NEW YORK--Ken Conboy, seorang analis keamanan dan intelijen yang banyak menulis tentang Indonesia, mengatakan sebelum dua hotel dibom di Jakarta bulan Juli lalu, cukup lama periode yang relatif tenang di Indonesia yang memungkinkan kelompok teroris menyusun kembali organisasi mereka.
"Selama empat tahun apapun tidak terjadi dan menurut saya ada semacam rasa puas di kalangan sebagain aparat keamanan," ujar Conboy. "Ada anggapan umum kelompok ekstremis paling berbahaya itu kemungkinan saat ini sudah tidak aktif lagi. Dan tiba-tiba ada kejutan besar bulan Juli tahun 2009, pasukan keamanan menyadari bahwa kelompok itu bukan hanya masih berkeliaran dan aktif, tapi mereka telah menyiapkan sebuah operasi yang relatif canggih di depan mata semua orang di kota itu."
Hotel Ritz-Carlton di Jakarta, salah satu lokasi ledakan bom teroris pada bulan Juli 2009.Hotel Ritz-Carlton di Jakarta, salah satu lokasi ledakan bom teroris pada bulan Juli 2009.
Pasukan keamanan Indonesia mengejar para pelaku pemboman hotel-hotel itu, termasuk otaknya Noordin Top yang tewas dalam serangan polisi bulan September.
Sebagai bagian dari upaya mereka untuk mencegah serangan baru, bulan Februari polisi menemukan sebuah koalisi teroris baru yang mengoperasikan sebuah kamp pelatihan di Aceh. Dari penyergapan kemudian, 48 tersangka ditangkap dan terbunuh. Di antara yang tewas adalah Dulmatin, salah seorang tersangka teroris yang dicari di Indonesia atas perannya dalam bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.
Sidney Jones adalah pakar terorisme di International Crisis Group. Dalam laporan terbarunya, merincikan sejumlah informasi intelijen tentang organisasi teroris baru itu, yang menyebut dirinya Al-Kaidah Indonesia di Aceh. Jones menjelaskan, kelompok ini dalam beberapa hal tidak seradikal kelompok Noordin Top dengan artian kemungkinan mereka adalah untuk menegakkan hukum Islam, bukan untuk meledakkan sesuatu saja. Tapi, bahwa dalam proses penegakkan hukum Islam, diperbolehkan untuk menyerang siapa saja yang menghalangi."
Ia mengatakan kelompok itu mendukung pembunuhan para pemimpin Indonesia yang terpilih yang menentang pemberlakuan Syariah. Para anggota kelompok juga lebih suka beroperasi dari markas yang mereka dirikan di Aceh, antara lain karena Aceh adalah daerah semi-otonom di Indonesia yang menerapkan hukum Syariah.