Selasa, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Agutus 2017 07:41 wib
4.644 views
Jokowi Ingin Unjuk Gigi Buat "Kebajikan tanpa Teror adalah Konyol" ala Robiespierre?
JAKARTA (voa-islam.com)- Tahun 1980, Amerika Serikat melakukan amandemen UU APP (Aksi Pornografi dan Pornoaksi). Rakyat berdebat. Para konservatif menghendaki tindakan lebih keras. Negara diusulkan boleh masuk ke rumah untuk menangkap orang yang lakukan kegiatan APP yang mengancam moral publik.
Para moderat, kaum pro choice menanyakan, sejauh mana negara boleh masuk ke rumah? Perdebatan berlangsung sengit antara kubu pro choice versus pro life. Kita boleh belajar dari pidato Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat, Earl Warren yang menghentikan perdebatan itu.
Dan, inilah pidato monumental mantan Jaksa Agung yang paling populer sepanjang sejarah Amerika Serikat: "Kita tidak boleh mengundang negara ke dalam rumah. Kita harus melindungi keluarga kita dari negara. Kita tak bisa dan tak boleh menangkap orang yang membaca novel por** di rumahnya sendirian.”
Hukum adalah batas antara negara dengan keluarga. Begitu hukum dihilangkan, dinding pembatas itu rubuh diganti dinding lain. Dinding pengganti itu disebut tirai besi di USSR, dan tirai bambu di RRC. Setidaknya itulah sedikit gambaran soal bagaimana seseorang yang memimpin dapat dikatakan diktator atau tidak.
“Dalam referensi ilmiah, diktator lebih ditinjau dari urusan bagaimana peraturan perundang-undangan dibuat dan dilaksanakan sebagai kebajikan. Dalam istilah Robiespierre ialah virtue (kebajikan). Namun kebajikan tanpa teror, kata Robiespierre, adalah kekonyolan.
Perppu tanpa proses hukum adalah kebajikan tanpa teror. Agar tak konyol, negara kudu meneror warganya. “Itu baru bajik. Terus? Batas antara negara dengan individu masyarakat hanya satu: hukum, law, rechts. Hilangkan saja itu,” Djoko Edhi Abdurrahman, melalui keterangan tertulisnya, Senin (13/08/2017).
Pemerintahan tanpa batas antara negara dengan individu masyarakat, adalah diktatorial. Itu kebajikan ala Robiespierre, presiden pertama yang diproduksi Revolusi Bastille. Reign of teror.”
Sebelumnya Joko Widodo membantah dirinya disebut dikatator. Akan tetapi menurutny, sepanjang teorema Lambrosso, Jokowi tak terkecuali. Jika Lambrosso disingkirkan, diktator adalah tindakan, bukan style, gesture, maupun penampakan. “Yang dimaksud Busyro, adalah tindakan penerbitan Perppu No 2/2017 yang tanpa proses hukum. Bukan untuk bela khilafatnya HTI.
“Tudingan itu presisi, karena Busyro orang hukum, bukan politisi, Ketua KY yang pertama, mantan Ketua KPK, dan namanya sudah besar ketika melawan rezim Soeharto di Orba. Antara lain, yang monumental, ia jadi pengacara korban waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah yang heboh itu.”
Menurutnya sukar memang membantah Busyro. “Bagaimana Wiranto mau membantahnya, karena selama hayatnya berada di kekuasaan otoriter, sampai Gus Dur mengasuhnya. Mahfud MD juga, takkan mampu, karena Mahfud tak kunjung melawan diktator semasa Orba.” (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!