REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Namanya G Willow Wilson. Tak seperti mualaf lainnya yang berpindah nama, ia tetap menggunakan nama aslinya. Ya, ia memang lebih dulu dikenal sebagai komikus dan penulis esai serta novel grafis yang produktif dan brilian.
Dia juga tak lelah berpromosi tentang Islam. Lawan diskusinya biasa siapa saja, dari penggemar buku-bukunya, teman-teman dari agama lamanya, hingga para rabi Yahudi. Ia paling antusias untuk berbicara dalam acara bertema agama, politik, dan persepsi Barat tentang Islam, dan diceritakan melalui sudut pandang seorang penulis komik.
Di New York pekan lalu, Wilson berbicara soal serangan 11 September 2001 yang menempatkan -- dasar atau tidak -- kaum Muslim sebagai tersangkanya. Penulis buku memoar berjudul Butterfly Mosque ini berbicara di hadapan publik New York, ia menekankan pentingnya dialog untuk meluruskan fakta Tragedi 11 september. "Amerika perlu bicara," ujarnya.
Menurutnya, Munculnya kartun Nabi SAW dalam program televisi South Park, atau proposal Molly Norris -- komikus -- yang mencanangkan "Hari Semua Orang Menggambar Muhammad" menunjukkan tak adanya budaya dialog di Amerika. "Amerika sedang belajar melihat semua dari sisi hitam putih," tambahnya.
Menurutnya, kondisi politik dan ekonomi telah mengkambinghitamkan minoritas dan membuat mereka terpisah dengan kebanyakan orang dalam kelompok-kelompok," kata Wilson. "Pada saat stres, kita mendapatkan cerita ketidaktertarikan manusia dimana cerita tentang Muslim sebagian besar terkait dengan pemerkosaan, rajam, atau memotong bagian tubuh. Tapi itu tidak pernah dilakukan setiap hari bahkan di negara-negara hiper-konservatif seperti Iran sekalipun. "
Ia juga menyoroti artikel opini Washington Post tentang karikatur nabi. Ia menyebut bahwa meskipun seniman komik karikatur Nabi mengklaim bahwa mereka tidak menyakiti Muslim, "Kenyataannya adalah bahwa Muslim seperti halnya saya, sangat terluka. terutama karena tidak ada respek terhadap penganut agama yang berbeda."
Sejak bekerja sebagai seniman komik, Wilson telah berupaya untuk bekerja melawan kecenderungan ini sebagai seorang mualaf, menghabiskan sebagian besar waktunya membela Islam. ia juga tak setuju seni terpisah dari agama. "Seni dan agama, bagi saya mereka mengasihi satu sama lain."
Ia pun pantang menggunakan keahliannya, membuat komik, karikatur, dan novel grafis, untuk menyerang agama lain. "Hidup bersama adalah tentang saling menenggang satu sama lain, apapun latar belakang mereka," katanya.
Mahasiswa dan dosen sama-sama mengatakan bahwa mereka terkesan oleh sifat interdisipliner diskusi yang kerap digelarnya. terutama, karena membentang topik beragam seperti Islam di Amerika, tantangan audiens yang multikultural ,dan representasi dari sejumlah pemberitaan. Beberapa mahasiswa menghargai pendekatan humanistik Wilson, satu dari penulis Barat yang pertama mewawancarai Sheikh Ali Gomaa, Mufti Mesir saat ini.