Rabu, 28 Rabiul Akhir 1446 H / 30 Desember 2020 10:16 wib
2.811 views
Babe Haikal Dipanggil Polisi karena Mimpi, Politisi PKS: Upaya Kriminalisasi Ulama
Penjara adalah tempat untuk pelaku kejahatan, bukan untuk yang berbeda pikiran,” tegasnya.
JAKARTA (voa-islam.com)--Politisi PKS, Bukhori Yusuf angkat bicara terkait pemanggilan Polda Metro Jaya hari ini untuk pemeriksaan terhadap Jubir PA 212, Haikal Hassan, setelah sebelumnya batal.
Sebelumnya, Haikal Hassan dipolisikan karena dituduh menyebarkan berita bohong dan penodaan agama terkait pengalaman pribadinya mimpi bertemu Rasulullah SAW saat menyampaikan sambutan di prosesi pemakaman 6 anggota FPI yang wafat ditembak.
“Apa yang salah dengan mimpi bertemu Rasulullah? Itu adalah anugerah bagi muslim yang memperolehnya dan Nabi Muhammad pun telah menubuatkan hal tersebut,” ungkapnya di Jakarta, Senin (28/12/2020).
Dalam salah satu hadis, Nabi bersabda, “Barangsiapa yang melihatku (di dalam mimpi) maka apa yang ia lihat adalah benar karena syaitan tidak dapat menyerupai diriku,” (H.R. Bukhari).
Anggota Komisi VIII DPR RI ini justru menilai pelaporan Haikal Hassan sangat bermuatan politis karena posisinya sebagai ulama yang sejauh ini sangat kritis terhadap pemerintah Jokowi.
Bukhori juga menganggap tindakan pelaporan tersebut sebagai upaya kriminalisasi tokoh agama.
“Laporan tersebut sangat janggal, bahkan terkesan mengada-ada. Rezim ini mencoba menggunakan segala daya dan upaya untuk membungkam suara-suara kritis. Peraturan seperti UU ITE dieksploitasi sebagai alat untuk menjebloskan pikiran yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim sehingga tidak ada lagi orang yang berani menegur dan memberi nasihat pada kekuasaan,” sambungnya.
“Penjara adalah tempat untuk pelaku kejahatan, bukan untuk yang berbeda pikiran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anggota yang pernah duduk di Komisi III ini meminta supaya Polda Metro Jaya bersikap profesional dan adil dalam mengusut kasus ini.
Bukhori mendorong supaya lembaga di bawah pimpinan Idham Azis ini bisa lebih selektif dan proporsional dalam menerima laporan dari masyarakat, khususnya menyangkut aduan yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa harus melalui mekanisme hukum.
“Bangsa kita tidak boleh menjadi bangsa yang cengeng dimana setiap perbedaan pikiran diselesaikan dengan aduan dan laporan ke polisi. Jika tren ini dibiarkan, kita akan kehilangan kehangatan bercakap sebagai warga negara. Sebab, dibalik silang argumen yang kita rawat selalu terbuka ruang jerat pidana yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang lemah mental dan pikiran. Lalu, apakah kehidupan seperti ini yang diinginkan oleh bangsa kita? Apakah masih layak bangsa ini disebut sebagai bangsa yang demokratis? Dimana pengamalan sila ke-4 Pancasila?” ungkapnya retoris.
Kasus ini, demikian Bukhori, jelas telah menghina akal sehat publik bahkan institusi negara (Polri). Banyak masyarakat yang memandang ini sebagai sebuah lelucon akhir tahun yang menggelikan. Ke depan, saya berharap bangsa kita bisa beranjak pada taraf percakapan intelektual yang lebih beradab.
“Segala bentuk perbedaan argumen harus dilawan dengan argumen, bukan dengan sentimen. Sebab, negara demokrasi memberikan fasilitas diskusi untuk mewujudkan toleransi, bukan laporan ke polisi,” pungkasnya.* [Ril/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!