Ahad, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Juli 2017 20:35 wib
7.571 views
Soal PT, Yusril: Rakyat Berhak Membangkan apabila Presiden Terpilih Inkonstitusional
JAKARTA (voa-islam.com)- Pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra merespon isu adanya presidential treshold (PT) untuk Pilpres mendatang. Menurutnya, seandainya Mahkamah Konstitusi berwenang mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum, maka dalam menyelesaikan kontroversi pembahasan RUU Pemilu sekarang ini pantas kiranya jika Presiden dan DPR meminta fatwa kepada MK.
“Fatwa MK yang patut diminta itu ialah untuk menjawab pertanyaan: Apakah dengan Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang memutuskan bahwa Pemilu DPR, DPD, DPRD dan Presiden/Wakil Presiden dilakukan serentak tahun 2019 ini, maka masih tetap konstitusionalkah keberadaan presidential treshold berapapun angka prosentasenya 10, 15 atau 20 persen yang sedang diperdebatkan itu atau sebaliknya telah menjadi inkonstitusional?” demikian siaran persnya yang didapat voa-islam.com, Ahad (9/7/2017).
Jawaban atas pertanyaan ini menurut Yusril sangat penting karena berkaitan dengan konstitusionalitas Pemilu 2019 yang akan menentukan perjalanan bangsa dan negara lima tahun berikutnya. Sebab, apabila Pilpres itu konstitusional, maka selamatlah negara ini, walau rasa tidak puas tentu akan tetap ada.
“Namun jika Pilpres itu inkonstitusional, maka hancur leburlah negara ini sebab pemimpin negaranya tidak mempunyai legitimasi untuk menjalankan roda pemerintahan.”
Kalau Presidennya inkonstitusional, maka menurut dia setiap orang berhak untuk membangkang kepada Pemerintah. Sama halnya dengan orang yang tidak memenuhi syarat menjadi imam sholat namun memaksakan diri menjadi imam, maka makmum yang ada di belakang tidak punya kewajiban apapun untuk mengikuti iman tersebut.
“Maka makmum boleh sholat sendiri-sendiri tanpa mengikuti imam yang tidak memenuhi syarat itu.”
Namun sayang, berbeda dengan Mahkamah Agung (MA), MK tidak berwenang untuk mengeluarkan fatwa atau pendapat hukum, sehingga pencarian penyelesaian kontroversi presidential treshold itu bukan dengan cara meminta fatwa kepada MK, haruslah dilakukan dengan ijtihad menggunakan filsafat hukum, teori hukum dan logika hukum.
Kalau ketiga jalan ini kita tempuh, maka kesimpulan kita akan sama, yakni kalau Pileg dan Pilpres dilaksanakan serentak pada hari yang sama, maka membicarakan presidential treshold menjadi samasekali tidak relevan. Kalau dipaksakan, maka presidential treshold itu menjadi inkonstitusional. (Robi/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!