Sabtu, 17 Jumadil Awwal 1446 H / 25 November 2017 13:03 wib
4.994 views
Fahri Sebut KPK Miliki Dua Wajah, Ini Contoh Kasusnya
JAKARTA (voa-islam.com)- Wakil Ketua DPR RI yang kencang mengkritisi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fahri Hamzah menyebut bahwa lembaga anatirasuah tersebut memiliki banyak wajah dalam menindaklanjuti kasus atau perkara hukum. Fahri pun coba membandingkan kinerja KPK atas Setya Novanto dengan RJ Lino.
“Pagi-pagi menuju kantor, sambil menulis sebuah renungan tentang DUA WAJAH KPK DALAM PENANGANAN PERKARA. Dan Mumpung lagi ramai, mari lihat bagaimana perbedaan penanganan kasus RJ Lino (Dirut BUMN) dan kasus Setya Novanto (Setya DPR). Bareskrim Polri melakukan penyidikan atas pengadaan 10 unit mobile crane tahun 2014 oleh RJ Lino sebagai dirut PT Pelindo II. Lalu Bareskrim Polri yang dipimpin oleh Budi Waseso melakukan penggeledahan ke PT Pelindo II pada 28 Agustus 2015.
Saat digledah RJ Lino mengontak seorang menteri dan berkata: Mereka (polisi) cari file, ya, itu tugas. Mereka saya hormatilah. Tapi yang saya tidak bisa itu begini-ini. Harusnya dipanggil dulu, ditanya dulu dicek dulu ada apa, dan lain-lain.( masih ingat kan?) Terlihat RJ Lino menginginkan agar tidak ada kegaduhan, ini rasional karena pasar tidak suka gaduh, RJ Lino pimpinan sebuah korporasi. Dia bukan pegawai negeri meski dia kerja di perusahaan negara,” tulisnya di akun Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.
Berdasarkan audit internal yang dilakukan Pelindo II serta hasil penggeledahan yang dilakukan penyidik Bareskrim, Budi Waseso menurut Fahri menemukan bahwa sementara ditaksir kerugian negara mencapai Rp. 45 miliar. 24 Februari 2016 Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Agung Setya menyebutkan Total kerugian negara atas pengadaan 10 unit mobile crane sebesar Rp 37.970.277.778, Terlihat angka tersebut begitu presisi sampai satuan terkecil.
“Atas penggeledahan tersebut, Budi waseso dikontak oleh Seorang pembesar di negeri ini dari Seoul menanyakan perkara tersebut dan menyampaikan bahwa kebijakan korporasi tak boleh dipidana. Terkait permintaan Pejabat tersebut, Budi mengaku tidak bisa melakukannya. Dia beralasan jika keinginan itu dipenuhi maka pidana berbentuk kebijakan tidak bisa diusut. ‘Tidak bisa dong, jika pidananya tak diusut berarti tidak boleh lagi pelanggaran pidana diusut’.”
Sampai hari ini, penyelidikan mabes polri tak kunjung naik status menjadi penyidikan. Kita tahu Buwas Tiba2 dipindahkan ke BNN dan entah oleh siapa kasus itu Gak jalan. Lalu KPK jadi harapan. Di sisi yang lain, jika polisi melakukan penyelidikan atas pembelian 10 Unit Mobil crane oleh PT Pelindo II pada tahun 2014. Maka KPK melakukan penyelidikan pengadaan 3 unit quay container crane (QCC) tahun 2010 yang juga dilakukan oleh RJ Lino di PT Pelindo II. (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!