JAKARTA--Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menegaskan bahwa pluralisme yang diperjuangkan oleh Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia adalah pluralisme sosiologis bukan plurarisme teologis. ''Pluralisme teologis justru merugikan teologi semua agama. Tidak ada keimanan atau keyakinan "tahu campur" dalam agama,'' tegas kiai Hasyim dalam pernyataannya yang diterima Republika di Jakarta, Senin (4/12).
Ini ditegaskan kiai Hasyim untuk meluruskan konsep pluralisme. Konsep pluralisme ini mengemuka menyusul meninggalnya KH Abdurrahman Wahid yang disebut oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Bapak Pluralisme.
''Masalah teologi dan ritual (transenden) adalah hak original agama masing-masing yang tidak boleh dicampuri dari luar. Sehingga doa bersama lintas agama bukanlah tukar-menukar teologi atau keimanan, namun sekedar tempat dan waktu yang bersamaan,'' tegasnya.
''Sedangkan pluralisme sosiologis merupakan kebersamaan 'umat' beragama dalam komunitas keduniaan atau immanent sebagai pengejawantahan Bhinneka Tunggal Ika atau unity and diversity karena setiap agama di luar teologi dan ritualnya pasti ada ruang humanisme dan di situlah umat lintas agama bertemu.
'Keimanan 'tahu campur' pasti ditolak semua agama karena hal tersebut bagian dari sekularisasi dan liberalisasi agama. Yang kita perlukan adakah co eksistensi atau multi eksistensi, dimana eksistensi agama yang independen diakui dan setingkat dengan kooperasi atau toleransi,'' tegas kiai Hasyim.
Menurutnya, hal yang ia sampaikan mengenai pluralisme itu telah disampaikan dan disepakati melalui utusan ICIS saat berada di Vatikan, Wina, WCC/Kristen di Porto Alegre Brazilia dalam Assembly ke-9 tahun 2006, dan dengan Katolik Ortodox di Moskow dan para biksu di Thailand.
''Sedangkan khusus persaudaraan umat Islam atau ukhuwah islamiyah NU menggalang pengertian bahwa mazhab dan golongan merupakan bagian dari Islam, bukan Islam yang merupakan bagian dari mazhab atau golongan. ''Maka NU menggunakan garis moderasi bukan ekstrimisasi atau liberalisasi,'' papar kiai Hasyim. osa/taq