Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
4.869 views

KPK dan Kegagalan Transisi Menuju Demokrasi

JAKARTA (voa-islam.com)- Salah satu ancaman bagi Indonesia adalah apabila kita gagal membangun transisi menuju pelembagaan demokrasi. Lebih dari 21 tahun sudah reformasi, tapi transisi terus diperpanjang. Inilah tema yang perlu diangkat agar kita paham gambar besar kegagalan manajemen transisi kita.

Ada banyak negara gagal, juga gagal menuju demokrasi, tertahan sebagai negara demokrasi tanpa kesejahteraan dan banyak lagi kasus transisi yang gagal. Indonesia tidak boleh menjadi contoh kegagalan mengelola transisi menuju demokrasi. Kita harus menjadi contoh sukses.

Sebagai generasi yang sempat melihat bagaimana perjuangan yang tidak mudah menjadi negara demokrasi, saya memberi perhatian yang serius tentang kemungkinan gagalnya. Salah satunya adalah apabila transformasi gagal kita lakukan secara sistemik. Lalu ada yang ingin jalan pintas.

Karena demokrasi mencampur 2 unsur  sekaligus: kebebasan (freedom) di satu sisi dan aturan hukum (rule of law) di sisi lain, maka jaminan bagi pelaksanaannya adalah adanya institusi publik yang kuat. Hal ini menyangkut akuntabilitas dan transparansi-nya.

Jika otoritarianisme mengandalkan kekuatan individu di atas kekuatan institusi, maka sebaliknya demokrasi menempatkan kekuatan pada institusi. Sehingga, datang dan perginya individu dengan berbagai keunikannya tidak menggangu sistem secara umum. Ini rahasia demokrasi.

Institusi penegak hukum adalah istitusi prioritas untuk disiapkan agar transisi kita tidak mengalami kegamangan transisional. Hal ini karena institusi penegak hukumlah yang menjadi wasit dalam penguatan institusi inti. Itulah sebabnya POLRI, Kejaksaan dan Mahkamah terpenting.

Bukan hanya itu, dalam transisi, sebuah bangsa mengalami “goncangan” politik, sosial dan ekonomi yang keras sekali. Tidak ada cara lain menghadapinya kecuali hadirnya institusi yang membantu resolusi konflik sosial, menebar keadilan, dan mendukung kemajuan ekonomi.

Maka, sikap “bebas” bahkan cenderung “liar” dari transisi demokrasi itu hanya mungkin dilalui dengan selamat dengan hadirnya institusi negara yang kuat, khususnya institusi inti demokrasi itu sendiri (legislatif, judikatif dan eksekutif). Inilah orkestra pelembagaan.

Saya ingin menegaskan bahwa inilah latar belakang dan maksud lahirnya KPK melalui UU 30/2002 dengan mandat untuk perkuat institusi demokrasi. CATAT SEKALI LAGI. Ini mandat yang benar, bacalah perdebatannya jangan asal ikut-ikutan. Banyak orang yang gagal berpikir besar.

Pada UU 30/2002: Menimbang: ..”a. Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan pancasila dan UUD NRI tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal....

....Oleh karena itu, pemberantasan TPK perlu ditigkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional”. (Catat pertimbangannya). 

“..b. Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas TPK”.

Kemudian simak Pasal-Pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 UU/30/2002. (Ini 17 tahun lalu) 

”....pemberantasan TPK adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas TPK melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan per-UU yang berlaku”. https://t.co/JwmHkYGLcx

Pasal 4: “....KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan TPK”.

Pasal 5: “....dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasas kepada: a. kepastian hukum, b. keterbukaan, c. akuntabilitas, d. kepentingan umum dan e. proporsionalitas”.

Perhatikan penegasan ini:

Dalam UU 30/2002, tidak saja dalam bagian “menimbang” tetapi juga ketentuan yang lebih terinci bahwa alasan kehadiran KPK dan yang dimaksud dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) adalah:

– KPK hadir karena belum optimal, profesional, efektif, efisien, dll, apa yang sudah ada (makna: mengoptimalkan, memprofesionalkan, efektifkan, dll).

– KPK dibentuk untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna lembaga yang sudah ada (pasal 4).

– Azas TPK tetap harus mengikuti azas umum dalam sistem peradilan pidana dan konstitusi negara.

– UU ini dibuat utamanya untuk pencegahan (psl 6-15).

Artinya:

UU 30/2002 adalah membangun lembaga yang inklusif bukan eksklusif. Tugas utamanya membesarkan yang inti bukan menjadi inti.

Secara filosofis, dalam bidang apa pun, “pencegahan lebih baik dari penindakan”, bahkan mencegah lebih baik dari mengobati karena jika penidakan/pengobatan dilakukan berarti kejahatan/sakit sudah terjadi. Sementara itu artinya, kerusakan sudah terjadi (damage has been done).

Karena itu, penguatan institusi hanya mungkin dilakukan dengan mencegah terjadinya damage (kerusakan) sebab sesuatu yang sudah rusak boleh jadi tidak bisa diperbaiki lagi. Itulah seharusnya cara kita melihat birokrasi yang sedang melalui masa transisi.

Birokrasi lama  masa kolonial, Orde Lama dan Orde Baru. Mindset birokrasi pada masa itu sangat berbeda dengan birokrasi demokratis. Inilah yang perlu transformasi besar-besaran. 

Dari tertutup, otoriter, oportunistik, banyak diskresi, manual dan karenanya rawan suap dan penyimpangan.

Sementara itu, birokrasi baru bersifat terbuka, egaliter, profesional, melayani, terawasi, berbasis IT sehingga mudah dibersihkan. Dalam birokrasi lama, korupsi terang-terangan tetapi dalam birokrasi baru korupsi diam-diam. Maka korupsi zaman demokrasi dengan sendirinya kecil dibanding zaman otoriter.

Banyak studi tentang hubungan antara birokrasi dan politik karena pada kedua-nya ada jarak yang dapat menyebabkan terjadinya korupsi. Di zaman otoriter, birokrasi berfungsi sebagai “client”(pengguna), dalam transisi sebagai “agent”(pelaksana) dan dalam demokrasi sebagai “partner” yang setara.

Semakin cepat kita melakukan transormasi menuju birokrasi yang dewasa dan bermitra dengan politik maka ruang terjadi-nya korupsi akan semakin kecil. Sebaliknya jika gagal, sifat oportunistik birokrasi dapat menjadi pendorong politisi melakukan korupsi dan sebaliknya.

Dengan melihat begitu banyak agenda reformasi kita yang merupakan amanat transisi dari sistem otoriter kepada sistem demokrasi, maka tepat sekali jika UU No. 30/2002 mengamanatkan tugas pencegahan sebagai inti dari undang-undang tersebut. Di sini KPK gagal paham.

Dapat dibayangkan bagaimana UU ini memberikan amanat kepada KPK, sekaligus kewenangan yang besar sehingga dalam hal pemberantasan korupsi, semua lembaga lain, termasuk Presiden sebagai kepala birokrasi negara berada dalam kordinasi KPK. Kenapa fungsi ini gak jalan?

Kesalahannya adalah karena UU KPK sejak awal dipahami untuk memerangi korupsi, bukan untuk menegakkan hukum (dalam negara hukum) terhadap korupsi. Pertanyaan berikutnya, lalu untuk apa semua hak pembelaan diri tersangka dan untuk apa ada pengadilan dalam perang?

Ini ada keterangan Prof Romli Atmasasmita, sebagai ketua tim pemerintah sebagai pembuat UU KPK, beliau akhirnya banyak turun mengoreksi UU yang dibuatnya sendiri...

: “...Jawabannya, hak membela diri adalah sesuai ketentuan KUHAP dan prinsip praduga tak bersalah.

Tetapi, hak tersebut tidak ada artinya dalam perang terhadap korupsi karena yang utama adalah “musuh telah dilumpuhkan” dengan berbagai cara antara lain membuka aib tersangka kepada masyarakat luas jauh sebelum tersangka yang bersangkutan ditetapkan bersalah oleh pengadilan tipikor.

Pertanyaan berikut, untuk apa pengadilan tipikor jika halnya demikian. Pengadilan tipikor dibentuk sebagai wadah menuntaskan pemberantasan korupsi agar fokus dan diadili oleh hakim-hakim khusus memahami UU Korupsi.

Dalam praktik beberapa hakim Majelis Pengadilan Tipikor justru bertindak sebagai “algojo” terhadap para terdakwa tipikor, bukan memeriksa dan mengadili berdasarkan ketentuan KUHAP dan keyakinan seyakin-yakinnya dalam perkara korupsi. (“Dialog Perang Lawan Korupsi”, Koran SINDO, 30/10/ 2013.

(Ini kelanjutan tulisan prof Romli dalam artikel yang sama). “....Dalam praktik peradilan tipikor, hampir 90 persen nota pembelaan tidak diperhatikan apalagi dipertimbangkan sungguh-sungguh oleh majelis hakim tipikor.

Hakim pengadilan tipikor tidak pernah bertanya pada jaksa KPK bagaimana semua barang bukti dan alat bukti diperoleh dalam penyidikan dan juga 99,99 persen penasihat hukum tidak pernah bertanya mengenai hal tersebut, apalagi mengajukan eksepsi yang memadai dalam pembelaan mereka.

Jika kondisi peradilan sedemikian, tentu para ahli hukum akan bertanya bahkan menyarankan tinjau ulang ketentuan hukum acara khusus untuk pemberantasan korupsi jika kedaulatan hukum akan ditegakkan atau biarkan keadaan perang terus berlanjut tanpa reserve. Quo vadis? (ibid)

Itulah pandangan jujur prof Romli. Maka, apa yg terjadi? Perang berlanjut dan KPK muncul sebagai RAMBO yang didukung rakyat menghadapi segala lini penyelenggara negara khususnya para penegak hukum. Konflik BERLANJUT dan KPK mengalami disorientasi. Dari pencegahan ke penindakan.

Simak ini: “...kita juga maunya kordinasi sama polisi, jaksa dan hakim, tapi kita keburu dikriminalisasi...” (kutipan dari wakil ketua KPK Bibit Samad Riyanto). Ini Pengakuan salah satu pimpinan KPK itu menegaskan adanya peralihan orientasi yang dilakukan secara sadar.

Artinya, KPK secara sadar menekankan pada penindakan setelah pencegahan gagal dilakukan secara kelembagaan. Tetapi, catatan pentingnya adalah “apakah pernah orientasi pencegahan ditekuni?

Boleh mengalihkan konsentrasi yang dimandatkan secara serius dalam UU karena gangguan lapangan?

Padahal Penindakan, apalagi dengan menggunakan UU 30/2002 pasti akan efektif. Dan karenanya akan mendatangkan tepuk tangan dan decak kagum, Kenapa? Karena UU mendukung KPK untuk mengambil jalan pintas, yang penting sasaran tertindak.

Ini yang terjadi selama ini.

Tetapi, jika kita baca dengan teliti UU ini, maka penindakan itu adalah pintu darurat yang dibuat jika dalam pencegahan ada hambatan-hambatan besar yang memang tidak bisa efektif jika ditembus pakai senjata biasa. Ini juga prinsip dalam hukum pidana sebagai ultimum remedium.

Maka dibolehkan menggunakan pintu penindakan ini secara hati-hati sebab efek sistemiknya bahaya. Senjata ini terlalu berat karena banyak mengabaikan hukum acara. Jika BAZOKA KPK dipakai terus maka sistem menjadi hancur dan kerusakan menggerogoti seluruh negara.

Saya beri contoh kasus SP3:

SP3 dalam hukum acara adalah implementasi dari asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Bahwa apa yang awalnya disangkakan oleh penyidik boleh jadi memang akhirnya tidak terbukti dan tidak meyakinkan penuntut. Maka keluarlah SP3.

Tetapi, kenapa SP3 tidak ada di UU 30/2002 karena penindakan itu pintu darurat yang artinya penggunaannya pun harus hati-hati. Karena itu, KPK hanya menindak kasus-kasus yang menghambat proses pencegahan, dan tidak boleh gagal (salah). Sekarang apa yang dilakukan KPK?  Operasi intelijen!

Sejak kasus Mulyana Kusuma muncul dalam isu “korupsi KPU” yang juga menyeret banyak orang baik, kita menjadi tahu bahwa KPK juga melakukan operasi intelijen dan bukan penegakan hukum. Waktu itu, KPK menyusupkan “agent” seorang pegawai BPK. Almarhum Mulyana dijebak dan ditangkap.

Khusus operasi intelijen kepada BPK ini perlu terus diingat. Sebab sampai terakhir, dalam kasus Auditor BPK Rohadi Saptogiri juga KPK terungkap melakukan operasi intelijen yang akhirnya Audit BPK tentang KPK yang menemukan banyak kejanggalan akhirnya tidak berani diumumkan.

Operasi intelijen KPK (yang terus berlanjut) adalah abuse of power yang kasat mata dan atas nama memberantas korupsi terus dilakukan; pengintaian, penjebakan, penyusupan, penyadapan, penggerebekan, dijadikan alat bukti yang dilidik, dituntut sampai jadi keputusan pengadilan.

Kalau kita mengerti prinsip negara hukum yang demokratis serta demokrasi yang kita perjuangkan susah payah, ini jelas salah dan menyimpang dari maksud UU itu dan juga maksud transisional demokrasi kita. Karena itu kesalahan harus dikoreksi segera.

Banyak pelanggaran dalam penyadapan yang dilakukan KPK sebab Penyadapan di manapun harus ijin pengadilan bahkan dalam UU intelijen (2011). Hasil sadapan juga bukan merupakan alat bukti (sebab harusnya justru bukti permulaan cukup dulu baru ijin pengadilan untuk menyadap).

Terkait menahan, dalam KUHAP menahan adalah melanggar HAM kecuali; bagi mereka yang diduga akan lari, menghilangkan alat bukti dan melakukan tindak pidana lagi. Tapi, menahan adalah suka-suka aja yang seharusnya dikoreksi dari kelakuan polisi dan jaksa malah diberi contoh ekstrem.

Saya pernah membuat riset tentang  jenis-jenis pelanggaran yang dibuat oleh KPK.  Ini bagannya (*) Mungkin sudah muncul jenis pelanggaran lain, termasuk yang secara ekstrem dilakukan oleh wadah pegawai KPK sekarang.

Demikian, masih banyak yang saya sudah tulis dan akan tulis. Termasuk bagaimana memberantas korupsi secara cepat. Nanti kita sambung lagi. Terima kasih.

*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Berita Politik Indonesia lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X