taseer sebelumnya meminta peninjauan kembali atas vonis terhadap seorang wanita Kristen, Asia Bibi, yang dijatuhi hukuman mati berdasarkan UU tersebut pada tahun lalu.
Belajar dari krisis dengan dunia Islam pada 2006 yang dipicu oleh pidato Paus, Vatikan tampaknya berupaya meredam ketegangan dengan Mesir. "Upaya pemerintah Mesir untuk mencegah eskalasi antara Muslim dan Kristen patut dihargai,'' kata pejabat tinggi urusan luar negeri Vatikan, Uskup Besar Dominique Mamberti, kepada Dubes Lamia Mekheimar sebelum sang dubes kembali Kairo.
Paus memicu kemarahan Muslim pada September 2006 usai berpidato di Regensburg, Jerman. Dalam pidatonya itu ia mengasosiasikan Islam dengan kekerasan. Paus kemudian menyatakan pernyataannya telah disalah mengerti dan meminta maaf atas reaksi yang muncul.