JAKARTA--Anggota Komisi VIII DPR RI Muhammad Arwani Thomafi menyatakan, regulasi menyangkut zakat hendaknya didasarkan pada upaya untuk memaksimalkan kepercayaan masyarakat sehingga optimalisasi pengelolaan zakat menjadi signifikan. "Zakat itu termasuk dana kepercayaan. Jadi, regulasi yang disiapkan pemerintah harus didasarkan pada upaya memaksimalkan basis kepercayaan itu," kata Arwani di Jakarta, Kamis.
Arwani mengemukakan hal itu ketika diminta pendapatnya mengenai revisi Undang Undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010. Oleh karena itu, kata politisi muda Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, revisi UU tersebut hendaknya tidak menggeser atau mengubah pola pengelolaan zakat yang sudah berjalan dengan baik di organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sebelumnya, Ketua Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah (Lazis) Nahdlatul Ulama Prof Dr Fathurrahman Rauf berharap revisi Undang Undang 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dilakukan secara menyeluruh. "Revisi yang menjadi agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010 harus total. Jika tidak, ya, tidak usah diadakan revisi. Saya mengusulkan UU ini diganti saja dengan UU Zakat, jadi kesannya tidak sebatas pengelolaan," katanya.
Fathurrahman juga mengeritisi draf revisi yang diusulkan pemerintah, terutama menyangkut keinginan pemerintah menjadikan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang dibentuk pemerintah sebagai pengelola tunggal, sementara lembaga amil zakat lainnya hanya diperbolehkan memungut dan menyetornya ke Baznas. "Kalaupun Baznas sanggup memikul tugas itu, lembaga-lembaga amil yang lain tidak akan setuju. Kita tidak mau jika hanya diberi hak untuk mengumpulkan, tetapi tidak menyalurkan. Padahal tugas amil mestinya mulai dari mengumpulkan hingga men-tasarufkan (menyerahkan-Red)," katanya.
Sementara itu Ketua PBNU Masdar Farid Masudi menyatakan, lembaga yang layak menjadi panitia atau amil zakat, infak, dan sedekah (ZIS) haruslah organisasi yang jelas basis keumatannya dan sejalan dengan asas dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Lembaga-lembaga amil yang tidak punya basis keumatan seperti yang selama ini beroperasi harus ditinjau ulang. Ke depan biarlah ZIS umat Islam dibayarkan dan ditasarufkan oleh ormas keagamaan masing-masing," katanya.